Main ke Rumah (4)

3.9K 710 212
                                    

Mobil Fajar sudah terparkir rapi di depan rumahnya, tetapi keduanya masih berada di dalam. Fajar terlalu terpana dengan perawakan Rian yang kalem dan adem memancar bahkan disaat dia tidur. Telinga Fajar mendengar setiap tarikan dan hembusan napas Rian, turut menyamakan irama napasnya dengan kekasihnya itu. Ia suka memandangi Rian saat is tertidur. Dengan keadaan seperti ini Fajar bisa dengan bebas mengaguminya diam-diam. Ia bisa melalukan ini berjam-jam, tapi ia tak mau orang tuanya terlalu lama menunggu di dalam.

  Buku-buku jari Fajar mengusap lembut pipi Rian.
"Ian, bangun sayang. Udah sampe"
Bukannya membuka mata, Rian justru menyandarkan pipinya pada tangan Fajar yang terkekeh kecil melihat aksi sang pujaan hati.
"Ayo,dong. Itu yang di dalem udah pada nunggu." Pipi Rian sedikit di uyel oleh Fajar.

"Hmm, udah sampe, ya?" Rian mengolet, matanya yang masih berusaha melawan kantuk memindai situasi di sekitar mobil. Rumah-rumah berbaris rapi, hampir sama seperti ingatan Rian setahun yang lalu. Saat terakhir kali ia mampir ke rumah Fajar.

"Udaaah, masuk ke rumah yuk!" Fajar memencet tombol merah pada pengait sabuk pengaman, membebaskan Rian dari ikatannya.
"Aku bantuin ya, mas bawa barangnya" Ucap Rian dalam oletannya yang belum tuntas.

"Ngga usah, cuma satu ini. Kamu bawain yang kecil-kecil aja. Masih ngantuk juga kan kamu?"

Kedua jari Fajar menarik gagang pintu mobil. Melangkahkan kaki menuju bagasi. Begitu juga dengan Rian, mengambil barang bawaan lain di kursi belakang berupa cemilan yang mereka beli di di perjalanan.

Suara gesekan roda koper dengan aspal mengiringi langkah mereka.

"Assalamualaikum" Fajar mengetukkan ujung kunci mobil dengan permukaan pagar besi untuk mendapat atensi orang di dalam rumah.

"Wa'alaikumsalam, eh udah sampe kamu, jar" suara lembut ibu yang sudah lama di rindukan Fajar menyapa keduanya. Menghampiri mereka yang masih berada di balik pagar.

" Bawa siapa ini? Geulis pisan" Rian sepertinya mulai tahu dari mana Fajar mendapat keahliannya menggoda orang lain. "Si Ibu masa udah lupa sama saya"

Gembok yang terkait di antara gagang pagar dilepaskan oleh ibu. Membuka pagar selebar-lebarnya memberikan Fajar, Rian, serta barang bawan mereka jalan masuk yang cukup.

"Engga mungkin ibu lupa sama kamu, nak. Gimana kabarnya?" Rian mengambil tangan ibu dan menciumnya
"Alhamdulillah, baik bu. Ibu juga sehat kan?" Anggukan ibu diterima oleh Rian. Kini giliran Fajar temu kangen dengan ibunya, sementara Rian sibuk melepas sepatu.

Ibu mengajak keduanya masuk. Fajar mendorong kopernya ke samping sofa. Menjatuhkan diri di atasnya dan meluruskan kaki. Rian mengikuti di sampingnya. Dengan posisi yang lebih sopan pastinya, mengingat ini bukan rumah sendiri.
"Bapak ke mana bu?"

"Lagi di dapur, paling bentar lagi ke sini"

Dan benar saja, sesosok pria berumur yang sangat dikenali Fajar berjalan ke ruang tamu dengan secangkir kopi di tangan kirinya.

"Wehehe udah pada disini" Rian beranjak dari sofa untuk salim sama bapak, di ikuti oleh Fajar.

"Tadi macet engga jalannya?" Fajar sebagai sopir yang selalu stand by menatap jalanan menggeleng

"Engga terlalu, pak. Cuma rame lancar aja"

"Lewat jalur mana kamu?"

"Puncak"

Bapak menyesap kopi hitam pahitnya itu. Meletakkan cangkirnya di atas meja tamu beralaskan taplak.

"Kinclong banget sih kamu, Rian. Pake susu kambing ya mandinya?" Ibu yang seja tadi duduk disebelah, menyenggol pelan tubuh bapak.

More Than Friends? [Completed]Where stories live. Discover now