Prasangka (2)

6K 914 71
                                    

Jojo dan Anthony baru sampai asrama saat ponsel Anthony berdering.  Nama kontak coach tertera di layar. Anthony menghela napas, mengusap layar ponselnya ke atas. Jojo mengambil tas yang tergantung di pundak Anthony dan membawanya masuk ke kamar. Melepas sepatu, menyalakan AC, dan mulai beberes. Anthony yang masih menerima panggilan menutup pintu agar udara AC tidak keluar. Pintu yang kurang kedap suara membiarkan Jojo mendengar sekilas percakapan mereka. "Hmm, iya coach. Nanti saya sampaikan" hanya kalimat itu yang bisa Jojo tangkap dengan jelas sebelum Anthony mengakhiri panggilan dan mendorong pintu untuk masuk. "Mandi cepetan" perintah Anthony, membanting ponselnya ke atas kasur Jojo yang lepas dari kata kusut. Ya, semenjak mereka pacaran Jojo lebih sering tidur berdua dengan Anthony. "Sabar elah, baru nyampe" sergah Jojo yang terlihat serius mengotak-atik remote tv.

"Coach mau ketemu sama kita" tangan Jojo yang semula terulur mengarahkan remote perlahan-lahan jatuh lemas. Ia menekan tombol off pada remote. "Sana cepetan!" Anthony melipat kedua tangannya di depan dada. Jojo belum juga beranjak dari tempat tidur. Meratapi apa yang akan dibicarakan coach nanti. "Mandi berdua mau ga?" Anthony mendenguskan tawa mendengar permintaan Jojo. "Kuy lah" Jojo buru-buru membuka atasannya dan masuk ke kamar mandi. "Anduknya mana?" Anthony memberikan senyum menggodanya. Jojo yang sudah siap di kamar mandi berlari keluar balkon mengambil handuk. "Udah, siap!" ekspresi Jojo menggambarkan ekspresi para wanita yang menunggu selebrasinya saat final Asian Games. Anthony menuruti permintaan tersirat Jojo dan mulai melepas atasannya. Berjalan menuju ambang pintu kamar mandi. Meraih kenop pintu dan menutupnya dari luar "MANDI CEPETAN, BANYAK MAUNYA LU" Anthony yang membayangkan ekspresi Jojo menerima clickbait berusaha menahan tawa. "GINTING, GW BENCI SAMA LO" rengek Jonatan terdengar menggema di dalam "Love you too, Jojo!" Anthony membalas kenyinyiran Jojo.

 Keduanya telah selesai berpakaian. Sejak keluar dari kamar mandi, bibir Jojo sudah mecucu mengacuhkan Anthony. Jojo yang masih merajuk duduk di pinggir kasur. Anthony melihat bayangan kekasihnya dari cermin hanya bisa tersenyum simpul. Ditempatinya spot kosong disamping Jojo "Udah napa ngambeknya, jelek" Anthony menempelkan dagunya di pundak pria yang lebih tinggi darinya itu. Jojo menoleh ke arah Anthony, masih dalam keadaan bibir yang cemberut "Jahat lu" Anthony merampas bibir Jojo yang sudah maju satu senti. Menciumnya dalam, takut ini menjadi yang terakhir. 

 Mereka berjalan ke ruangan coach dengan pikiran yang awur-awuran. Di perjalanan, mereka berpapasan dengan Rian. "Wuih, mau nge-date nih?" semua rekan-rekan mereka di regu putra memang sudah mengetahui hubungan mereka. "Mau ketemu coach,bang. Minta restu" Jojo merangkul Anthony yang langsung memasang wajah kaget mendengar jawaban Jojo. "Sip lah, good luck!" Rian berjalan ke arah yang berlawanan, melambaikan tangan pada mereka. Sia-sia sepertinya mereka mandi, belum sampai tempat tujuan keringat dingin sudah membuat wajah dan tangan mereka lembap.

 Jojo menatap Anthony, memastikan dia siap. Anthony membalas tatapan itu dengan anggukan. buku-buku jari Jojo mengetuk pintu ruangan coach. "Masuk" suara yang familiar menjawab mereka dari dalam. Kenop pintu diputar oleh Jojo, mendorong pintu untuk mendapat celah "Permisi, coach" kepala Jojo mengintip dari celah pintu " Masuk Jo, masuk." Jojo melangkah masuk diikuti Anthony yang menunduk kikuk. Coach mempersilahkan mereka duduk di sofa kecil di sudut ruangan. 

 Ruangan coach sedikit lebih besar dibanding kamar-kamar di asrama.  Ada meja kerja,kursi, sofa dan meja tamu. Coach memilih untuk tidak memajang tv di ruangannya karena memang beliau tidak terlalu gemar menonton program tv. Coach duduk disebrang mereka. Memperlihatkan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh Anthony. Marah, gelisah, apapun itu Anthony tidak tahu. "Kalian tau kan kenapa saya panggil ke sini?" Coach membuka percakapan yang lebih terdengar seperti guru konseling yang siap mengadili anak nakal. Keduanya saling memandang, "Kurang tau, coach" Jojo memasang muka ling lung, pura-pura tidak tahu. Untuk mempersingkat waktu,coach mengeluarkan ponselnya.Menjelajah isi galerinya untuk memutarkan suatu video. Video yang diputar menunjukkan sisi posesif Anthony yang mengempit tangan Jojo. Melindunginya dari serangan para wanita lapar. "Ada yang salah ya, coach?" Anthony akhirnya angkat bicara. Sedikit tidak terima perlakuannya itu dianggap tidak wajar. "Kalian lucu aja berdua" coach menjawab pertanyaan sinis Anthony "Sayang banget kamu kayaknya sama Jojo" Jojo tertunduk malu mendengar namanya disebut "Ya kan sahabat sendiri coach, masa iya ga sayang." Coach mengangguk paham "Terus itu apa?" kepala coach mendangak ke arah leher Anthony. Sudah seharuanya Anthony mengambil siasat untuk menyamari tanda yang ditinggalkan Jojo. Tapi apa daya? Skill make up tidak mendukung, model baju tidak ada yang memadahi. Jaket percuma juga, coach sudah melihat cupangnya tadi siang. Jojo mengangkat kepalanya, melirik kesana kemari menghindari tatapan coach. "Tanda sayang dari Jojo buat kamu atau gimana?" . Anthony mulai panik, tak tahu harus menjawab apa. Hanya hembusan napas panjang yang mampu ia berikan. "Kamu tau saya punya aturan kan?" keduanya menatap coach, mengangguk pelan "Bukan masalah normal ga normal, buat saya semua hubungan romansa itu normal. Selama dilandasi dengan kasih sayang" kalimat yang diucapkan coach berhasil membuat mereka sedikit lega. Coach membungkuk, menapakan siku pada kedua lututnya. "Saya cuma mau kalian fokus ke badminton dulu" jantung Anthony yang mulai bisa berdetak normal harus kembali tersengat mendengar sambungan kalimat coach. "Jadi kalo bisa, kalian pertimbangkan dulu permintaan saya. Saya beri kalian waktu selama yang kalian butuh" air mata Anthony tak terbendung lagi. Ia segera menyeka air mata yang hampir mengalir deras di pipinya. Disampingnya, Jojo hanya duduk kaku. Memikirkan jawaban yang tepat untuk permintaan coach. "Kalau saya udah punya jawabannya gimana,coach?" kedua alis coach terangkat mendengar balasan sengit Jojo. Beliau mempersilahkan Jojo untuk mengutarakan jawabannya. " Saya gamau dan gabisa, coach" seisi ruangan dibuat tersentak mendengar perkataan Jojo. Anthony meraih tangan Jojo yang terkepal diatas pahanya. "Kalau coach mengaharuskan saya untuk pisah sama Anthony, coach juga harus mengizinkan saya berhenti main badminton" coach yang masih tidak paham dengan maksud Jojo memicingkan kedua matanya. "Kenapa harus begitu?" satu sudut bibir Jojo terangkat. Pertanyaan yang diberikan coach sesuai dengan skenario yang sudah ia rencanakan "Saya ga bisa bertahan di dunia badminton kalau saya ga ketemu Anthony dari awal" keheningan seakan menunggu kelanjutan dari pernyataan Jojo "Ayah saya memang orang pertama yang memperkenalkan saya pada dunia badminton. Tetapi selama perjalanan saya sampai sekarang, selalu ada aja kendala yang meminta saya untuk berhenti. Rasa penatlah, biaya, manajemen waktulah karena waktu saya masih ambil sekolah formal" Anthony tersenyum, mulai paham dengan tujuan dari jawaban Jojo "Tapi dibalik semua kendala itu, ada satu orang yang selalu membuat saya mengurungkan niat untuk berhenti." Jojo menatap Anthony hangat "Anthony entah kenapa menjadi alasan dan tujuan utama saya untuk tetap bertahan. Mungkin karena kebahagiannya yang merupakan badminton itu sendiri memberikan saya alasan untuk terus bermain dan memenangkan sebanyak mungkin kejuaraan buat dia". Ruangan coach mendadak terasa sejuk, padahal suhu AC tidak diubah sama sekali. "Intinya, saya jatuh cinta dengan dunia bulu tangkis karena saya lebih dulu jatuh cinta sama Anthony" Tanpa ia sadari, air mata Jojo perlahan-lahan mengalir di kedua pipinya. Anthony menautkan erat jemarinya dengan jemari Jojo. Coach mengembalikan posisi duduknya, bersandar di sandaran sofa. "Jadi negara dan keluarga sama sekali ga ada artinya buat kamu?" pertanyaan coach seakan menantang adrenalin Jojo "Mereka juga berarti coach, tapi Anthony selalu jadi yang utama buat saya". Coach tersenyum lebar mendengar jawaban Jojo "Baru kali ini ada yang berani membantah permintaan saya," Jojo menatap Anthony yang mulai gelisah "tapi saya kagum sama keberanian kamu mengutarakan kalimat itu. Apalagi di depan Anthony langsung. Dibalik sikap kekanak-kanakan mu ternyata kamu gentleman juga" coach menggesek kedua telapak tangannya "Oke begini,saya beri kamu sama Anthony saya beri izin. Tapi dengan satu syarat.." Senyum sumringah Jojo kembali mekar mengetahui ia mendapatkan kesempatan dari pelatihnya itu " kamu harus bisa buktiin ke saya kalau dengan adanya Anthony di kehidupan kamu, kamu bisa meningkatkan performa mu di lapangan. Sabet medali sebanyak mungkin kalo bisa" posisi coach yang tadinya santai bersandar kembali ke posisi membungkuknya. "Itu pasti coach!" Jojo memberi hormat tanda setuju dengan persyaratan tersebut. "Satu lagi, jangan kasih tau temen-temen kamu kalau kalian saya kasih izin. Nanti mereka merajuk juga minta dispensasi" Anthony yang hampir tertawa lepas membungkam mulutnya dengan tangannya yang bebas. "Makasih banyak, coach" Jojo melepas genggaman tangannya dengan Anthony dan memberi salam sungkem pada coach "Aish, gausah lebay. Udah sana pulang, saya masih banyak kerjaan" Anthony dan Jojo pun beranjak dari sofa. Sekali lagi memberi salam pada coachnya yang terkenal tegas itu. "Sekali lagi makasih ya, coach." Coach hanya mengangguk menerima salam dari sepasang anak muda yang kasmaran itu. "Kita pamit ya, coach" Jojo melambai dengan tangan lainnya memutar kenop pintu. Anthony lagi-lagi hanya mengekor di belakang. 

 Keduanya berhasil bebas dari rintangan pertama mereka. Jojo tak henti-hentinya menatap Anthony yang tersenyum bahagia sambil terus melihat ke arah jalan. "Awas entar kram tuh pipi" Jojo menggoda laki-laki berpostur mungil itu yang kembali menautkan tangan mereka. "Makasih ya,Jo" Jojo bersumpah senyuman Anthony jauh lebih manis dari beribu-ribu hektar kebun tebu. "Sama-samaaa, adamah gw yang makasih." Jojo bersiap-siap merayu pacarnya lagi "Makasih buat apa?" Anthony yang setahun lebih tua dari Jojo mendadak menjadi polos               "Makasih udah jadi motivasi gw buat bertahan main, dan sekarang lu juga jadi salah satu motivasi gw buat bertahan hidup" Genggaman tangan Jojo dilepas kasar oleh Anthony "Gajadi Jo, gajadi makasih." Mendengar perkataan Anthony, Jojo mengambil tangan Anthony yang terayun dan mengecup bagian punggungnya. "Sekali lagi,makasih" 

Eng ing eng, selesai juga  bagian konflik ringan inih. Bosenin yak? Maaf, aku kurang jago bikin konflik-konflik apapun itu. Btw, ini aku rajin apdet karena sekolah lagi libur. Minggu depan mungkin gabakal serajin ini, jadi maapkeun ya. Udah ah ngebacotnya. Salam sesama penumpang!

More Than Friends? [Completed]Where stories live. Discover now