"Malahannya, kalau ada si Gia di sini, nanti dia ngabisin es krimku. Mendingan dia di rumah aja memang," celetuk Erga.

"Hush! Mas Erga kok gitu sih?" sentak ibunya.

Erga mengangkat bahu, menaik-turunkan alisnya dan nyengir jail, membuat Kia tertawa.

Kia pun menyalami saudara-saudara Bram yang lain. Ternyata yang lainnya semua sepupu Bram dan Baim. Ayah Bram adalah anak tertua, dan jarak usia dengan adiknya lumayan jauh sehingga menjadi wajar jika Bram (dan Baim) jarak usianya juga jauh dari para sepupunya. Namun, baik Bram maupun Baim sama-sama berjiwa muda sehingga masih mampu membaur dengan para adik sepupunya.

Bram berbaik hati—atau memang sudah niatnya dari awal—membelikan es krim baru untuk Kia. Kia sih senang-senang saja, tapi kesempatan itu dipakai oleh Bram untuk umbar kemesraan di hadapan para saudaranya. Bram meminta satu sendok lagi agar dapat makan es krim sepiring berdua dengan Kia. Terang saja hal ini menuai cibiran sekaligus koor heboh kumpulan itu hingga mengganggu pelanggan lain. Untung tidak sampai diusir.

"Ini kalau bukan karena saya memang suka banget sama es krim ini, saya udah nggak bakal nerusin makan lho," kata Kia setengah berbisik.

Bram menatapnya dengan sinar goda di kedua matanya. "Seneng, kan? Kapan lagi sepiring berdua sama Abang?"

Kia berpura-pura muntah mendengarnya.

Obrolan dengan saudara-saudara Bram berlangsung menyenangkan. Salah satu sepupu Bram yang sudah kuliah, bernama Erika, rupanya kuliah di kampus yang sama dengan Kia dahulu. Otomatis mereka jadi akrab mengobrol, kendati berbeda jurusan. Bram tidak merasa dilupakan, justru dia senang karena kekasihnya mampu mengakrabkan diri dengan keluarganya. Selangkah lebih dekat, bukan? Hitung-hitung latihan bagi Kia sebelum menghadapi orang tua Bram.

Siapa tahu Kia bisa langsung setuju dinikahi setelah kontrak kerjanya selesai.

Kia sangat mengayomi sepupunya yang masih SD, juga Erga. Dia meladeni pertanyaan-pertanyaan konyol mereka seperti apakah Kia pacar Bram ("Eh, kok kamu tahu pacar-pacaran, sih?" begitu tanya Kia setelah dia menyampaikan jawabannya) atau apakah Kia suka Power Rangers ("Suka dong. Eh, kamu pernah nonton Power Rangers yang asli, belum? Yang dari Jepang? Mbak suka juga tuh," katanya) sampai yang paling absurd seperti apakah Kia suka makan bekicot ("Nggak berani," aku Kia sambil cengengesan).

Bahkan ketika mereka harus berpisah karena Dirga menyuruhnya pulang dengan alasan sudah malam, para saudara Bram terlihat tidak rela. Maka dari itu, Bram menawarkan untuk mengantarnya pulang bersama sepupunya yang sudah dewasa sementara Baim pulang membawa istri, anak, dan sepupu yang masih kecil karena sudah dicari oleh para orang tuanya. Kia sempat meragukan hal itu, tapi Bram berjanji tidak akan mampir. Dia tahu Kia masih takut mempertemukan Bram dengan keluarganya. Toh, mala mini juga penumpang mobilnya bukan hanya mereka berdua. Kia pun mengangguk setuju.

Sementara para sepupu Bram memasuki mobil, Baim menghampiri Kia.

"Terima kasih ya Kia," ujarnya.

Kia mengernyit. "Terima kasih untuk?"

"Karena kamu akhirnya tidak jadi menikah dengan perwira," jawab Baim dengan kekehan. "Mas Bram hampir nggak pernah cerita tentang kehidupan cintanya, makanya saya kepo-kepo sendiri. Saya pikir kalian waktu itu sudah putus, makanya saya juga berhenti stalking. Ternyata kalian nyambung lagi."

Kerutan di dahi Kia makin dalam. "Putus?"

"Iya. Dulu kalian sempat dekat dan ada rencana menikah, kan? Tapi entah kenapa putus," jelas Baim. Kini giliran dirinya yang mengerutkan kening.

"Sebentar. Kami memang serius, tapi kalau soal menikah akan dibicarakan lagi, Mas Baim. Saya juga masih terikat kontrak kerja selama setahun di Wartawara, jadi selama kurun waktu tersebut tidak boleh menikah. Begitu isi klausanya."

TraveloveWhere stories live. Discover now