Apa makhluk itu berniat mengincar si gadis beraroma manis? Karena menurut desas-desus yang tengah ramai dibicarakan saat ini, darah gadis itu bisa menyembuhkan sekaligus memberi kekuatan yang luar biasa besar.

"Errie! Di sini kau rupanya," Emily merangkul lengan Tristan dengan bibir mengerucut kesal. "Kau meninggalkanku sendirian. Kalau aku diculik, bagaimana?"

"Baguslah. Aku tidak perlu repot mengurusmu lagi," gumam Tristan dengan tatapan yang masih tertuju pada punggung gadis beraroma manis yang semakin menjauh itu.

"Errie, aku dengar ucapanmu." Emily semakin mengerucutkan bibirnya. "Aku belum selesai berbelanja. Ayo!"

"Sana pergi sendiri. Aku harus memeriksa sesuatu." Belum sempat dia melepas lengannya dari rangkulan Emily, mendadak kecupan lembut mendarat di bibir Tristan hingga membuatnya membeku.

Tristan menoleh, menghunjam Emily dengan tatapan membunuh yang selalu berhasil membuat lawannya mengkerut ketakutan. Tapi tentu saja, tatapan itu tidak berpengaruh pada Emily. Dia malah nyengir sambil membalas tatapan Tristan.

"Berapa kali aku harus mengingatkanmu? Jangan berbuat tidak sopan padaku. Aku ayahmu!" geram Tristan.

Emily angkat bahu. "Hanya ayah angkat. Siapa yang akan melarang jika kita menikah?"

"Dan kau manusia. Jangan lupa bahwa sebagian besar manusia yang kubunuh karena menjalin hubungan cinta beda kaum. Tidak ada ampun bagi para pelanggar aturan."

"Dan jangan lupa juga bahwa aku adalah tanggung jawabmu. Kau harus melindungiku di atas nyawamu sendiri. Jika gagal, kau juga tidak akan bisa mengelak dari hukuman." Emily terkikik melihat wajah merah Tristan. "Sudahlah. Ayo, bantu aku cari pakaian. Kau bilang kita harus kembali ke Immorland sebelum malam, kan."

Sambil menahan geram, tidak ada yang bisa Tristan lakukan selain menuruti keinginan gadis sembilan belas tahun yang telah dirawatnya sejak bayi itu.

***

Kingsley terus membuntuti Queenza dan dua temannya yang kini masuk ke sebuah Mall. Dia sedikit kesal karena Queenza malah memilih datang ke tempat ini. Jelas sekali Kingsley bisa merasakan banyak makhluk non-manusia di sini. Dan makhluk-makhluk itu kini menatap Queenza dengan lapar. Dia sudah bertekad membawa Queenza pulang saat perhatiannya tertuju pada makhluk yang tengah memperhatikan Queenza dengan intens.

Guardian.

Walau makhluk itu menyembunyikan aura dan aromanya dengan sangat baik, tapi Kingsley tetap bisa langsung tahu bahwa dia berasal dari kaum guardian. Yang menarik perhatian Kingsley bukan hanya pendar kekuatan di sekitar tubuhnya—yang menunjukkan bahwa dia salah satu guardian terkuat. Tapi juga arah pandangannya yang tidak lurus pada Queenza, malah seperti tengah memperhatikan Kingsley yang berjalan di belakang Queenza. Kingsley yakin lelaki itu tengah merasakan keberadaan Kingsley.

Kingsley berhenti melangkah dengan pandangan yang tidak lepas dari si guardian. Lalu keningnya berkerut bingung mendapati makhluk itu tengah bersama seorang gadis manusia. Dan Kingsley semakin bingung mendengar pembicaraan antara gadis manusia itu dan si guardian.

Begitu si guardian dan gadis manusia pergi, Kingsley melanjutkan langkah menyusul Queenza. Tanda tanya besar semakin mengisi benaknya. Ada banyak hal yang tidak dirinya ketahui dan Kingsley juga tidak tahu seberapa banyak musuhnya.

Apa yang sebenarnya disembunyikan para petinggi kaum guardian? Mengapa mereka membuat peraturan yang tampaknya mereka langgar sendiri?

Semua pertanyaan itu bergaung dalam benak Kingsley tanpa mendapat jawaban. Dia tersadar dari kondisi setengah melamunnya saat merasakan genggaman di tangannya. Ternyata itu adalah Queenza.

"Kau bisa melihatku?" tanya Kingsley dengan nada takjub. Padahal sejak di sekolah tadi, Kingsley pikir Queenza tidak bisa melihatnya.

Queenza menggeleng samar namun tidak menjawab. Dia tahu orang lain tidak bisa melihat Kingsley. Jika dia menjawab pertanyaan lelaki itu, dirinya pasti akan dianggap gila.

"Lalu—bagaimana kau tahu?"

Lagi-lagi Queenza tidak menjawab. Dia terus berjalan hingga tiba di tempat kedua temannya sudah duduk di salah satu resto.

"Ada apa? Kenapa kau kembali?" tanya Belva begitu Queenza duduk di sebelahnya.

"Ada barangku yang terjatuh," bohong Queenza.

"Ketemu?"

Kali ini Queenza hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Aila.

Selama lima belas menit berikutnya, Queenza masih berusaha bertahan menemani kedua temannya. Tapi kemudian dia menyerah karena semakin banyak pasang mata yang memperhatikannya. Meski dia tahu betul Kingsley ada di dekat situ, rasanya masih ngeri membayangkan makhluk-makhluk itu bisa menerkamnya sewaktu-waktu.

"Sebaiknya aku pulang sekarang. Ada banyak tugas sekolah yang harus kuselesaikan."

"Tidak perlu buru-buru," cegah Belva. "Kami bisa membantu."

"Terima kasih, tapi aku ingin melakukannya sendiri."

"Ayolah, kita sudah lama tidak berkumpul seperti ini," bujuk Aila.

"Tapi—"

"Satu jam! Hanya satu jam setelah itu kita pulang." Aila kembali membujuk.

Kingsley yang melihat itu menjadi kesal. Padahal Queenza sudah tidak mau tapi masih saja dipaksa. Lalu dengan kekuatannya, Kingsley mengibaskan beberapa kursi kosong di salah satu sudut resto itu hingga menimbulkan suara keras yang mengerikan.

Tidak ada kerusakan karena hanya beberapa kursi dan meja yang bergeser secara misterius hingga menumpuk di salah satu sudut. Tapi kejadian itu menarik perhatian mata semua orang, termasuk Queenza dan kedua temannya.

"Ayo pergi!" ajak Kingsley dengan suara yang hanya bisa didengar Queenza.

"Ehmm, aku pergi duluan," Queenza buru-buru bangun lalu bergegas mengikuti ke arah mana Kingsley menariknya. Baru saja melewati lorong sepi karena orang-orang sibuk mencari tahu keributan di dalam resto, Queenza memekik kaget saat tiba-tiba Kingsley mendekapnya. Dan begitu membuka mata, dia mendapati mereka berdua sudah berdiri di ruang tamu rumah Queenza.

"Wow!" seru Queenza dengan jantung yang masih berdegup kencang. Kali ini dia bisa melihat jelas sosok Kingsley. "Seharusnya kau bilang-bilang kalau mau menghilang dan jangan berbuat keributan seperti tadi."

Kingsley mengabaikan ucapan Queenza dan bertanya hal lain yang mengganggunya sejak tadi. "Jadi kau tahu bahwa aku mengikutimu?"

"Awalnya tidak. Tapi saat mulai jam makan siang dan aku lapar, aku seperti mencium aroma makanan yang lezat. Semakin lama semakin jelas dan mulai familiar. Aromanya sama persis dengan aromamu tadi pagi. Dan begitu aku fokus pada aroma itu, aku mulai merasakan kehadiranmu."

"Tunggu," Kingsley menggaruk pelipisnya dengan satu jari telunjuk. "Jadi kau mengetahui keberadaanku seperti kau mengetahui ada makanan lezat di dekatmu?"

Queenza menjentikkan ibu jari dan telunjuknya dengan riang. "Tepat sekali."

Kingsley menggeram. "Kau pikir aku makanan?"

Buru-buru Queenza menggeleng karena menyadari Kingsley mulai kesal. "Bukan begitu. Tapi aromamu memang unik." Queenza nyengir.

Kingsley mendengus kesal melihat mata Queenza perlahan berubah jadi hijau, tanda rasa lapar mulai menyelimutinya. Dengan satu jari, dia mendorong kening Queenza agar menjauh darinya. "Jangan harap kau dapat darahku lagi."

----------------------

~~>> Aya Emily <<~~

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang