Chapter 25. I Wanna Go Home

Start from the beginning
                                    

"Jangan macam-macam di kantin" ucap Reza menatap Vanilla tajam.

Vanilla segera mengangguk, tentu saja ia tidak akan berani macam-macam, bekas kecemburuan Reza dilehernya saja masih terlihat jelas.

Vanilla melihat Reza yang kini melanjutkan jalannya menuju ruang kerja.

***

Sesampainya di depan pintu, Reza berdiri terdiam.

Belum bertemu dengan ayahnya saja emosinya rasanya sudah sangat ingin meluap.

Reza masuk dengan membuka pintu ruangannya secara kasar, ia melihat ke arah sofa dimana ayahnya sedang duduk mengobrol dengan seorang perempuan.

Siapa lagi kalau bukan jal*ngnya, batin Reza.

"Apa mau anda?" tanya Reza to the point saat Rhendy berdiri.

"Reza, aku kesini untuk menjemputmu," kata Rhendy..

Reza tersenyum.

"Pulanglah ayah, kau hanya buang-buang waktu.." ucap Reza sambil melangkah ke arah mejanya.

"Dan bawa pergi jal*ngmu ini dari hadapanku," lanjut Reza menatap jijik ke arah Ferin.

"Jaga mulutmu Reza!" Rhendy membentak.

Rhendy menghampiri Reza dan mengcengkram kerah kemeja Reza.

"Dia bukan jalang," desis Rhendy penuh penekanan di depan wajah Reza.

Sedangkan Reza, ia terkekeh melihat reaksi ayahnya.

"Lalu apa? Pelacur?" tanya Reza sambil mengangkat alisnya seolah menantang.

Bugh!

Satu tinju keras mendarat di wajah Reza hingga membuatnya tersungkur di lantai.

Reza merasakan perih di pipinya, ia tersenyum.

Reza puas melihat ayahnya marah, marah karena ia telah menghina perempuan itu di depan wajahnya.

Reza tertawa miris sambil bangkit dan berdiri.

"Lihatlah dirimu, ayah, kau memukul anakmu sendiri demi wanita murahan ini," kata Reza tersenyum miring.

Cih! Reza membuang ludahnya.

"Menjijikan."

Bugh!

Satu hantaman lagi mengenai wajah Reza hingga membuatnya kembali tersungkur. Reza kembali tertawa setelah mendapatkan pukulan kedua itu diwajahnya.

Ferin yang menyaksikan semua itu hanya berdiri di dekat sofa dan memandang ke arah lain.

Rhendy mendekati Reza lalu menarik kerah Reza membuat Reza mendongak.

"Hina dia sekali lagi," ucap Rhendy penuh ancaman.

Reza terkekeh, apa ayahnya pikir ia takut?

"J*blay murahan."

Bugh!

Pukulan ketiga kembali mendarat di wajah Reza, membuatnya kini terbaring di lantai.

"Hentikan bajingan!!!"

Teriakkan itu berasal dari arah luar pintu. Diana berlari kecil menghampiri puteranya Reza yang tergeletak lemah di lantai.

Diana memegang wajah Reza yang lebam.

"Puas kamu, hah?!!" tanya Diana berteriak mendongak ke arah Rhendy.

"Dia menantangku," ucap Rhendy.

Diana menatap Rhendy dengan tajam.

"Pergi dari sini, atau aku akan panggil security untuk nyeret kalian berdua dari sini."

Rhendy meghela nafasnya kasar, kemudian ia berbalik dan bergegas meninggalkan ruangan itu, diikuti oleh istri barunya, Ferin.

Dianapun kembali menatap Reza.

Reza kini duduk di lantai, ia menatap Diana dengan wajahnya yang sembab.

Diana mulai menangis, ia menangis kemudian memeluk puteranya.

"Ma.. tenanglah.. ini gak sakit, gak usah nangis," ucap Reza.

"Diam kamu Reza!" bentak Diana.

Diana melepas pelukannya dan menatap Reza.

"Gimana mama gak nangis?! kenapa kamu biarin dia mukulin kamu hah?! kenapa kamu gak melawan?!"

Diana emosi, airmatanya sudah mengalir sejak tadi, tangannya memegang wajah puteranya pelan.

Sementara Reza tersenyum.

"Karena mama yang selalu ngajarin aku untuk tidak melawan ayahku sendiri," jawab Reza sambil menggenggam tangan ibunya.

Diana yang mendengar itu tak kuasa. Ia menangis sesenggukan.

Diana kembali memeluk Reza, lalu ia menciumi kepala puteranya itu. Putera yang sangat ia cintai, puteranya yang menjadi satu-satunya alasan ia bertahan hingga saat ini.

Sementara itu, dibalik pintu, seorang gadis berdiri lemah.

Wajahnya sudah basah oleh airmata.

Gadis itu tidak kuasa menahan airmatanya, setelah semua yang ia lihat.

Vanilla melihat ibunya yang ia rindukan, ia juga menyaksikan Reza yang menghina ibunya tidak berperasaan.

Setelah itu Vanilla melihat Reza yang dihajar habis-habisan, dan kini ia mendengar bu Diana menangis tak tertahankan.

Vanilla sudah menyaksikan terlalu banyak, ia tidak sanggup lagi, ia bahkan tidak kuat lagi untuk berdiri.

Gadis itu jatuh berlutut disamping pintu itu, airmatanya mengalir semakin deras, ia bahkan tidak peduli lagi saat ada orang yang melihatnya.

Vanilla bangkit lalu berlari ke arah toilet, ia masuk ke salah satu bilik toilet tersebut dan duduk diatas closet yang tertutup.

Vanilla buru-buru mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Ayah..." panggil Vanilla saat panggilannya telah diangkat.

"Ayah.." panggil Vanilla lagi sambil terisak.

"Vanilla?! Ada apa?! kamu kenapa?!" Suara Ayah Vanilla terdengar panik.

"Ayah, Vanilla.."

"Astaga, kenapa kamu nangis?!"

Vanilla semakin terisak mendengar suara ayahnya.

"Ayah, Vanilla mau pulang... Vanilla mau sama ayah.."

"Vanilla gak mau disini.."

Vanilla tidak kuat lagi setelah melihat semua yang baru saja terjadi, ia lemah, ia tidak sanggup lagi.

Vanilla ingin pulang, ia rindu ayahnya, ia rindu ibunya, ia rindu adiknya Riana, ia ingin berkumpul lagi dengan mereka seperti dulu, dulu sekali, saat semuanya masih baik-baik saja.

-bersambung

Forced Kiss (END)Where stories live. Discover now