Chapter 15. Malaikat Penolong atau...?

95.2K 4K 82
                                    

Jakarta, 1 Bulan kemudian.

Vanilla memasuki lift di gedung apartemen yang akan ia tempati.

Gedung apartemen ini menyatu dengan suatu perkantoran yang mewah dan besar.

Vanilla menuruni lift lalu memandang sekeliling. Setelah menemukannya, Vanilla memasuki kamar tersebut dan membawa kopernya masuk.

Vanilla memperhatikan apartemennya, bangunannya tidak terlalu besar namun juga tidak sempit. Cocok untuk ditinggali 2 orang.

Vanilla tidak pernah menyangka kalau ayah dan ibunya sudah cukup lama membeli apartemen ini, padahal di Bandung mereka tinggal di kontrakan yang sempit.

Vanilla duduk di tepi kasur kamarnya, ia merebahkan tubuhnya di kasur tersebut dan menatap ke langit-langit kamar.

Mulai hari ini, ia akan tinggal sendirian disini, ia akan mencari pekerjaan dan mulai hidup mandiri sembari membantu perekonomian keluarganya.

Vanilla harus siap menghadapi segala hal yang akan terjadi ke depan.

***

"Panilli!"

Suara tersebut mengagetkan Vanilla yang saat ini duduk di foodcourt sebuah mall.

Vanilla menengok ke arah suara dan melihat sahabatnya berjalan menuju ke arahnya.

"Vera!!" Vanilla berdiri dan memeluk Vera dengan erat.

Sudah hampir sebulan mereka tidak bertemu. Vanilla sangat merindukannya.

Vanilla dan Vera akhirnya duduk bersama di foodcourt itu, memesan makanan dan berbincang.

"Jadi lo tinggal di apartemen itu sekarang?"

"Iya.. lokasinya emang lumayan jauh dari RS tempat Riana dirawat, tapi gapapa daripada aku harus nyewa kost-kostan lagi."

"Bagus deh kalau gitu," ucap Vera. Vera juga saat ini tinggal di satu apartemen yang lokasinya tidak jauh dari tempat ia berkuliah yaitu di UI.

Mengingat UI, Vanilla jadi teringat sesuatu. "Ehm.. Ver?" tanyanya pelan.

"Apa?"

"Kamu.. ada tau kabar si itu..?"

"Siapa?"

"Si itu.."

"Siapa?? yang jelas kalo nanya," ucap Vera kesal dengan pertanyaan Vanilla.

"Si anu.. si Reza," ucap Vanilla akhirnya, lalu menunduk tidak berani melihat reaksi Vera.

Hening tiba-tiba menyelimuti mereka selama beberapa saat.

"Bhuahahaahaha!" Vanilla tesentak mendengar tawa Vera yang sangat menggelegar.

"Ssttt!!! Brisik!!" katanya lalu menutup mulut Vera sambil menatap sekeliling.

"Cie elah nyariin yayang," ucap Vera menggoda Vanilla.

"Kemaren aja kabur mulu tiap ada dia, sekarang kangen," lanjut Vera membuat Vanilla melotot.

"Kangen apaan! Siapa yang kangen! Najis!"

"Jangan najis najis lu! Gua tuh udah mulai merasakan bibit cinta yang tumbuh diantara kalian berdua," kata Vera sambil mengunyah sushi yang mereka pesan tadi.

"Bibit cinta?!" Vanilla membelalak mendengar ucapan Vera.

"Lo tau gak? Reza nanyain lo mulu udah kaya apaan tau."

Vanilla terdiam mendengar ucapan Vera.

Sesungguhnya ia juga tahu soal itu. Reza menerornya selama sebulan ini. Ia tidak berhenti mengirim pesan pada Vanilla menanyakan tentang keberadaan dirinya.

Forced Kiss (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang