Ada sesuatu yang memang membuat Kingsley bertanya-tanya. Saat dirinya menyerap ingatan Queenza, seharusnya Queenza juga menyerap ingatan Kingsley. Tapi sepertinya gadis itu tidak mengalami hal yang sama. Apa mungkin karena tubuh manusianya?

"Kenapa diam?" desak Queenza.

"Baiklah, aku menyerah. Aku tidak tahu apa yang kau alami."

Wajah Queenza berubah cerah. Dia punya kesempatan untuk menyampaikan berita besar. "Saat aku membuka pintu depan tadi, tiba-tiba aku sudah berada di rumah Bibi Marlene. Lalu saat hendak pulang, tidak ada yang terjadi ketika aku membuka pintu depan rumah Bibi Marlene. Tapi keanehan yang sama terjadi ketika aku sudah berjalan beberapa meter dari rumah Bibi Marlene. Aku hanya memejamkan mata sekilas, membayangkan akan mandi air hangat begitu tiba di rumah, dan mendadak aku sudah ada di kamar mandi. Apa itu perbuatanmu?"

Kingsley mengerutkan kening. Walau Queenza tidak mendapat ingatan Kingsley, tapi sepertinya Queenza mendapat kekuatan Kingsley saat mereka bertukar darah. "Aku tidak melakukan apapun."

"Sungguh? Berarti aku sendiri yang melakukannya? Apa itu karena siang tadi aku sudah, sudah—mati?"

"Kau belum mati karena aku menyelamatkanmu tepat waktu. Jadi kau berhutang nyawa padaku. Sebagai gantinya, kau harus jadi budakku seumur hidup," jelas Kingsley enteng.

Queenza mencibir. "Jangan harap!"

"Atau aku akan ambil lagi nyawamu?" Kingsley pura-pura mengancam.

"Ambil saja!" Queenza tidak mau kalah.

Kingsley terkekeh. "Kau lebih berguna dalam keadaan hidup." Karena sepertinya, sekarang nyawaku ada di tanganmu, lanjut Kingsley dalam hati.

"Aku merasa seperti dimanfaatkan," gumam Queenza tidak suka. "Tapi kalau begitu, aku bisa hemat ongkos bepergian. Aku juga tidak perlu buru-buru ke sekolah kalau bangun kesiangan," wajah Queenza berbinar.

"Ya, benar. Memang menyenangkan. Dan bersiaplah mencari alasan jika ada yang melihatmu muncul secara tiba-tiba."

Queenza terbelalak. Dia tidak memikirkan sejauh itu. Apa ada yang melihatnya menghilang tadi? Semoga Bibi Marlene sudah masuk rumah saat Queenza menghilang.

"Jadi sama seperti ilmu yang perlu dipelajari agar kau bisa memanfaatkannya dengan benar, kekuatan juga begitu."

"Seiring dengan kekuatan yang besar, datang juga tanggung jawab yang besar," gumam Queenza.

"Nah, itu kau pintar."

Queenza nyengir. "Sebenarnya itu kutipan dalam film Spiderman."

"Film menggelikan tentang manusia laba-laba itu?" tanya Kingsley dengan nada mengejek.

"Menggelikan? Memangnya kau tidak?"

"Aku tampan." Kingsley nyengir. "Aku ingin menonton filmnya secara langsung. Ingatanmu tidak begitu bagus."

"Kau bilang filmnya menggelikan!"

Kingsley mengabaikan seruan Queenza dan memilih berbaring di sisi ranjang, bahkan tanpa repot-repot memindahkan laptop yang masih tergeletak di dekat kakinya. "Selamat malam," gumamnya tanpa rasa bersalah.

Dasar makhluk menyebalkan!

Queenza meraih laptopnya lalu ia bawa ke kamar orang tuanya. Tidak ada pilihan lain. Malam ini Queenza harus tidur di kamar itu meski harus menahan sesak karena kerinduan. Mungkin besok dia akan membujuk Kingsley agar bersedia bertukar tempat tidur.

***

Tidak seperti yang Queenza takutkan, dia bisa tidur dengan nyaman begitu kepalanya menyentuh bantal. Perasaan rindu itu hanya muncul sekilas, tapi bisa segera diredam. Tapi pagi ini, Queenza terjaga dengan perasaan gelisah. Perutnya terasa melilit seperti belum diisi berhari-hari. Padahal dia sudah makan malam di rumah Bibi Marlene. Tidak punya pilihan lain, Queenza bergegas keluar kamar menuju dapur.

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang