Chapter 7. Gawat!

Start from the beginning
                                    

"Dia.. kalau pacaran kaya gimana?" tanya Vanilla pelan.

"Kamu mau nanyain gimana sifat Reza saat pacaran?"

"I-iya.. aku cuma kepo aja, abis dia orangnya gitu," ucap Vanilla cemberut.

"Gitu gimana?" tanya Laura penasaran.

"Dia itu.. mesum, cabul, brengsek dan gak tau tempat, aku sebel banget sama dia, aku bener-bener gak mau ada di deket dia."

"Oh gitu..." ucap Laura ragu dan pelan.

Vanilla melihat Laura yang memandang ke arah belakangnya dengan tatapan ragu, ia terlihat seperti orang yang bingung dan ketakutan.

"Kenapa Laura? kamu marah ya aku jelekin dia? aku gak bermaksud gitu.. tapi yang aku bilang bener," ucap Vanilla jujur.

"Aku malah heran kenapa kamu bisa pacaran sama si PK itu!"

Laura melotot dan menelan ludahnya saat mendengar perkataan Vanilla.

Kenapa? batin Vanilla mengernyit. Memang benar yang ia katakan, Reza memang seorang PK.

Tiba-tiba, Vanilla tersentak saat mendengar suara berat laki-laki dari belakangnya.

"Apa itu PK?"

Vanilla terpatung di posisinya, bulu kuduknya merinding saat mendengar suara itu.

Vanilla menengok dengan sangat perlahan ke belakang, ia mendongak, melihat sosok si PK yang berdiri menjulang di belakangnya.

Kedua mata Reza menatap tajam nan menusuk ke mata Vanilla, membuat gadis itu semakin ciut.

"Apa itu PK?" Reza mengulang pertanyaannya sambil menatap Vanilla dengan lekat.

Vanilla tidak sanggup menggerakkan mulutnya sehingga ia hanya menggeleng pelan.

Tiba-tiba Reza mencengkram pergelangan tangan Vanilla dan menariknya dengan kasar.

Vanilla panik, ia berusaha melepaskan tangan Reza namun sia-sia, ia hanya bisa terdiam saat Reza menariknya, tubuhnya gemetar dan matanya terasa memanas, ia ingin menangis, ia benar-benar takut.

Vanilla mendengar Laura memanggil-manggilnya dan Reza dari belakang, namun Reza tidak mengehentikkan langkahnya dan tetap menarik Vanilla hingga mereka sampai di area belakang sekolah yang sepi.

Reza menarik Vanilla memasuki ruangan kosong yang gelap. Ada satu sofa panjang dan meja di dalam ruangan itu. Vanilla juga melihat banyak puntung rokok berserakan dimeja.

Ruangan apa ini? benar-benar mengerikan, batin Vanilla.

Reza menghempaskan tubuh Vanilla ke sofa panjang itu.

Vanilla tersentak, tubuhnya semakin gemetar. Tiba-tiba Reza menggeser meja di dekat sofa itu dengan kasar menggunakan kakinya, membuat Vanilla semakin takut.

Reza berdiri di depan Vanilla, matanya tidak berhenti menatap Vanilla tajam.

Vanilla mendongak membalas tatapan Reza dengan takut, ia merasakan matanya semakin memanas dan sepertinya genangan air sudah sangat ingin keluar dari sana.

"Apa itu PK?" Reza sekali lagi mengulang pertanyaannya.

Vanilla tidak berani menjawabnya, ia hanya diam dan menunduk sembari meremas kuat rok abu-abu yang ia pakai, ia tidak sanggup lagi menatap Reza.

Vanilla mendengar Reza menghembuskan nafasnya kasar, lalu ia melihat Reza perlahan berjongkok dihadapannya yang terduduk diam di sofa itu.

Reza berjongkok dan memandang Vanilla yang masih menunduk.

"Kenapa sulit sekali menjawab pertanyaanku?" Reza bertanya pada Vanilla dengan suara yang pelan dan lembut.

Vanilla menaikkan pandangannya, melihat mata Reza yang menatapnya dengan lekat, namun tidak tajam seperti tadi.

"Kenapa nangis?" tanya Reza membuat Vanilla sadar bahwa pipinya kini sudah basah karena air mata.

Reza mendekatkan tangannya pada wajah Vanilla lalu mengusap pipi Vanilla dengan lembut.

"Jadi, apa itu PK?" Reza sekali lagi bertanya saat tangannya sudah terlepas dari pipi gadis itu.

Vanilla menelan ludahnya, ia tidak ingin menjawabnya, ia benar-benar takut, bagaimana kalau Reza mengamuk? tapi Vanilla lebih takut lagi kalau tidak menjawab, karena sekarang Reza sudah kembali menatapnya dengan tajam.

"Pe..penjahat" ucap Vanilla terbata.

Reza memperhatikan dan menunggu Vanilla menjawab dengan ekspresi tidak sabar. 

"Penjahat... kel-kelamin..." Vanilla berkata dengan sangat pelan lalu menundukan wajahnya, tidak berani melihat ekspresi Reza sekarang.

Hening cukup lama membuat Vanilla semakin khawatir.

Bagaimana ini?

Apa Reza akan mengamuk??

Tiba-tiba, Vanilla mendengar suara tawa. Vanilla mendongak dan melihat Reza yang tertawa dengan sangat geli.

"Bhahahaa.. penjahat kelamin??" tanya Reza cengengesan.

"I-iya.." jawab Vanilla ragu menatap Reza yang masih tertawa. Kenapa dia tertawa? Dia tidak marah aku menjulukinya seperti itu? batin Vanilla.

Sontak Vanilla tersenyum melihat Reza yang tertawa, perasaannya campur aduk antara takut dan juga geli.

Kalau dipikir-pikir julukan itu memang cukup menggelikan bukan?

Vanilla berhenti tersenyum saat Reza tiba-tiba menatapnya dengan tajam, tawa dan senyumnya sudah hilang.

Sekarang wajahnya berubah menjadi serius menatap Vanilla, dan membuat gadis itu kembali menelan ludahnya.

Reza tersenyum, senyuman miring nan mencurigakan yang selama ini ia tunjukkan pada Vanilla.

Reza mendekatkan wajahnya pada wajah Vanilla, membuat gadis itu sontak mundur hingga punggungnya benar-benar menempel di sandaran sofa.

Reza semakin mendekatkan wajahnya hingga mereka beradu tatap dengan sangat dekat. Vanilla bahkan bisa merasakan terpaan nafas Reza di wajahnya.

"Kamu menjuliki aku PK? apa itu panggilan sayangmu ke aku?" tanya Reza sambil tersenyum.

 Vanilla segera menggelengkan kepalanya dengan panik saat mendengarkan pertanyaan Reza, sementara Reza tersenyum melihat reaksi Vanilla.

Reza semakin mendekatkan wajahnya dan beralih ke arah samping. Mendekatkan bibirnya pada telinga gadis itu, lalu berbisik,

"Baiklah Vanilla, akan aku tunjukan padamu bagaimana seorang PK melakukan aksinya," bisik Reza pelan.

Vanilla tersentak. Ia melotot panik.

Gawat! ini benar-benar gawat! Habislah dirinya!

-bersambung

Forced Kiss (END)Where stories live. Discover now