BAB 18

56.7K 4.8K 138
                                    


Baju Reiga terlihat kebesaran di badannya dan ia bertanya-tanya apa celana yang ia kenakan adalah celana boxer karena celana ini hanya berhasil menutupi setengah paha-nya. Tapi, baju ini memang jelas lebih nyaman dari dress yang tadi ia kenakan. Nila kemudian membersihkan make-up nya dengan sabun cuci muka yang tadi dibelinya di mini market 24 jam, menggerai rambutnya dan menggosok gigi dengan sikat gigi yang diberikan Reiga.

Sekarang ia berada di apartemen Reiga, kamar mandi apartemennya lebih tepatnya, mengenakan baju Reiga karena ia tadi merasa tidak nyaman dengan dress-nya. Jantungnya berdegup kencang dan wajahnya memerah. Hari ini banyak sekali kejadian dan sekarang ia berada di apartemen Reiga dengan status sebagai kekasihnya.

Meski status barunya selalu membuatnya tersenyum, tapi apa yang ia pikirkan? Bagaimana mungkin ia bisa menyetujui untuk menginap di apartemen Reiga?

Eyang dan Mama-nya pasti langsung jantungan kalau tahu anak gadis-nya nginap di rumah seorang pria. Yah, meski mereka mengenal pria itu, sih. Lagipula, Reiga kan pria pilihan Eyang-nya, jadi mungkin mereka akan kaget, tapi terima-terima aja asalkan Nila tidak melakukan macam-macam. Iya, kan?

Nila menarik nafas panjang-panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia ingin mempercayai Reiga. Harus mempercayai Reiga!

Tapi, kalau ternyata Reiga...

Oke, luruskan pikiranmu, Nila. Luruskan pikiranmu, pikir Nila dengan menepuk-nepuk pipinya

Begitu keluar, ia memperhatikan kamar apartemen Reiga yang didominasi hitam dan putih, sama seperti toilet-nya. Reiga mungkin memang lebih menyukai warna-warna netral. Untuk ukuran pria, Reiga ternyata cukup rapih dan dia punya lemari baju yang cukup besar. Ada juga meja kerja yang di atasnya terletak laptop Macbook Air, bertumpuk dokumen dan buku-buku.

"Rei, aku boleh pinjam gantungan baju?" tanyanya, menghampiri Reiga yang sudah ganti baju dan sedang berada di ruang tengah. Namun, begitu Reiga berbalik dan melihatnya, Reiga terdiam, mematung bahkan, sampai-sampai Nila harus menjentikkan jari di depannya agar pria itu tersadar. "Kamu kenapa?" tanya Nila, berjalan mendekat.

"Aku salah, mestinya aku enggak biarin kamu pakai baju aku..." ucapnya datar, pandangannya tidak bisa lepas dari tubuh Nila yang terbungkus pakaiannya.

Rencananya malam ini hanyalah menghabiskan waktu bersama Nila, mengenalnya lebih dekat, mengobrol lebih banyak. Menebus waktu mereka yang hilang karena ia yang tidak bisa mengambil keputusan. Ia sudah memutuskan untuk tidak ada pikiran ke arah "sana". Ia ingin menjaga kepercayaan Nila karena sudah setuju untuk dibawa ke apartemennya. Jadi, ia tahu dengan sangat pasti bahwa ia harus mengendalikan diri.

Tetapi, melihat Nila mengenakan pakaiannya membuat pengendalian diri itu menjadi jauh lebih sulit daripada melihat dia mengenakan dress backless.

Reiga membantu Nila menggantung dress-nya dengan berhati-hati di dalam lemarinya, setelahnya ia duduk di samping Nila di sofa besar yang berada di ruang tengah. Jarak mereka begitu dekat dan Reiga bisa menghirup wangi dan merasakan aura hangat yang menguar dari tubuh Nila. Kemudian, ia merentangkan tangannya dan mengusap pipi Nila.

"Andai aku bisa lebih tegas sama perasaan aku sendiri, mungkin kamu enggak akan ditampar sama Sylvia. Maafin aku, Nil..." ucapnya.

"Tadinya aku malah mau bales nampar, sih. Untungnya enggak, ya. Hehehe..." cengir Nila. Kemudian ia menggenggam tangan Reiga yang ada di pipinya, "Kejadian itu justru membuat kalian berpikir ulang mengenai perasaan kalian satu sama lain, kan. That's the silver lining," ucap Nila dengan senyuman.

Mendengarnya jantung Reiga berdebar.

"Kamu buat malam ini enggak gampang untuk aku," ucapnya.

Mata Nila melebar mendengarnya dan ia tambah terkejut ketika Reiga memutar tubuh Nila dan menariknya ke dalam pelukannya. Punggung Nila menempel dengan dada Reiga hingga Nila bisa merasakan detak jantung pria itu yang begitu cepat. Kemudian perlahan Reiga membaringkan tubuh mereka di sofa. Tangan Reiga memeluk erat pinggang Nila dan menjalinkan jemari mereka. Nila bisa merasakan kecupan ringan yang diberikan Reiga di tengkuknya dan mendengar suara nafasnya yang berat. Seketika, jantung Nila berdetak lebih cepat dan rasanya ia tidak bisa bernafas.

Not A MatchWhere stories live. Discover now