BAB 11

40.8K 4.8K 179
                                    


Reiga sedang melihat langit-langit ruang kerjanya, memikirkan pertengkarannya dengan Sylvia yang cukup keras akhir pekan lalu ketika ia memberitahukan tentang perjodohan itu. She screamed, shouted, even slapped him. Hal-hal yang biasa Sylvia lakukan ketika mereka bertengkar. Dan, sebelum ia turun dari mobil, Sylvia berkata dengan keras, "The hell I will let you go, Rei! Kamu harus berjuang untuk aku!"

Dirinya kembali ke masa sekarang ketika terdengar suara ketukan pintu. Sekretarisnya memberitahukan bahwa tim Fantelco sudah datang untuk pengumuman hasil tender.

Mendengar kata Fantelco, Reiga tidak bisa tidak berharap untuk bertemu dengan Nila. Berkali-kali ia memeriksa penampilannya sebelum memasuki ruang meeting, berdeham, menyembunyikan kegugupannya. Begitu memasuki ruangan tersebut dan memberi saapaan selamat pagi, matanya kemudian langsung menyapu ruangan, mencari sosok yang memang ia niatkan untuk menemuinya. Tetapi sosok itu tidak ada dan tetap tidak ada bahkan setelah ia menunggu 15 menit karena mengira ia sedang di toilet.

Dengan perasaan kecewa yang ditahannya, Reiga mengumumkan hasil tender untuk proyek antara Fantelco dan Selcolindo ini. Fantelco dinyatakan memenangkan tender untuk proyek di Jawa dan Sumatera, sementara untuk Kalimantan dan Sulawesi diberikan kepada vendor lain. Ia mengatakan bahwa ia mengerti mungkin ada kekecewaan di Fantelco karena tidak mendapatkan keseluruhan proyek, tetapi ini sudah merupakan keputusan manajemen.

"Jadi, saya sangat berharap masing-masing pihak bisa melaksanakan proyek ini berdasarkan seluruh hal yang telah disepakati dan tanpa halangan sedikit-pun. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kerja sama-nya," ujar Reiga di hadapan para peserta meeting yang mengangguk-ngangguk. Ia lega karena senyum lebar menghiasi wajah mereka, kecuali satu orang, yang sangat ia kenal.

Ketika Reiga mengantar mereka sampai lobi di luar, ia punya kesempatan untuk mendekati pria yang dari tadi menatapnya dengan tidak ramah.

"Hai, Reiga," sapanya sambil tersenyum lebar ketika Reiga mendekat.

"Hai, Rudi. Tumben enggak sama Nila. Kemana dia?" tanya Reiga, merasa tidak perlu berbasa-basi menanyakan kabar dan sebagainya.

"Enggak tahu, ya. Mungkin, lagi enggak mau ketemu sama lo," jawab Rudi dingin, merasa tidak perlu beramah-tamah dengan pria plin-plan yang membuat cewek setangguh Nila menangis.

Jelas Reiga tidak suka dengan jawaban dan sikap Rudi, "Oh, ya?".

Rudi menghela nafas tidak sabar, "Dia tidak datang ke meeting karena masalah kontrak sudah selesai dan dia..." Rudi berhenti sejenak, mencoba memikirkan ucapan yang tepat untuk memberi tamparan menohok ke bapak Reiga yang terhormat ini. "Dia enggak mau ngeliat wajah brengsek lo!" desisnya pelan agar tidak menarik perhatian. Ia lalu tersenyum, menepuk-nepuk bahu Reiga dan kemudian berlalu pergi.

Sementara Reiga terpaku, ia tahu dengan sangat pasti kenapa Rudi memakinya dan ia tahu bahwa ia mestinya menerima lebih dari sekedar makian.

***

"Emmmhh... This Nutella Croisant is amazing as always!" senyum Nila mengembang lebar ketika mengunyah suapan Nutella Croisant di salah satu cafe sebuah mall selepas jam kantor.

"Yeah... And, you will get fat afterward," ucap Hani sambil mengaduk-ngaduk Iced Green Tea latte-nya.

"If you use your brain properly, you won't get fat," balas Nila santai. Ia bahkan tersenyum ketika menyeruput Nutella Blast-nya.

"Jadi maksud lo cewek yang takut gendut enggak pernah gunain otaknya?" tanya Hani sambil terkekeh.

"Exactly!" seru Nila, lalu mereka berdua tertawa terbahak-bahak.

Not A MatchWhere stories live. Discover now