BAB 4

44.9K 5.2K 202
                                    

Sosok Sylvia bahkan membuat Phil menahan nafasnya agar perutnya yang bahkan sama sekali tidak flabby itu terlihat lebih rata. Well, itu wajar karena Sylvia benar-benar menawan. Wajah lonjong yang dipulas dengan make-up ringan, rambut sebahunya terlihat sleek tanpa ada satu anak rambut-pun yang keluar. Ia mengenakan dress dan tas merek Diane Von Furstenberg serta sepatu bersol belakang merah. She surely looks older than Reiga, but her skin is flawless with no wrinkle, no blackheads, no eyebags. Kecantikannya bersinar terang dan terpancar karena kedewasaannya.

Is this woman even real? Nila membatin.

"Sorry, tadi saya ke toilet dulu..." ucapnya dengan senyuman. Bahkan suaranya terdengar seperti Putri Indonesia yang sedang memperkenalkan diri di depan juri. "Saya Sylvia Arthalita, senang bertemu kalian," ucapnya lembut sambil menjulurkan tangan kepada Nila.

Sempat terkesima dengan Sylvia, Nila akhirnya balas menjabat tangan itu setelah disenggol oleh Hani.

Setelah semuanya saling berkenalan dan memesan makanan, suasana mulai mencair, apalagi setelah makanan datang. Sehingga, rasa sungkan Hani mulai hilang untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, "Mba Sylvia, sudah lama sama Reiga?" tanya Hani.

Sylvia tersenyum dan menatap Reiga, ia kemudian mengaitkan jari-jarinya ke pria itu seolah-olah sedang menegaskan hubungan mereka. "It's about 2 and half year a go, I guess..."

Mendengar itu, Nila menyadari bahwa Reiga pernah bilang ia kembali ke Indonesia sekitar 2 tahun yang lalu, more or less. Mungkinkah mereka berdua bertemu di Boston dan ini berarti Reiga kembali ke Indonesia untuk... Nila merasa ada kelereng besar di tenggorokkannya... ia kembali ke Indonesia untuk Sylvia?

"Nila, temenin gue ke toilet sebentar..." pinta Hani dan Nila mengangguk dengan kaku. Setelah mereka sampai di toilet dan memastikan tidak ada orang, Hani mengomel, "Hold yourself together! I know she's perfect tapi sekarang bukan saatnya penyakit rendah diri lo kambuh!!"

"Hani, I'm holding myself together..." kelereng di tenggorokkanya kembali muncul ketika ia mengucapkan itu.

"You're such a terrible liar for this kind of thing..." balas Hani.

Nila menghelas nafas dan memutar bola matanya, "I'm fine and I'm hungry. Let's go back to our table and order something to fill this grumpy stomach!"

Setelahnya makan malam berjalan tanpa suasana canggung, entah karena mereka berhasil mengalihkan pikiran mereka ke makanan sepenuhnya atau karena Hani yang berhasil menahan dirinya untuk tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang random dam spektakuler. Nila yakin setelah makan malam ini Hani akan meledak karena rasa penasaran. Tetapi, saat dessert dihidangkan, pertanyaan itu justru datang dari Sylvia.

"By the way, Reiga belum cerita loh kenal kamu di mana..." ucapnya kepada Nila. "Dia cuma bilang rekan kerja, sih tapi kalian beda kantor, kan..."

Seketika es krim yang disendok Nila terjatuh kembali ke dalam gelas. Ia ternganga. Tidak tahu harus menjawab apa. Ia bisa saja menjawab jujur tentang perjodohannya dengan Reiga, tapi...

"Nila ini cucu temannya Opa aku dan kebetulan dia juga bekerja untuk salah satu vendor perusahaan aku. We had a little chat and thought that we should have this dinner together..." ucapnya tenang, senyuman di wajahnya mengembang tipis.

Hani kemudian memberi senggolan ke kaki Nila, yang seketika langsung mengerti maksud Hani. Barusan Reiga tidak memberitahukan mengenai acara perjodohan Nila dan dirinya ke Sylvia. Itu memang hal yang wajar, siapa tahu kan Sylvia tipe pencemburu posesif yang akan menerkam cewek lain yang mendekati Reiga. Cuma kelihatannya saja dia lembut seperti putri-putri Disney yang bisa bernyanyi sama tupai tapi sebenarnya dia culas seperti Ursula.

Not A MatchWhere stories live. Discover now