BAB 12

42.5K 5K 307
                                    

Ia melihat mobil Nila masih terparkir di halaman depan dan menghembuskan nafas Nila masih belum pulang ke Jakarta. Karena cewek-cewek ABG semalam, ia tidak sempat bicara lagi dengan Nila. Gadis itu terlalu sibuk bercengkrama dengan para tamu dan saudara-saudaranya. Terlihat jelas Nila menghindarinya. Ditambah, Opa-nya meminta pulang lebih awal kemarin malam.

Alhasil, dengan sekuat tenaga, Reiga berusaha untuk bangun pagi hari ini agar bisa berbicara dengan Nila sebelum ia pulang ke Jakarta.

"Permisi," ucapnya di depan pintu masuk. Tidak sampai semenit, Mama-nya Nila sudah keluar menyambutnya dengan senyuman secerah mentari pagi.

"Eh, Reiga! Selamat pagi! Masuk, masuk..." sapa Mamanya Nila dengan ramah. "Mau ketemu Nila, ya? Bentar, ya Tante lihat dulu dia sudah bangun atau belum. Duduk dulu, ya Reiga." Mama-nya Nila kemudian kembali masuk ke dalam.

Daripada duduk menunggu, ia lebih tertarik dengan sesuatu yang ia lihat sejak ia datang ke rumah ini pertama kali. Di rak-rak yang ada di ruang tamu terdapat beberapa foto keluarga yang dipajang. Ia memperhatikan foto itu satu persatu dan langsung merasa tertarik dengan foto seorang gadis kecil yang sedang tertawa lepas. Gadis kecil itu terlihat menggemaskan, ia memegang bola warna-warni dengan jari-jari gemuknya dan rambut bob-nya membuatnya terlihat tambah bulat. Ia kemudian beralih ke foto berikutnya, tampaknya gadis kecil itu sudah beranjak dewasa, mungkin sekitar umur 12 tahun dan mengikuti kompetisi balap lari, pipi chubby-nya terlihat lucu ketika ia berlari.

"Itu semua foto-nya Nila. Dia dulu lucu dan menggemaskan, kan!" seru Mama-nya Nila sambil meletakkan secangkir teh di atas meja. "Tante sempat sedih ketika ia kehilangan pipi chubby-nya yang menggemaskan itu. Sekarang pipinya tirus sekali," tambahnya sambil mengusap-ngusap pipi-nya sendiri.

"Gadis kecil ini Nila, Tante?" Reiga mencerna informasi yang baru diterimanya itu, jelas terdengar terkejut.

Mamanya Nila mengangguk, "Kamu bisa lihat sendiri, kan kalau Nila itu dulunya sangat gemuk. Bahkan dia selalu yang terbawah jika ada lomba lari di sekolahnya. Dulu dia suka pulang nangis-nangis, ditemenin sama Hani. Nila enggak mau cerita, jadi Hani yang cerita ke tante kalau dia dikatain macam-macam di sekolah. Sampai-sampai tante berpikir agar dia pindah sekolah saja. Cuma Eyang melarang, mengatakan pindah sekolah pun akan sama saja kalau Nila masih tetap cengeng," Pandangan Mama-nya Nila terlihat menerawang, mengingat masa-masa ketika Nila pergi ke sekolah dengan wajah tertekuk.

Kemudian ia melanjutkan, "Karena masa-masa itulah Nila menjadi sangat tidak percaya diri. Bahkan sampai dia langsing semampai seperti sekarang ini, dia masih menganggap dirinya gemuk. Makanya dia enggak pernah pacaran, Reiga. Dia merasa dirinya tidak seberharga itu untuk disukai oleh seseorang," ujar Mama-nya Nila panjang lebar. Ia kemudian melihat ke arah Reiga dan menepuk-nepuk lengannya, "Nila itu kelihatannya saja kuat, tetapi aslinya cengeng. Tante akan sangat senang jika ada lengan sekokoh ini untuk menopangnya."

Reiga terkesiap, ia bersiap ingin mengatakan sesuatu, tetapi Mamanya Nila mendahuluinya.

"Aduh, Tante malah cerita yang enggak-enggak. Diminum dulu teh-nya, ya. Tante coba bangunin Nila lagi, sepertinya ia tidur larut tadi malam." Dan, Mama-nya Nila kembali berjalan ke arah belakang rumah, suaranya yang membangunkan Nila masih bisa terdengar.

Reiga mengangkat salah satu foto Nila yang ada di lemari itu. Kali ini ia melihat foto Nila yang tersenyum simpul dengan mengenakan gaun berwarna merah marun, mungkin foto saat prom nite, pipinya masih chubby tapi badannya sudah mengecil. Seketika Reiga mengingat kejadian saat garden party di rumah sepupunya, ketika Nila dikatai-katai seorang pria dengan sebutan "gajah bengkak". Ternyata Nila mempunyai masa lalu seperti itu, masa lalu yang mungkin melukai hatinya sampai sekarang.

Not A MatchNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ