BAB 10

41.5K 4.6K 229
                                    

Jika mengetikkan "ways to move on" di mesin pencarian google, you can have thousand links until you don't know where to start. But, looks like Nila definitely knows she will start by taking as many work as she can. Sampai-sampai para koleganya harus menasihati Nila untuk mencari kehidupan dan jika ia mengambil pekerjaan lebih banyak dari ini maka ia bisa pergi pagi dan pulang pagi layaknya paralegal di firma hukum.

Untuk lebih memberikan dirinya efek bahagia, Nila pun lembur ditemani caramel blend dan caramel pancake yang ia pesan dari Galley lewat Go Food. Bahkan Angga sempat mengiriminya pesan agar jangan gila-gilaan masukin gula sebanyak itu ke tubuh.

Ia juga tidak menghiraukan semua pesan Reiga dengan tidak membacanya dan tidak mengangkat telepon dari cowok itu.

Sekitar seminggu yang lalu, setelah mereka berpapasan di lift, Reiga sempat mengiriminya pesan yang berisi, jika ia tidak salah tafsir, pembelaan atas bekas lipstick di ujung bibirnya. Reiga menulis, "Sorry about earlier." Isi pesan yang menurut Nila sangat tidak jelas hingga ia ingin melempar ponselnya, yang kemudian ia urungkan karena tahu betapa ia sangat menabung untuk membelinya secara cash.

Belum lagi Eyang dan Mama-nya yang penasaran dengan apa yang terjadi. Setelah menutup teleponnya dengan tiba-tiba, Nila menerima pesan dari Mama-nya keesokkan paginya yang berbunyi, "Ada apa sama kamu dan Reiga?"

Keesokkan harinya ia menelepon Mama-nya dan hanya menceritakan kalau ia punya masalah dengan Reiga, meskipun ia tidak memberitahukan rincian mengenai Sylvia. Mama-nya terdiam setelah ia menjelaskan dan masih terdiam ketika Nila memohon agar Mama-nya tidak memberitahukan Eyang-nya dulu mengenai masalah ini. Setelah jeda beberapa detik, Mama-nya hanya berkata, "Mama sayang kamu Nila. Kamu bisa datang ke sini ketika kamu siap." Pembicaraan itu-pun selesai dan tidak diungkit-ungkit lagi ketika Nila kembali menelepon Mama-nya beberapa hari yang lalu. Entah apa yang dikatakan Mama-nya kepada Eyang-nya, tapi ia begitu bersyukur mempunyai Mama yang pengertian.

Dan, ultimate step yang dia ambil untuk melupakan Reiga adalah dengan belanja sebanyak-banyaknya di toy exhibition akhir minggu ini yang sudah ia nantikan. Dari semenjak ia sudah punya gaji sendiri, Nila mengkoleksi mini action figure. Ia sudah punya beberapa set lengkap yang ia pajang di kamarnya di rumah Bandung.

Jadi, jam 9 pagi ia sudah memarkir mobilnya di depan rumah partner in crime-nya untuk hari ini, yaitu Rudi. Begitu ia memasuki rumah berkonsep minimalis itu, ia disambut oleh tawa Thalita, anaknya Rudi yang berumur hampir 4 tahun. Nila langsung memeluk gadis kecil yang menggemaskan itu.

"Dari semua temen gue yang mampir ke rumah, ajaibnya dia cuma inget sama lo, Nil," ujar seorang wanita berpipi chubby, yang tetap terlihat cantik meski hanya pakai kaos kedodoran dan celana pendek.

"Hai, Jeni!" seru Nila.

"Halo, Nila!" balas Jeni dan kemudian mereka bercipika-cipiki.

"Tante Nila ke sini mau main sama aku kan, ya?" tanya Thalita dengan suara kecilnya.

"Eits, hari ini tante Nila mau pergi main sama Papa. Kamu hari ini main sama Mama..." seru Rudi sambil menggendong gadis kecilnya itu.

"Bosen main sama Mama..." wajah Thalita terlihat tertekuk. Sementara para orang dewasa tertawa melihatnya.

Setelah mengobrol sebentar dan menenangkan Thalita yang agak sulky, akhirnya Rudi siap berangkat bersama Nila.

"Awasin dia ya, Nil... Jangan belanja kebanyakan... itu robot-robotan udah menuhin lemari," ujar Jeni.

"Sayang, udah berapa kali aku bilang itu namanya gunpla, bukan robot-robotan," ucap Rudi sesaat sebelum masuk mobil.

"Iya, iya..." Jeni terkekeh kemudian mencium pipi suaminya itu.

Not A MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang