BAB 1

89K 6.1K 227
                                    

"Marchesa? Lo pinjemin gue dress Marchesa hanya untuk acara perjodohan enggak penting ini?!?" tanya Nila kepada sahabatnya, Hani melalui ponsel yang ia pasang dalam mode speakerphone. Dipandanginya baju berwarna biru toska dengan lace dan rok taffeta yang terlihat sangat cantik itu.

Sahabatnya yang bernama Hani ini bekerja di majalah fashion ternama, jadi ketika Nila bilang Mama-nya akan melakukan acara perjodohan untuknya, Hani langsung menyodorkan gaun ini dan memasukkannya ke travel bag Nila tanpa basa-basi. Waktu itu Nila tidak terlalu peduli dengan gaun apa yang akan dipinjamkan Hani untuknya, jadi ia baru sadar akan memakai designer dress ketika ia mengeluarkannya dari travel bag.

"Nila Arandaya, you have to look lovely!" seru Hani di seberang telephone. "Ooo, and if this matchmaking works, laki gue bersedia untuk jadi fotographer kawinan gratisan!!" serunya riang.

"Phil also knows about this?!? Gue ngasih tahu elo bukan untuk disebar-sebarin!!" geram Nila sambil mencopot kemeja atasannya. Dengan cepat ia mengenakan gaun biru toska itu dan menarik rislitingnya. Ketika memeriksa tampilannya di kaca, ia tahu Hani akan selalu benar jika sudah mengenai pakaian. Gaun itu terlihat cantik dan berkibar di tubuhnya dan yang paling penting tidak membuatnya terlihat terlalu desperate.

"Pokoknya..." suara Hani memekik di telepon. "Di usia lo yang ke-27 ini lo harus mecahin rekor single-since-born lo itu! Jadi meskipun gue enggak di sana, lo harus janji ke gue untuk behave and be perfect!!"

"Iya, iya gue tahu," Nila memutar bola mata-nya. Ia kemudian duduk di meja rias untuk menata rambutnya yang kecokelatan alami dan memeriksa make-up yang tadi ia pulaskan sebelum memakai dress-nya.

"Dan, jangan iket rambut lo jadi ponytail atau cepol!! Gerai aja! Lo mau ketemu masa depan lo, bukan mau mandi!" seru Hani di telepon.

"Han, gue mau dandan kayak apa juga, dia enggak bakal naksir sama gue! Kecepetan kalau bilang dia masa depan gue!" seru Nila. Karena perkataan Hani, ia meletakkan ikat rambut lalu menggerai rambutnya dan mengoleskan produk pelembab rambut.

"Tuh, kan... Mulai, deh penyakit lo..." Hani memprotes.

Suara ketukan pintu yang tiba-tiba mengejutkannya, "Nila, itu rombongan keluarga Pratama sudah datang. Ayo cepetan dandannya..." sebuah suara lembut yang keibuan terdengar di telinganya.

"Oke, nyokap sudah memanggil. I got to go!"

"Good luck, love!"

"Thank you. I need it..." ringis Nila sambil dengan cepat memakai lipstick-nya. Ia kemudian berjalan menjauhi kaca dan memeriksa keseluruhan penampilannya. Ia merasa penampilannya tidak terlalu buruk. Yah, setidaknya ia tidak akan membuat Eyang dan Mama-nya malu di depan tamu mereka.

Perlahan Nila membuka pintu dan menjulurkan kepalanya ke luar. Ia melihat ke arah ruang tamu di mana Eyang dan Mama-nya duduk membelakanginya. Ia mencoba berjinjit agar bisa melihat rombongan keluarga Pratama, tetapi terhalangi oleh lemari pajangan yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah.

"Nah, itu dia Nila-nya sudah keluar. Ayo, Nila... Kesini, sayang..." panggil Mama-nya dengan suara ramah yang di telinga Nila terdengar dibuat-buat.

Perut Nila langsung bergejolak, bahkan waktu ia wawancara untuk pekerjaan-pun rasanya ia tidak merasa mual seperti ini. Yah, dia memang sudah 27 tahun and single-since-born alias belum pernah pacaran.

SINGLE. Seumur hidup. And, she's not even ready to mingle.

Terdengar putus asa?

Baiklah, orang-orang konservatif jelas berpikiran demikian, tetapi dia single yang bahagia dengan pekerjaan dan kehidupannya sebagai single, kok. Dia bisa jalan-jalan ke mana saja tanpa harus minta ijin ke siapa-siapa atau bisa tidur-tiduran santai setiap weekend tanpa harus memikirkan baju untuk kencan.

Not A MatchWhere stories live. Discover now