BAB 8

43.7K 4.8K 446
                                    

Rasa bersalah yang ia rasakan seminggu ini terasa semakin besar ketika ia menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah dengan pagar hijau. Sejak awal Reiga tidak mengerti kenapa ia malah mengajak Nila dan bukannya Sylvia ke acara keluarganya. Bahkan ia telah berbohong kepada Sylvia dengan mengatakan ia ada urusan pekerjaan hari ini. Padahal acara keluarga ini semestinya adalah kesempatan bagus untuk menyatakan kepada keluarganya bahwa ia serius dengan Sylvia.

Then, why on earth is he taking Nila instead of Sylvia?

"Tok... tok..." ketokan di jendela kaca mobilnya mengejutkan Reiga dari lamunannya. Begitu ia menengok ia melihat wajah Nila yang tersenyum tipis kepadanya. Cepat-cepat ia turun dari mobil dan menghampiri Nila yang saat itu mengenakan blus putih dengan rok flare berwarna cream. Rambutnya yang biasa ia gerai kali ini ia ikat ekor kuda, membuat wajahnya jadi terlihat lebih jelas. Melihatnya, Reiga terpaku.

"Ngapain pake turun mobil segala? Aku cuma minta dibukain kunci pintunya, kok," ucapnya dengan tawa kecil.

"I locked the door? Oh, ya... Maaf..." sambil berlari kecil Reiga kembali masuk ke mobil dan membuka kunci pintu samping. Ketika Reiga kembali keluar mobil untuk membukakan pintu untuk Nila, Nila sudah terlebih dahulu membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.

"Kamu kenapa malah keluar lagi?" tanya Nila yang bingung dengan tingkah laku Reiga.

Sambil menghirup dan menghela nafas panjang, Reiga kembali masuk ke dalam mobil. Tingkah anehnya ini pasti disponsori oleh rasa bersalah dan kebingungan yang berkecamuk di pikirannya. Ia tahu hal yang ia lakukan ini tidak benar, ia menyayangi Sylvia tapi ia menikmati, sangat menikmati malah, saat-saat kebersamaannya dengan Nila.

Mobil hybrid berwarna silver itu sedang melaju di daerah Darmawangsa ketika ponsel Nila tiba-tiba berbunyi. Nila menjawabnya, "Rudi, this is Saturday, jadi kalau ini soal pekerjaan gue langsung putus sambungan ini..." ucapnya jutek, namun dengan sedikit kekehan.

Mengetahui bahwa yang menelepon Nila adalah Rudi, rasa mengganggu yang bergejolak di perut Reiga kembali lagi. Ia membuka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan percakapan itu.

"Mau! Mau banget!" seru Nila tiba-tiba. "Hahaha... Oh, I love you, Rudi! I will give you a kiss on Monday!" serunya senang.

Telinga Reiga berdengung mendengar ucapan Nila kepada Rudi. Begitu Nila menyelesaikan hubungan teleponnya, ia langsung bertanya. "Barusan itu Rudi?"

"Iya. Dia akhirnya dapat tiket untuk toys exhibition gitu, deh. Aku udah lumayan nungguin toys exhibition ini soalnya," ucapnya senang.

"Sebenarnya hubungan kamu sama Rudi itu apa, sih?" tanya Reiga dengan nada tinggi secara tidak sadar.

"Teman," jawab Nila enteng dan singkat.

"You will give your friend a kiss?" tanya Reiga, merasa sangat terganggu dengan hal itu.

Mendengar pertanyaan Reiga, Nila malah tertawa, "Ya, enggaklah. Itu cuma ungkapan karena aku lagi senang!" jawabnya santai.

Jawaban itu membuat Reiga kembali rileks. Ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Tapi, ide bahwa Nila sangat dekat dengan cowok lain sungguh ia tidak sukai. Padahal ia sepenuhnya sadar bahwa ia tidak punya hak untuk merasakan hal seperti itu. Daripada memusingkan hubungan Nila dengan cowok lain, lebih baik ia memikirkan hubungannya dengan Sylvia yang pasti akan selesai jika kekasihnya itu tahu ia lebih memilih Nila untuk diajak ke acara keluarga.

Bukan Reiga saja yang memiliki masalah perasaan hari ini, tapi Nila juga demikian. Ia benar-benar merasa bersalah kepada Sylvia. Ia semestinya menolak ajakan Reiga ini karena ia tahu ini akan berpotensi mengganggu hubungan Reiga dengan Sylvia. Dan, ia bisa saja meralat pesan yang diketik Hani. Tapi, ia tidak melakukannya dan ia tahu itu salah. Namun, ini kesalahan yang ia rela lakukan demi menghabiskan waktu bersama Reiga, setidaknya untuk hari ini saja.

Not A MatchWhere stories live. Discover now