19. Masih Ingin Jadi Suami Kamu

1K 178 11
                                    

"Maura, anak itu rambutnya sengaja dibuat kayak gitu atau gimana?" tanya Chris saat salah satu acara adat dilangsungkan dalam gelaran Dieng Culture Festival.

Mereka berada di area Candi Arjuna sekarang. Mengambil spot terbaik untuk melihat ritual yang tidak ada di tempat lain selain Dieng. Kirab budaya, sekaligus pemotongan rambut gimbal oleh ketua adat.

"Itu namanya anak rambut gimbal, Chris. Itu alami, nggak dibuat-buat. Nah, sekarang mereka mau dicukur. Kalau kata penduduk di sini, anak rambut gimbal itu bisa membawa dua hal. Bala, atau malah berkah. Nah, biar berkahnya yang datang, mereka tolak bala dengan adain ritual ini. Nanti, mereka dicukur oleh ketua adat. Tuh, yang di sebelah sana."

Chris menoleh, mengikuti telunjuk Maura dan kembali bertanya, "Itu apaan, Maura? Sapi di depan anak-anak itu? Tapi yang di depan anak satunya malah kulkas, terus itu sepeda?"

"Itu barang-barang yang jadi keinginan anak rambut gimbal. Mereka mau dicukur asal keinginan mereka dituruti gitu, Chris. Kalau nggak dituruti terus dicukur, orang Dieng percaya bahwa itu akan membawa petaka."

Chris bertepuk tangan. Luar biasa kebudayaan Indonesia. Banyak rupa, banyak macam. Punya pesona dan esensinya masing-masing.

Mereka lantas menonton acara dengan antusias. Ini hari terakhir mereka di Dieng, karena setelah acara kirab budaya dan sendratari, pagelaran DCF resmi ditutup sore itu juga.

Chris mendapatkan banyak pengalaman hari itu. Berkat bantuan Pak Amim, Chris berkesempatan untuk mengobrol dengan petinggi adat. Juga bercengkerama sejenak dengan keluarga dari anak rambut gimbal yang hari ini ikut ritual.

Hingga akhirnya, sore hari pun tiba.

Chris memberi kejutan untuk Bu Aning dengan membelikan sebuah mesin cuci. Juga membagikan kenang-kenangan berupa jaket yang baru saja dibeli oleh Darma di Wonosobo untuk Anjar, Doni, dan anak-anak yang lainnya yang juga mau pulang ke Semarang naik motor.

Pengembaraan Chris dan Maura di Dieng berhasil dituntaskan dengan selamat meski harus berdrama demi sebuah tempat tinggal. Chris mengeluarkan banyak biaya untuk itu. Tapi balasannya setimpal, karena di Dieng, Chris mendapatkan banyak cinta dan keluarga.

Perpisahaan dengan keluarga Pak Amim sore itu berlangsung riuh. Pasalnya, Chris jatuh tidur saat berjalan mendekati mobil. Semua orang heboh, mengira Chris pingsan. Tapi begitu tubuh pemuda itu luruh membentur tanah, mata Chris nyatanya terbuka lebar. Malahan menoleh malu sambil meringis dan menggaruk tengkuk.

Narkolepsi sialan!

Maura sekarang duduk di belakang, di samping Chris. Antara ingin menjaga, juga merasa nyaman daripada di depan. Selang beberapa detik setelah melambaikan tangan dengan semangat menggebu kepada keluarga Pak Amim, Chris kembali tertidur.

Maura dan Darma hanya geleng kepala. Kasihan iya, merasa lucu juga iya.

Alhasil, keduanya diam-diam saja. Daripada dipaksa bersuara, tapi jatuhnya malah tertawa.

"Bangun dulu sebentar, Chris," lirih Maura sambil mengusap lengan Chris. "Jangan tidur begini, biar kacanya ditutup dulu. Bahaya!"

Memang, kepala Chris bersandar ke pintu yang kacanya terbuka. Tangan kirinya juga menjuntai ke luar mobil. Parah, lucu, dan bahaya di satu waktu.

Begitu Chris terbangun, dia segera menyingkir dengan lemah, membiarkan tubuh Maura condong di depannya demi menaikkan kaca mobil. Diam-diam Chris tersenyum. Lalu di sela rasa kantuknya yang begitu dahsyat, Chris berkata pelan, "Aku masih betah di Dieng loh sebenernya."

Maura menoleh, lalu mendapati Chris dengan mata sayu yang dipaksa terbuka lebar sedang menatap ke arahnya. "Nggak apa kita di Dieng aja, Chris. Tapi kita nggak jadi ke Kampung Naga."

"Jangan marah dulu! Tahu nggak alasannya kenapa?"

"Mana aku tahu."

Darma terkekeh sendiri di depan. Lalu tanpa permisi menyalip alasan dari Chris. "Karena di Dieng, Mas Chris bisa jadi suaminya Mbak Maura, kan?"

Maura melotot. Sementara Chris tersenyum lebar. "He-eh! Bener, Mas Darma. Aku masih ingin jadi suaminya Maura."

Lalu setelahnya, pemuda itu kembali menutup mata. Serangan tidur menyapa!

***Fair Unfair***

***Fair Unfair***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FAIR UNFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang