6. Bukan Playing Hard To Get

1.2K 203 29
                                    

Praska, kalau dia bilang mau jemput jam lima sore, ya artinya jam lima sore dia sudah datang di depan rumah. Maura kelewat paham dengan tabiat Praska. Entah sejak kapan, tapi Praska mulai berubah menjadi begitu strict dan sok disiplin saat memasuki usia 24.

Maura diam begitu saja sepanjang perjalanan menuju daerah Thamrin. Praska mengajaknya bertemu dengan seseorang di sana. Asumsinya, orang yang akan ia temui pasti tidak jauh-jauh dari komunitas Praska. Jadi, Maura berusaha santai saja. Hingga beberapa menit kemudian, mereka sampai di pelataran sebuah mal, memasuki area parkirnya, dan berbarengan keluar dari mobil tanpa berkata-kata.

Praska terlihat dingin. Maura jadi sungkan.

Bahkan saat berjalan menuju ke dalam mal, Praska terang-terangan berjalan tanpa menunggu kekasihnya. Kalau tidak bergandengan tangan, minimal berjalan bersisihan kek. Kalau seperti itu kondisinya, Maura jadi merasa jauh dengan Praska.

Hatinya bergejolak aneh. Ingin protes, tapi merasa tidak pantas.

Lalu, pada saat Praska berbelok menuju ke sebuah cafe, hati Maura terasa lebih bergejolak lagi saat melihat seseorang yang melambaikan tangan ke arah Praska.

Gadis itu, gadis yang kemarin Maura lihat, yang sedang dipeluk-peluk Praska. Maura mengepalkan tangan, berusaha menguatkan diri sendiri. Ketika kakinya selangkah maju dan semakin dekat, tampak terlihat jelas perbedaan antara dirinya dan gadis itu.

Hasil akhirnya, Praska memang wajar berbahagia dengan gadis sesempurna itu. Lihat saja apa yang kurang, nyaris tidak ada cela. Maura jadi keki sendiri. Dia terpaku di tempat. Praska bahkan maju melenggang tanpa sadar bahwa Maura berhenti di belakang sana.

"Lah, kamu ngapain berdiri di situ, Mol? Sini!" Praska kembali lagi, lalu menarik tangan Maura hingga gadis itu berdiri di depan Laula sekarang.

Ah, rasanya Maura ingin mengeluh saja. Begitu dekat seperti itu, semakin jelas perbedaannya. Bagai langit dan bumi. Maura berpakaian sporty sementara Laula cantik bak peri.

Pemuda mana yang tidak akan jatuh hati?

"Hai, Ra. Kenalin aku Laula. Temennya Praska." Laula tersenyum sambil mengulurkan tangan.

Dibalas dengan lesu oleh tangan Maura. Lalu ketika mereka mulai duduk dengan posisi Maura di samping Praska dan Laula di depan Praska, rasanya jadi semakin canggung.

Tatapan Praska terpaku kepada Laula. Sedikit pun dia tidak melirik ke arah Maura. Hingga ketika dua piring pasta dan dua gelas matcha dingin datang ke meja itu, Maura hanya bisa memainkannya tanpa berniat makan.

Seleranya kabur entah ke mana.

Perutnya kenyang oleh rasa cemburu yang membabi buta. Bahkan sekarang terasa kembung. Memicu mual dan sesak yang akut. Laula yang menyadari gelagat Maura segera mengirim kode kepada Praska lewat gerakan mata. Sayangnya, Praska telat menanggapi kode dari Laula dan malah asyik berbincang selama beberapa saat hingga akhirnya dia sadar bahwa sudah belasan menit ia habiskan tanpa mengajak bicara kekasihnya.

"Kenapa?" Maura menegakkan tubuh ketika sadar bahwa Praska dan Laula sama-sama sedang menatapnya. "Butuh privasi, ya? Ok, bentar, aku keluar aja, nyari toko buku."

Maura hendak berdiri tapi tangan Praska menghalangi. "Sorry, aku nggak maksud nyuekin kamu, Mol. Duduk aja, mau ada yang aku dan Laula omongin ke kamu."

Rasanya nyaris jantungan. Cemburu sialan, Maura sampai ingin mati berdiri saat itu juga. Tapi, dia terpaksa menurut. Duduk lagi, meneguk matcha-nya dan menatap Praska dengan penuh tanya.

"Ehm ehm!" Laula mencoba mendinginkan suasana. Dia tertawa garing sambil mengusap tangannya sendiri. "Gini, Maura. Kemarin tuh Praska sempet curhat sama aku masalah kamu sama kantor itu."

FAIR UNFAIRWhere stories live. Discover now