26. Chris, Aku Pulang Duluan!

2.5K 220 41
                                    

Nyaris dua minggu Chris belajar dan berjuang untuk mendapatkan sertifikasi sebagai diver pemula. Setelah melewati banyak fase. Mulai dari pelatihan secara teori dan tes di kolam renang—seperti berenang sejauh 200 meter tanpa alat bantu dan mengambang selama puluhan menit—akhirnya hari ini Chris akan menjalani ujian laut yang pertama.

Chris sudah berlatih merakit peralatan selam, membersihkan mask dari air, dan simulasi mengendalikan keadaan darurat. Chris juga jujur bahwa dia adalah pengidap narkolepsi, tapi dokter sudah memberinya izin untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Meski, ada banyak hal yang akhirnya dilakukan oleh tim dari sekolah diving Chris agar aktivitas air pemuda itu berjalan dengan lancar dan aman.

"Janji, ya. Jangan kenapa-kenapa," kata Maura saat membantu membawakan tas berisi bekal Chris ke dekat dermaga Pulau Pramuka.

Chris menoleh sambil tersenyum senang. "Iya, aku janji bakalan baik-baik aja. Kamu tenang aja, Maura. Cari tempat yang enak buat ngelanjutin naskah novel kamu, ok? Kalau bisa, begitu aku selesai diving nanti, novel kamu udah kelar."

"Haha. Ya kali bisa semudah itu ngetiknya." Maura terkekeh, lalu kembali menatap Chris yang sudah bersiap menaiki kapal.

Pemuda itu terlihat tampan dalam balutan wet suit dan juga tampak bahagia. Apalagi setelah membaur bersama peserta yang lain. Maura menghela napas. Ia ingin ikut sebenarnya, tapi Chris melarang dengan alasan sudah banyak orang yang menjaga.

Dalam perjalanan open water kali itu, sudah ada chief instructor, ada beberapa instructor, dive master, dan tiga helper.

Chris yakin dirinya aman bersama orang-orang itu. Mereka berpengalaman dan profesional. Selama mengikuti tes teori dan latihan di kolam renang pun, Chris merasa nyaman.

Sampai pada akhirnya, kapal kayu tradisional yang akan mengantar mereka menuju titik penyelaman mulai bergerak. Chris melambaikan tangan. Sementara Maura membalasnya sambil berdiri di ujung dermaga.

Begitu kapal mulai menjauh dan tidak terlihat, Maura menghela napas. Hatinya bergejolak tidak karuan. Mau mengetik rasanya juga malas. Kurang tenang saat Chris berada jauh dari jangkauan matanya.

"Hufh, udah kayak istri yang ditinggalin suaminya pergi berlayar aja nih aku." Maura bermonolog, lalu berbalik badan dan melangkah menuju homestay.

Bodohnya, Maura baru sadar bahwa laptopnya ketinggalan. Gadis itu membuang napas sambil memaki diri sendiri. Tapi saat melihat tas Chris di atas kasur, matanya membelalak bahagia. Kemarin Chris meng-copy draft novelnya, jadi mungkin dipinjam dulu sebentar untuk melanjutkan tidak akan jadi masalah.

Maura tersenyum. Mengambil laptop dan charger milik Chris, lalu keluar dari homestay. Mencari saung yang kondusif untuk memunculkan ide-ide.

Benar saja, tiga puluh menit kemudian, dia bahkan berhasil menuntaskan separuh ending novelnya. Luar biasa! Ini seperti hujan ide yang berhasil dia tampung dengan maksimal.

"Maura!"

Maura menoleh lalu matanya menyipit melihat seorang gadis seumurannya yang datang setengah berlari sambil tersenyum kegirangan. "Astaga! Ini beneran Maura!"

"Ih, Nilam!" Maura juga balas memekik sambil berdiri setelah meletakkan laptop Chris.

"Maura, apa kabar? Lama banget nggak contact-an. Mana udah nggak pernah order aku lagi coba."

Maura tersenyum. Mereka sekarang duduk bersama di saung. Menikmati alam Pulau Pramuka dan angin pantainya yang mendayu-dayu. "Aku baik, Lam. Udah nggak kerja lagi di kantor Pak Nyoman aku tuh. Makanya, nggak pernah minta bantuan kamu lagi buat guiding. Hehe."

FAIR UNFAIRحيث تعيش القصص. اكتشف الآن