1. Demi Planet Jupiter!

4.9K 272 53
                                    

"Saya nggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab sama tiket saya yang kamu batalin tanpa persetujuan dari saya!"

Maura melongo. Mimpi apa dia semalam sampai di siang bolong begitu mendapatkan customer gila yang memfitnahnya semena-mena. Inginnya sih melawan, Maura benci kalah soalnya. Tapi kalau melawan, nanti urusan makin panjang. Itu bahaya!

"Tapi, tadi Mas nggak bilang kalau tiket yang mau di-refund itu cuma atas nama Mrs. Kim Ha Min." Maura masih berusaha sabar. Dia staff ticketing, bala tentara terdepan di kantornya. Kalau dia marah, artinya kadar hospitality yang dia punya masih rendah.

"Nggak salah, tuh? Tadi tuh Mbak yang nggak fokus kerja! Saya udah bilang berkali-kali loh ya kalau yang di-refund itu cuma satu tiket! Kenapa sih, Mbak? Udah pengen cepet pulang? Iya?"

Demi seluruh sampah yang ada di dunia ini, rasanya Maura ingin sekali muntah di depan cowok itu. Jelas-jelas, cowok itu datang ke counter-nya. Terus menyerahkan tiket, bilang mau di-refund. Ditanya detil, dia main iya-iya saja sambil mainan handphone.

Sekarang begitu tiketnya sudah proses malah Maura yang dibilang tidak fokus?

"Mbak petugas tiket baru, ya? Nggak becus banget sih kerjanya!"

Cowok itu berdiri dari kursi di depan counter Maura lalu melanjutkan sumpah serapahnya sambil menunjuk-nunjuk. Rekan kerja Maura mulai mendekat, termasuk Pak Nyoman, manajer di kantor travel agent tempat Maura bekerja.

Maura dan cowok itu ditarik mundur, diajak masuk ke sebuah ruangan untuk menjelaskan pokok permasalahannya. Mulai dari Maura yang menceritakannya dengan gamblang.

Ada lima nama dalam satu tiket penerbangan domestik rute Jakarta ke Sorong dengan harga kelas ekonomi teratas. Mahal gila! Tapi bukan di situ masalahnya. Si cowok datang-datang cuma bilang refund, ditanya detilnya katanya mau di-refund semua. Orang-orang di tiket itu batal pergi karena suatu hal padahal sudah masuk ke tiga jam sebelum terbang.

Ketika sudah diproses dan tiket resmi di-cancel dengan perhitungan beberapa persen uang kembali, cowok itu tiba-tiba menerima telepon dan baru bilang kalau yang di-refund atas nama satu orang saja.

Bagaimana Maura tidak stres?

Cowok itu pun ikut bercerita. Memutar balikkan fakta tentunya. Versi dia, Maura yang tuli dan tidak teliti. Sudah dijelaskan tapi masih ngeyel katanya.

Maura menatap Pak Nyoman lalu menggelengkan kepalanya pelan. Berharap Pak Nyoman percaya.

"Denger ya, Pak. Gara-gara mbak ini nih, atasan saya jadi rugi bandar! Mereka nggak bisa check in di bandara karena tiketnya udah cancel. Tapi mereka harus tetep berangkat ke Sorong dan terpaksa beli tiket baru yang harganya udah di kelas eksekutif!" Cowok itu mendengkus dengan wajah merah padam. "Bayangin dong berapa kerugiannya! Pokoknya saya nggak mau tahu, mbak ini dan kantor Bapak harus tanggung jawab!"

Maura menundukkan kepala. Otaknya mulai menghitung angka kerugian yang mungkin saja akan dibebankan sepenuhnya kepada gadis malang seperti dirinya. Satu tiket yang baru mereka beli bisa berjumlah lima jutaan. Bisa lebih malah. Dikali empat orang, maka penaltinya bisa sampai dua puluh juta.

Mau dia menjual dengkulnya pun, Maura belum tentu bisa mendapatkan uang sebanyak puluhan juta saat itu juga.

Perundingan di ruangan itu pun terjadi secara alot selama kurang lebih 30 menit. Maura berusaha tabah. Orang baik memang gampang dizalimi, pikirnya.

"Dasar ticketing goblok!"

Kepala Maura terangkat, yang tadinya berusaha adem ayem kini tampaknya usaha buat jadi sabar akan gagal total. Maura berdiri lalu menunjuk wajah cowok itu dengan gahar. "Mulutnya dijaga ya, Mas! Mas berani ngatain saya goblok padahal apa yang udah terjadi tadi Mas juga pasti tahu sendiri! Hati Mas paling tahu kan siapa yang sebenernya goblok di antara kita?"

FAIR UNFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang