Chapter 33

1.7K 271 13
                                    

Siapa Viscount sebenarnya? 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siapa Viscount sebenarnya? 

Penjelasan dari Bunny membuat Eleven merasa tidak mengenal pria itu walau nyaris selama seminggu dia mengawalnya siang dan malam. Dia juga merasa terjebak dalam sebuah keadaan yang berbahaya, tanpa memiliki bantuan. Partnernya sudah meninggal dan kepolisian tidak bisa dipercaya. Satu-satunya jalan baginya adalah tetap maju dan memecahkan kasus ini, walau untuk saat ini Eleven bahkan tidak bisa menjamin bahwa dirinya bisa bertahan hidup.

Telapak tangannya mulai berkeringat dan dia menelan ludah. Kali ini dia benar-benar berada dalam bahaya.

Sepanjang perjalanan menuju selatan Dallar berlalu sunyi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sepanjang perjalanan menuju selatan Dallar berlalu sunyi. Eleven terlalu sibuk dengan pikiran-pikirannya, begitu pula dengan Bunny. Mereka sama-sama khawatir dengan keberadaan Vis. Sesekali Bunny menunjukkan arah layaknya layanan GPS. Belok kiri melewati pertokoan, terus hingga ke Hill St., lurus sejauh lima blok sebelum membelok ke arah barat. Pemandangan kota berganti ketika mereka berjalan menuju ke selatan.

Gedung-gedung pencakar langit tempat jantung bisnis kota Dallar bergeser menjadi apartemen-apartemen yang lebih rendah, berangsur menjadi makin tidak terawat seiring dengan kilometer yang mereka lalui. Eleven ingat persimpangan yang akan membawanya ke arah diskotik milik Moore. Penyergapan itu terasa begitu jauh dalam ingatan. Saat itu, Kelana masih bersamanya dan sama sekali tidak ada bayangan bagaimana kasus ini berkembang menjadi begitu luas.

Wilayah yang mereka lewati kini berupa bangunan-bangunan lama yang dirawat sekadarnya, tempat berbagai macam jenis usaha dijejalkan di sana. Jalanan dua jalur itu diapit oleh beberapa ruko bertingkat tempat orang menjual kebutuhan sehari-hari, toko bangunan, dan pasar buah. Hari baru menjelang sore sehingga lampu-lampu neon bertulisan nama bar dan diskotik masih mati, menyisakan tulisan warna-warni redup yang menyedihkan. Beberapa warga kulit hitam melintas. Sekali lihat, Eleven tahu kalau tidak semua dari mereka adalah warga negara yang taat. Dia bahkan mencurigai bahwa mereka membawa senjata ilegal di balik jaket jins. Sulit membayangkan Vis berjalan di antara mereka. Selama ini, pengusaha itu selalu dikelilingi oleh kemewahan. 

Bunny mengarahkan mobil sedan hitam standar kepolisian itu membelok ke arah jalan yang lebih sempit dengan daerah yang lebih sepi. Bangunan-bangunan makin jarang dan terbengkalai membuat Eleven merasakan kewaspadaannya meningkat. Mereka sudah masuk ke batas selatan kota Dallar, tempat yang dekat dengan pengolahan sampah kota. Dia dapat mencium bau busuk samar di udara, campuran tidak jelas antara kaos kaki lama, toilet tak pernah dicuci dan makanan basi.

[END] Eleven SpadeWhere stories live. Discover now