Chapter 9

3.1K 365 102
                                    

Camelia mengigit-gigit bibir bawahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Camelia mengigit-gigit bibir bawahnya. "Aku yang mengatur pertemuannya, hanya lima belas menit. Waktu itu, dia keluar dari ruang pertemuan dengan wajah menahan marah dan tidak membalas ketika aku mengucapkan selamat jalan. Tuan Spade memberi pesan, bila Tuan Moore menelpon lagi, langsung disambungkan dengannya."

Camelia menyelesaikan ceritanya dengan tangan gemetar, sementara sebuah senyum muncul di wajah Eleven. Akhirnya, dia menemukan titik terang dari kasus ini. Jika dugaannya tepat, Moore adalah perwakilan dari keluarga mafia yang menginginkan nyawa Spade.

 Jika dugaannya tepat, Moore adalah perwakilan dari keluarga mafia yang menginginkan nyawa Spade

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cari tahu tentang seseorang bernama Moore," titah Eleven begitu selesai menginterogasi Camelia.

"Moore?" tanya Kelana di ujung sambungan. Sepertinya dia sedang berada di kantor. Terdengar suara orang berbicara teredam dan suara kabinet terbuka tutup. Sesekali ada dering telepon menyahut.

"Aku tidak tahu nama depannya. Dia seorang berkulit hitam, berkepala botak dengan rahang kotak." Eleven menyebutkan ciri-ciri yang disebutkan Camelia. Dengan ujung matanya dia dapat melihat Spade sedang mememeluk Camelia dan mengecup bibir wanita itu. Jengah, Eleven memilih memutar badan ke arah tembok. "Dia adalah orang yang mengunjungi Spade dua minggu lalu dan memiliki hubungan dengan salah satu pelaku penembakan, si koki. Jika dugaanku tepat, dialah yang menyewa dua orang yang menyerang Spade tadi pagi."

"Menarik. Aku juga berani menjamin kalau Faraday dan Firlenn bukanlah nama sebenarnya dari kedua penyerang itu." Suara Kelana terdengar bersemangat. "Aku akan memberitahumu begitu ada petunjuk. Oh ya, hasil balistik dari peluru di tubuh escort sudah ada."

"Tapi?" tanya Eleven ketika menyadari nada suara Kelana yang turun.

"Tidak ada petunjuk," desah partnernya. "Rifling yang tersisa di peluru berasal dari senjata yang tidak dikenali. Dugaan Dr. Martinez benar, itu adalah senjata buatan khusus."

Eleven terdiam sejenak, berpikir.

"Penjahat yang memiliki senjata buatan sendiri, kasus ini makin rumit saja." Eleven mengacak rambut coklatnya. "Semoga saja Tuan Moore ini memberikan petunjuk."

[END] Eleven SpadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang