Chapter 11

2.6K 346 23
                                    

Baru saja mereka melintas lorong yang menghubungkan bar dengan kasino ketika telepon genggam milik Eleven berbunyi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Baru saja mereka melintas lorong yang menghubungkan bar dengan kasino ketika telepon genggam milik Eleven berbunyi. Dia melihat nama yang tercantum di sana, Kelana.

"Ya?" tanya Eleven sambil terus mengamati sekeliling. Spade dan pasangannya asik tertawa di belakangnya.

"Aku menemukan Tuan Moore."

Mata Eleven langsung terbelalak kaget.

"Jelaskan, Kelana," desak Eleven sambil terus berjalan, kembali ke lantai kasino

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jelaskan, Kelana," desak Eleven sambil terus berjalan, kembali ke lantai kasino. Dia tetap mengamati siapa pun yang datang mendekat ke arah Spade dan pasangan.

"Well, aku hanya menemukan identitas dirinya, bukan orangnya secara langsung." Kelana meralat perkataannya, menyadari bahwa Eleven kelewat bersemangat. "Setelah seharian meneror bagian forensik digital dan membongkar file kasus lama, aku berhasil mendapatkan berkasnya."

Eleven diam dan menunggu partnernya melanjutkan. Spade berbelok ke arah kiri, menuju lantai bermain poker, menyapa beberapa pemain langganan dengan bersalaman. Mereka terlibat percakapan basa-basi.

"Dugaanmu benar, James Dawyn Moore memiliki koneksi dengan keluarga mafia Lucchese yang menguasai daerah selatan Dallar. Dia memiliki catatan kriminal tapi tidak pernah dinyatakan bersalah. Saksi yang memberatkannya selalu mengalami kecelakaan atau menolak tampil di pengadilan."

Genggaman tangan Eleven pada telepon selularnya mengerat. Dia mati-matian menahan ekspresi wajahnya agar tetap wajar dan tidak menarik perhatian, walau sebenarnya dia sangat ingin keluar dari tempat itu dan memburu Moore. "Apa lagi yang kau tahu, Kelana?"

"Sementara ini hanya itu. Aku belum sempat memeriksa seluruh berkasnya dan aku berencana ke tempat tinggalnya untuk menginterogasi. Kau selalu mendapat laporan pertama." Ada nada lelah yang tertangkap di suara pria itu. "Akan kuhubungi lagi bila ada perkembangan. Sementara itu, balistik dari peluru koki dan pelayan palsu itu sudah ada. Keduanya identik dengan balistik dari penyerangan semalam. Senjata buatan khusus, tidak ada data di kepolisian."

Eleven tidak bisa mengeluarkan catatan kecilnya dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Sebenarnya catatan itu hanya kebiasaan agar dia bisa lebih mudah berpikir. Eleven bisa mengingat detil-detilnya tanpa masalah.

[END] Eleven SpadeWhere stories live. Discover now