Chapter 15 | Bitter

399 74 8
                                    

author

Setelah pertengkarannya dengan Tuan Kim, Min Seok kini menjadi lebih dingin. Tatapan matanya tampak marah dan tubuhnya terasa dingin. Kini ia kembali seperti dulu, menjadi Min Seok yang dingin hati dan kejam. Sekarang hidupnya terasa seperti kembali ke tahun-tahun sebelumnya.

Min Seok mulai melakukan rutinitasnya yang dulu sebelum ia bertemu dengan Eun Ji. Pagi-pagi ia akan bangun, mandi, dan berangkat ke kantor. Sekretarisnya akan membawakannya Ice Americano dari Starbucks. Kemudian ia akan mulai berkutat dengan berkas-berkas dan komputernya. Hidupnya terasa pahit dan hambar seperti americano yang ia minum setiap paginya.

Basically, he's living his old life now.

Min Seok mengistirahatkan badannya dengan tiduran di atas sofa. Pandangannya kosong menatapi langit-langit ruang kerjanya. Tangannya memijiti pelipisnya yang terasa nyeri. Seluruh tubunya terasa sangat lemas dan capek. Tiba-tiba handphone nya berbunyi.

"Kim Min Seok..." kata Min Seok lemas.

"Min Seok, ini aku," kata suara di seberang sana.

Min Seok tampak termenung sebentar sampai matanya tiba-tiba membelalak. Ia bangun dari tidurnya kemudian ia menatap handphone nya tak percaya.

"Eun Ji-ya... Aku..."

"Tidak usah banyak bicara. Sekarang aku sedang ada di bandara, penerbanganku sebentar lagi."

"Hah? Kamu mau kemana?"

"Aku pindah ke Singapura untuk bekerja bersama dengan temanku disana."

"Apa?! Kamu tidak..."

"Selamat tinggal."

Telepon pun ditutup.

Min Seok memanggil Eun Ji berkali-kali tapi tentu saja ia tidak akan membalasnya. Kenyataan bahwa telepon itu sudah diputus membuat Min Seok menjadi panik. Ia tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Ia keluar dari kantornya tanpa sempat membawa apapun. Sekretarisnya sempat menahannya namun terlambat. Min Seok sudah berlari lebih dulu ke bawah.

Sesampainya di bawah, ia menyuruh supirnya untuk mengantarnya ke bandara. Entah apakah akan tersusul atau tidak, tapi Min Seok ingin melihat Eun Ji. Ia ingin minta maaf atas kelakuannya selama ini. 

Setelah lamanya perjalanan, akhirnya Min Seok tiba di bandara. Ia segera mencari informasi tentang penerbangan ke Singapura. Tak lama ia mendapati bahwa dalam 10 menit, pintu masuknya akan segera ditutup. Min Seok berlari sekencang yang ia bisa sampai ia sampai di depan gate

Matanya terbelalak melihat Eun Ji yang kesusahan membawa tasnya. Tanpa disuruh, kakinya bergerak cepat dan membantu Eun Ji. 

"Min Seok-ah..." kata Eun Ji terkejut.

"Biar kubantu..." kata Min Seok sambil membawakan tas Eun Ji.

Eun Ji dengan cepat menyambar tas tersebut. "Kenapa kamu susul aku? Padahal susah payah aku berusaha untuk tidak bertemu denganmu sebelum keberangkatanku. Dan sekarang kamu malah muncul di depan mataku. Dasar tolol."

Eun Ji menyerahkan tiketnya kepada pramugari yang berdiri di depannya. Pramugari itu pun menyuruh Eun Ji agar segera masuk karena pintu akan segera ditutup. Eun Ji mengangguk. Badannya dengan cepat berjalan memasuki pesawat.

"Jung Eun Ji!" teriak Min Seok.

Eun Ji menengok. "Apa lagi mau mu?"

"Tolong, jangan pergi."

"Selamat tinggal, Kim Min Seok. Aku akan selalu mendoakanmu dan Ha Rang."

Eun Ji berjalan memasuki pesawat. Dan tepat saat itu juga pintu ditutup.

Lutut Min Seok terasa lemas. Kini ia berlutut di depan pintu tersebut. Tangannya menutupi mukanya yang kini basah oleh air mata. Ia berteriak sekencang mungkin, berharap rasa sakitnya terlepaskan. Namun percuma saja. Rasa sakit itu tetap tumbuh kembali, menyakiti hatinya. Tangannya memegangi dadanya. Dadanya terasa sangat sakit, terlebih lagi dengan tulang rusuknya yang masih dalam pemulihan.

Ia menangis.

Ia sakit.

Ia sedih.

Ia marah.

Ia tak tahu harus berbuat apa.

Dalam kasus ini, kedua belah pihak memang bersalah. Tapi, apa daya jika Min Seok adalah satu-satunya yang merasa sangat bersalah dan sakit hati? Ia tidak bisa menyangkalnya. Walaupun Eun Ji lebih bersalah, tapi ia juga mengakui bahwa dirinya juga bersalah. Kesalahannya yang membuat Eun Ji meninggalkannya.

Kini ia kembali pada kehidupannya yang dulu

Dingin dan penuh penderitaan.

--

in the airplane...

Eun Ji duduk di kursinya. Kebetulan sekali ia mendapatkan tempat duduk di sebelah jendela. Walaupun orang-orang di sekitarnya berisik, namun ia tidak menghiraukannya. Matanya menatap lurus keluar jendela. Ketika pesawatnya take off, Eun Ji sempat menitikkan air mata.

Perasaannya campur aduk. Ia senang karena ia mendapatkan pekerjaan baru dengan teman dekatnya di Singapura. Ia sedih karena harus meninggalkan anaknya di Korea tinggal bersama orang tua Min Seok.

Tanpa sadar, matanya terus-terusan mengeluarkan air mata. Ia mengambil sapu tangannya dan mulai mengusap air matanya. Betapa menyedihkannya dia di pesawat.

Sendirian.

Tersakiti.

Kehilangan.

Orang-orang yang melihatnya jadi kebingungan. Beberapa dari mereka menanyakan apa yang terjadi namun Eun Ji tentu saja tidak cerita. Dan ia hanya menyatakan satu kalimat.

"I'm fine. I'm okay. It's just that I just lost someone that I loved the most."

Faktanya memang benar.

Ia baru saja kehilangan orang yang ia pernah cintai dengan sepenuh hatinya. Seseorang yang pernah membuatnya bahagia. Seseorang yang pernah memberikannya cinta yang tulus. Seseorang yang sangat ia butuhkan.

Kim Min Seok.

--

Halo, sejujurnya saya bingung gimana ini diberesinnya. Kalau ada yang punya ide atau apapun, boleh message saya kok. Nanti saya kasih credit ide ceritanya. Makasih loh! Jangan lupa vote, comment, dan share ya!

xo, Xiumin's lover <3

The Marriage, Kim Min Seok✔️Where stories live. Discover now