30

307 9 0
                                    

Jangan lupa vote ya :)

Ayana terlalu polos untuk membaca apa yang akan Darya lakukan padanya. Namanya kian melejit saat keesokan pagi setelah dia diwawancara oleh Darya karena cowok itu memasukkan dirinya sebagai kandidat calon ketua OSIS.

Sebelum bel jam pertama berbunyi, Ayana mencari Darya di kelasnya tetapi hasilnya nihil. Darya tidak ada disana. Nayapun demikian. Menurut informasi, OSIS yang akan demisioner tengah mempersiapkan pencalonan OSIS dan debat yang akan diikuti oleh kandidat Calon Ketua OSIS.

Koridor sekolah yang biasanya Ayana lewati dengan santai dan cepat, kini terasa deg-degan dan lambat. Sekaan koridor sekolah rutenya tambah jauh.

Ayana harus segera sampai di ruang OSIS sebelum bel jam pertama berbunyi. Ia harus membatalkan pencalonan dirinya sebagai Calon Ketua OSIS.

Tetapi dewi fortuna tidak berpihak padanya. Bel jam pertama berbunyi—yang membuatnya harus masuk ke kelas.

Saat dirinya masuk ke dalam kelas, semua teman-teman menoleh padanya. Ayana tetap berjalan hingga ke tempat duduknya dan mendapati Rani dengan wajah masam.

Saat Ayana akan bertanya pada Rani, guru mata pelajaran jam pertama datang.

Pelajaran jam pertama hingga kedua dilewati Ayana dengan tidak fokus. Rani tidak mengubrisnya. Dan materi pelajaran tidak satupun Ayana mengerti.

Hingga pelajaran jam ketiga dan keempat sebuah panggilan dari speaker sekolah memanggil Ayana.

Setelah mendapat ijin dari guru yang sedang mengajar, Ayana keluar dari kelas menuju ruang OSIS.

Dengan langkah tergesa, Ayana berjalan melewati setiap kelas.

Tidak sampai lima menit, dirinya sampai di depan ruang OSIS.

Ayana mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. Disana, sudah ada pengurus inti OSIS beserta pembina dan kepala sekolah. Juga ada tiga kakak kelasnya yang sepertinya mencalonkan sebagai ketua OSIS.

Semua mata tertuju padanya saat Ayana masuk ke dalam ruangan itu. Ayana sedikit terkejut saat suhu dingin langsung menembus kulitnya. Seketika keringat yang bersiap akan jatuh sedari tadi lenyap.

Ayana menarik kursi yang satu-satunya kosong di ruangan itu. Dia duduk tepat disamping Darya dan di depan Naya.
Posisi duduk mereka melingkar, sehingga semuanya dapat melihat satu sama lain.

"Kayana Narayani,"

Ayana mengangkat wajahnya saat namanya disebut oleh pembina OSIS.

"Kamu calon ketua OSIS termuda sepanjang sejarah. Sebelumnya, tidak ada kelas sepuluh yang berani mencalonkan diri sebagai ketua OSIS."

"Tapi saya ndak mencalonkan diri, Pak."

"Lalu?" pembina OSIS memperlihatkan beberapa lembar kertas. "Darya yang mengatakan kalau kamu ingin mencalonkan diri."

Kedua mata Ayana membulat ketika mendengar apa yang pembina OSIS katakan. Dia menoleh ke arah Darya meminta jawaban.

"Saya mohon maaf. Sepertinya ada kesalahpahaman disini. Tapi saya tidak pernah mengatakan jika saya ingin mencalonkan sebagai ketua OSIS." jelas Ayana tidak terima atas perkataan pembina OSIS. "Kemarin siang Kak Darya membawa saya kemari. Dia memberikan saya beberapa pertanyaan yang saya kira digunakan untuk membuat laporan."

"Darya, atas dasar apa kamu mengatakan seperti itu? Apa yang membuat kamu yakin jika Kayana mampu menjadi pengganti kamu?" kini Kepala Sekolah bertanya pada Darya. Dia merasa Darya telah membohonginya.

Suasana mendadak menjadi sedikit tegang. Semua diam menatap kearah Darya.

"Sebelummya saya minta maaf. Kenapa saya mencalonkan Ayana sebagai ketua OSIS karena saya rasa dia bisa menjadi pengganti saya. Saya melihat dia memiliki keberanian dan sosok pemimpin ada dalam diri dia. Seperti kasus tempo hari, dimana Ayana berhasil membubarkan tawuran yang melibatkan siswa SMA dan SMK Lentera." ujar Darya panjang lebar. 

"Kamu hanya bercermin dari kasus tempo hari?" kini pembina OSIS kembali bertanya. "Apa kamu tau betul bagaimana attitude adik kelas kamu ini? Apa dia pantas menjadi role model untuk teman dan kakak kelasnya nanti?"

• Satu SMA •

Setelah rapat usai, Ayana tidak langsung keluar dari ruang OSIS. Dia menunggu penjelasan Darya karena dia tidak suka dengan apa yang cowok itu lakukan padanya.

Kini di ruangan itu hanya ada Ayana, Darya dan Naya. Naya tetap di tempat duduknya tadi. Dia ingin mendengar penjelasan adiknya dan Darya. Naya sangat terkejut saat temannya memberitahu bahwa Ayana mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.

"Lu apain ade gw sih?" tanya Naya dengan nada sebal pada Darya.

Darya berdecak, "gw mulu yang salah. Heran."

"Lah, kan emang kak Darya yang salah." sahut Ayana. "Kakak ngapain sih, masukin aku jadi calon ketua OSIS? Emang gak ada orang lain apa?"

Tidak sampai dua menit, mata Ayana sudah memerah menahan tangis. Dia cukup lelah dengan apa yang barusan terjadi. Darya sudah menjatuhkan citranya di depan Kepala Sekolah, pembina OSIS dan kakak kelasnya.

Darya seharusnya bertanya terlebih dahulu padanya. Bukan malah seperti ini. Ayana tidak ingin mereka semua menganggap Ayana buruk dan ingin terkenal lewat pencalonannya sebagai ketua OSIS.
Ayana sudah cukup dibully dan dicap sebagai pahlawan kesiangan saat tawuran beberapa hari yang lalu. Ayana hanya ingin menjalani kehidupan kelas satu SMAnya dengan baik dan membuat guru dan teman-temannya bangga.

Isakan tangis Ayana kian terdengar, air matanya sudah menganak sungai di pipinya.

Naya berdecak melihat Ayana yang menangis. Dia bisa merasakan apa yang adiknya rasakan. She dont deserve that

"Kalau sampe besok lu ga nyelesain masalah ini, jangan harap lu gw maafin." kata Naya sebelum beranjak dari duduknya. Naya membawa Ayana keluar dari ruang OSIS.

Terima kasih sudah membaca bagian ini :)
Saya sangat senang apabila kalian menambahkan vote dan komentar :)
Maaf jika saya jarang update


Satu SMAWhere stories live. Discover now