14

630 21 2
                                    

WARNING! TYPO BERTEBARAN!!


Ayana bangun dari tidur ayamnya karena seseorang mengetuk pintu kamarnya secara kasar. Ayana segera bangun dari tempat tidur dan membuka pintu yang sebelumnya dikunci.

"Kenapa?" tanya ketus pada Aditya. Cowo bertubuh jangkung itu cengegesan dan membuat Ayana kesal setengah mati karena sudah mengganggunya tidur siang. "Dalam hitungan lima detik masih diem aku tinggal."  Ayana langsung menutup pintu kamarnya tanpa berhitung tetapi suara teriakan Aditya membuat dirinya membuka pintu lagi. "Kenapa lagi sih?!"

Aditya meringis kesakitan sambil mengibas-ngibaskan telapak tangan kirinya. "Jari gue kejepit pintu, oneng!"

Ayana berdecak. "Siapa suruh bangunin orang tidur." Ia mengambil tangan kiri Aditya lalu memeriksanya. "Enggak apa-apa ini mah... cuma memar dikit."

"Cuman memar dikit kata lo?!" Aditya menaikkan satu oktaf suaranya. "Trus gue ke tempat kerja, nganterin Zivanya, pake satu tangan?"

"Yalord..." Ayana memutar kedua matanya malas, "jangan manja deh kak. Udah, sebenernya mau ngapain sih?"

"Oh itu," Aditya menghela napasnya. "Di panggil mama tuh," Aditya mengarahkan dagunya ke lantai bawah. Lalu Aditya berlalu dan menuju kamarnya sendiri.

Ayana segera turun ke lantai bawah dan mencari Dinda. "Mama... mama... mama dimana?" teriak Ayana mencari keberadaan Dinda.

"Di belakang dek," balas Dinda berteriak juga.

Ayana menuju taman belakang rumahnya, dan menemukan Dinda disana. Ayana langsung duduk di space kosong samping Dinda.

"Ada apa mah?"

"Kata bu Rahma, kamu dianter sama temen lagi?" Dinda meletakkan tablet yang ia bawa lalu menatap Ayana.

Ayana mengangguk meng-iyakan pertanyaan Dinda.

"Iya. Memangnya kenapa."

"Kamu masih mau keukeuh buat gak bawa kendaraan kesekolah? Maksud mama, biar kamu enggak nunggu Naya atau nebeng sama temen kamu lagi. Kasihan sama kamunya, udah nunggu Naya berjam-jam eh pulangnya bukan sama Naya."

Ayana menghela napasnya. "Mama sayang, mama tahu 'kan kalau peraturan jalan raya, sebelum berumur tujuh belas tahun belum boleh mengendarai kendaraan bermotor?" Dinda mengangguk pelan. "So... Aku gak mau dibilang anak bandel karena gak pernah dengerin tata tertib jalan raya. Dan... kasihan loh ma, masa setiap enam bulan sekali, entah dari kepolisian, dinas perhubungan atau lain sebagainya mensosialisasikan tentang larangan mengendarai kendaraan bermotor sebelum berumur tujuh belas tahun tapi tetap kita langgar? Ntar dikira budek lagi." kata Ayana panjang lebar berdasarkan fakta selama ini bahwa memang rutin dilaksanakan sosialisasi tentang larangan mengendarai kendaraan bermotor sebelum umur tujuh belas tahun.

"Mingkem kalik ma," Ayana tersenyum geli saat melihat Dinda menganga saat ia berkata panjang lebar seperti tadi.

Dinda segera menutup mulutnya dan menjewer pelan telinga Ayana.

"Iya, ma... iya, ma, ampun," Ayana meringis.

• Satu SMA •

Setelah makan malam, Rani bersama double D memutuskan untuk menonton TV bersama di ruang keluarga. Rani yang memaksa sebenarnya.

Satu SMAWhere stories live. Discover now