21

551 28 2
                                    

WARNING! TYPO BERTEBARAN!

"Iya bu, siap." Daren mengiyakan permintaan Bu Dina untuk mewakili sekolah dalam Lomba Bahasa Jepang di salah satu Universitas. Tanpa memudarkan senyum, Daren bersalaman dengan semua guru yang lewat di hadapannya.

Daren menghentikan langkahnya di depan ruang OSIS, karena pintu ruangan yang selalu tertutup itu terbuka. Siapa yang lalai membuka ruangan yang banyak tersimpan berkas penting. Daren melihat sekelilingnya, tidak ada orang yang berlalu-lalang dan mencurigakan. Dengan pelan ia berjalan. Kedua matanya melebar ketika melihat Naya bersama dengan Juan di dalam ruangan itu. Dari celah pintu yang terbuka Daren bisa melihat mereka sedang apa. Naya duduk di samping Juan yang menyuapinya makanan. Sesekali Juan juga ikut makan.

"Jadi gini, kelakuan wakil ketos saat ketuanya gak ada?" Daren akhirnya masuk ke dalam ruangan dan membuat Naya dan Juan kaget. "Gue heran, kenapa kakak gue suka sama cewe macem lo. Apasih yang kurang dari Darya?! Dia itu udah ngasih segalanya buat lo! Tapi... tapi lo cuman ngasih dia harapan! BULLSHIT!"

"Dan lo..." Daren menunjuk Juan. "Lo cuma cowo rendahan yang mau di jadiin pelarian sama cewe jalang macem dia."

Tak terima Ayana di sebut jalang oleh Daren, Juan menarik kerah kemeja Daren.

"Maksud lo apa?!"

Tanpa menunggu jawaban Daren, Juan meninju Daren hingga Daren tersungkur keluar dari ruang OSIS.

Beberapa anak yang sedang berlalu-lalang datang berkerumun, mengerubungi Daren dan Juan. Mereka saling baku hantam tanpa ada yang melerai. Termasuk Naya. Gadis itu diam mematung, tanpa ada niat sedikitpun untuk melerai atau memanggil guru piket.

• Satu SMA •

Rani bangun dari tidur ayamnya karena semua orang di kelas berlari keluar. Sepertinya ada yang berkelahi dan itu pasti akan menjadi tontonan gratis bagi para siswa.

"Rani! Kakak lo, berantem!" seru Fina dari luar kelas.

Seketika, Rani juga ikut keluar kelas dan langsung memanggil guru piket. Rani sudah tertinggal jauh di belakang karena guru piket sudah berlari mendahuluinya.

"Ribet banget seh make sepatu teplek," gerutunya kesal karena sepatu yang ia pakai licin ketika di pakai berlari. Akhirnya, Rani memilih untuk melepas sepatunya dan berlari dengan menggunakan kaos kaki saja.

Ketika Rani sampai tempat itu sudah sepi.

"Kak, yang berantem kemana?" tanya Rani pada seorang kakak kelas yang sepertinya menonton tadi.

"Ke ruang BK," jawabnya lalu Rani bergegas kesana.

Rani berdecak sebal karena pintu ruang BK tertutup. Tetapi ia bisa mendengar suara orang yang sedang beradu argumen dari dalam sana. Seketika, idenya pun muncul.

"Permisi..." Rani membuka pintu ruang BK dan membuat orang yang ada disana menoleh. "Saya anak PMR, di tugaskan oleh Bu Rahma mengobati luka yang tadi berantem." katanya sambil membawa peralatan P3K.

Rani duduk di samping Daren yang masih menatap Juan dengan penuh kebencian. Rani mulai mengelapkan kapas yang sudah di beri alkohol untuk membersihkan luka pada sudut bibir, dan tulang pipi Daren.

Sesekali Daren mengumpat karena Rani menekan lukanya terlalu dalam. Terakhir, Rani menempelkan plester pada luka yang berada di tulang pipi Daren.

"Ngapain berantem seh? Gak sayang muka lu ya?" untuk pertama kalinya, Rani memanggil Daren dengan sebutan 'lu' bukan 'kamu' atau 'kak'. Rani dan Daren baru saja duduk di meja kantin dan Rani langsung memarahi Daren.

Daren berdecak kesal, ia mengambil kipas portable yang Rani bawa dan meletakkannya di hadapannya.

"Jangan ngomel dulu. Pesenin gue makan kek, laper nih." Daren memencet tombol pada kipas itu agar kecepatannya bertambah.

Rani beranjak dari duduknya lalu memesankan makanan. "Ibu, nasi bungkusnya dua, air botolnya dua, mie ayam satu bu ya... Sekalian, nasinya tolong di bawain."

"Makasih bu," ucap Daren pada Ibu kantin.

"Jadi kenapa kak Daren bisa berantem?" tanya Rani seusai mie ayamnya habis.

"Naya pacaran sama Juan," sahut Daren pelan. "Dia mainin perasaannya Darya, ya gitu deh intinya."

"Tapi gak usah ada berantem kalik, childish banget." Rani mencemooh. Lalu ia beranjak dan berjalan meninggalkan Daren. "Sekalian bayarin ya, kak!" teriak Rani dari ujung kantin, meminta Daren membayar makanannya.

• Satu SMA •

Beda tempat, bela cerita pula. Ayana baru saja bangun dari ia tidur sejak pukul 9 pagi hingga 2 siang. Hari ini adalah hari terakhir mereka seminar. Besok siang, mereka sudah kembali ke rumah masing-masing. Hari ini sebenarnya peserta seminar di perbolehkan untuk jalan-jalan di area BTDC Nusa Dua saja, tetapi Ayana memilih untuk tidur padahal tadi Lily sudah mengajaknya tetapi Ayana menolak dengan alasan panas.

Ayana melepas soket charger yang terhubung pada ponselnya. Ia menghidupkan benda pipih itu dan tidak sampai satu menit sudah banyak notifikasi pesan dan missed call yang masuk. Baru saja ia ingin membuka pesan teratas, Darya menelponnya.

"Ayana! Elo kemana?! Hape kenapa di matiin? Gue tanya sama anak SMK, yang sekamar sama lo katanya lo dikamar. Trus tadi gue ke kamar lo, malah gak dibukain."

Ayana hanya menghela napas mendengar serentetan pertanyaan dari Darya.

"Udah, ngomongnya?"

"Udah,"

Ayana melipat bibirnya. "Kenapa kak?"

"Gue takut lo bunuh diri,"

Tawa Ayana pecah ketika Darya berkata seperti itu.

"Takut banget kalau aku bunuh diri? Seperhatian itu?"

"Udah, lo cuci muka. Kita jalan-jalan di pinggir pantai, sekalian mo nyoba kamera baru gue"

Satu SMAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن