“Kalau begitu ayo kita pulang sekarang. Aku tidak sabar ingin melihat seperti apa gadis yang sudah membuatmu berkelahi itu.”

Gilang hanya mendengus kasar.
Saat sampai rumah, mereka mendapati Vanya sudah duduk tegang di sofa ruang tamu. Gadis itu langsung menghembuskan napas lega ketika melihat wajah Gilang muncul dari balik pintu.

“Udah lama?”

“Lo kemana aja sih? Gue telfon kok nggak diangkat?” sembur Vanya kesal.

“Gue nggak abawa hape. Tadi habis olahraga di lapangan komplek.”

“Oh jadi ini yang namanya Vanya?”

Mereka berdua menoleh menatap Bagas. Cowok itu langsung duduk di depan Vanya sambil tersenyum tipis. Tapi anehnya Vanya malah merasa kalau senyuman yang diberikan oleh Bagas terkesan seperti menilai dirinya.

“Gue mandi dulu ya. Lo sama kak Bagas.” Gilang langsung ngeloyor pergi meninggalkan Vanya yang ternganga panik.

“Nggak usah panik. Aku nggak gigit.”

Vanya menoleh lalu tersenyum kaku. Sedikit terpana saat menyadari bahwa Bagas ternyata sangat tampan dan berbadan atletis. Sekilas ia memang terlihat mirip Gilang. Rambut, rahang, mata, dan hidung. Yang membedakannya hanya pada bagian bibir. Kalau bibir kakaknya tampak penuh dan seksi, maka bibir adiknya lebih terlihat tipis tapi juga tak kalah seksi.

“Ada yang kamu pikirkan?”

“Eh?” Vanya mengerjap kemudian menggeleng.

“Kamu tau siapa saya?”

“Kak Bagas, kakaknya Gilang.”

Kali ini Bagas menampilkan senyuman lebarnya. Dan lagi-lagi Vanya kembali terpana. Senyuman itu juga sangat mirip dengan senyuman Gilang. “Kamu bisa melakukan ini?” Bagas mengepalkan tangannya, memberi contoh.

Dengan ragu, Vanya mengikuti apa yang dilakukan Bagas. Gadis itu juga mengepalkan tangannya. Dan satu detik setelahnya, ia kaget saat kepalan tangan Bagas dibenturkan pada kepalan tangannya.

Bagas terkekeh kecil melihat reaksi Vanya, “Itu sebagai salam perkenalan. Kudengar dari Gilang kalau kamu tidak suka kontak fisik dengan laki-laki.”

Dan setelahnya suasana diantara mereka mulai mencair secara perlahan. Vanya sudah bisa mengobrol santai dengan Bagas. Pada obrolan ringan itu, Bagas memang lebih banyak mendominasi. Ia menceritakan tentang Gilang dan keluarganya. Vanya baru mengetahui kalau ternyata  ayah Gilang seorang pengacara, bundanya seorang ibu rumah tangga, kak Arini seorang dosen dan menikah dengan dokter, sedangkan kakaknya yang tertua seorang polisi dan menikah dengan desainer. Anehnya, meskipun baru dua puluh menit mengenal, tapi Vanya merasa sangat nyaman mengobrol dengan Bagas.

Bahkan Vanya baru tau beberapa fakta tentang Gilang lewat kakaknya ini. Padahal ia mengenal Gilang sudah hampir lima bulan tapi kenyatanya Vanya tidak tau apa-apa tentang cowok itu selain bahwa Gilang tidak menyukai kontak fisik terhadap orang lain.

Satu hal lagi yang membuat Vanya senang, ia tau kalau Gilang ternyata pobhia terhadap kecoa.

Mereka menoleh saat mendengar suara ribut dari ruang sebelah. Gilang muncul sambil menggandeng balita laki-laki berusia sekitar dua tahun dengan tubuh gempal, kulit seputih susu dan pipi super chubby. Mata Vanya tampak berbinar melihat balita itu.

“Daddy!” balita tersebut berlari kecil menghampiri Bagas.

Mata Vanya tak berkedip melihat bocah bundar yang sedang dipeluk oleh Bagas.

“Jagoan Daddy, ayo salim sama kak Vanya.” Ucap Bagas mendekatkan tubuh balita itu ke arah Vanya.

Bocah bundar itu meraih tangan Vanya lalu menciumnya. Mata sipitnya menatap Vanya tanpa kedip tetapi tidak mengeluarkan kata-kata sama sekali.

“Namanya Gio, dia jagoanku.”

“Hallo Gio. Boleh aku gendong kak?” Vanya langsung merentangkan tangannya ke arah Gio.

“Kayaknya dia nggak bakal mau. Gio nggak biasa langsung akrab sama orang a….sing.” Bagas terdiam saat Gio langsung menerima uluran tangan Vanya. Balita itu bahkan langsung terkikik ketika berada dalam pelukan gadis tersebut.

Melihat itu, baik Bagas maupun Gilang hanya bisa saling pandang. Takjup melihat fenomena langka di depannya.

“Ya ampuuuuuuun, kamu lucu banget sih. Gemesin deh.” Vanya menoel-noel pipi chubby Gio. Sedangkan Gio sendiri malah tertawa sampil berucap nya nya nya nya berulang kali, membuat Vanya ikutan tertawa. 

Pada akhirnya Vanya malah betah berlama-lama di rumah Gilang. Gadis itu memutuskan pulang pukul setengah dua belas siang. Bagas menawarkan untuk menunggu orang tua Gilang pulang, tapi Vanya menolak dengan memberikan alasan mau membantu bi Minah menyiapkan makan siang. Akhirnya Bagas menyerah, mengizinkan Vanya pulang.

“Gilang, kamu anterin pacar kamu pulang gih.”

Vanya menatap Bagas dengan tatapan horror, “Kak Bagas, aku bukan pacarnya Gilang.”

Bagas hanya tertawa saja. Gilang mengantar Vanya menggunakan mobil. Ya, gadis itu memang sudah berani menaiki mobil berdua setelah kejadian pemaksaan Gilang beberapa waktu yang lalu saat berangkat sekolah.

“Lo seneng banget kayaknya.” Ucap Gilang ketika mobilnya baru saja berhenti di depan rumah Vanya.

Vanya mengangguk, “Gue seneng banget bisa ketemu sama Gio. Dia lucu. Gue juga suka ketemu sama kak Bagas. Dia nggak semenyeramkan yang gue bayangin.”

Gilang menaikkan sebelah alisnya, “Tapi lo nggak suka sama kak Arini?”

“Eh?” Vanya mengerjap, “Gue juga suka kok sama kak Arini. Dia asik diajak ngobrol. Tapi…”

“Tapi?”

“Tapi gue minder kalo sama dia.”

“Kenapa?”

“Habisnya kak Arini cantik banget. Dia imut gitu. Kayak boneka. Gue kan jadi minder kalo deket-deket.”

Gilang tertawa, “Lo juga cantik kok. Kenapa musti minder?”

Lagi-lagi pipi Vanya memanas, “Akhir-akhir ini lo sering banget bilang gue cantik? Pasti ada maunya kan lo? Ngaku aja deh.”

“Nggak ada kok. Lo kan emang beneran cantik.” Jawab Gilang dengan ekspresi datarnya.

Haduh, demi Gio yang pipinya mirip squishi, Vanya mulai cemas kalau dia bisa saja meleleh di dalam mobil ini.

“Tau ah. Gue masuk dulu.” Vanya membuka pintu mobil. Saat hendak keluar, gerakannya terhenti karena mendengar suara gumaman Gilang.

“Dibilangin jangan baper juga.”

“Siapa juga yang baper. Gue nggak baper.” Vanya menutup pintu mobil dengan keras.”Pulang lo sana! Hush! Hush!" Gadis itu berjalan cepat masuk ke dalam rumah, meninggalkan Gilang yang tertawa karena kelakuannya.
***

Kurasa ku tlah jatuh cinta...
Pada pandangan yang ke sejuta...
Hahaha
Si Vanya udah mulai bikin tanda-tanda nih. Wiuwiuwiu....

Nggak usah sok lucu neng. Lucuan juga authornya.  Mentang-mentang udah nggak pobhia naik mobil berdua. Sok poto-poto segala. Huuuu....

.
.
Shashasha...
Jangan luma vommentnya ya...
Thank you
.
.
Salam
Khadevrisaba penulis kemarin sore yang mulai males nglanjutin cerita. Hiks....

Glass BeadWhere stories live. Discover now