16. Definisi Suka

Start from the beginning
                                    

“Gue nggak pacaran sama Vanya.”

“Iya nggak pacaran. Tapi lo suka kan sama dia?”

“Biasa aja.”

“Halah, pakek pura-pura segala. Kalo nggak suka terus ngapain lo selalu khawatirin itu cewek? Bahkan sampe bela-belain  berantem demi dia. Setau gue lo nggak pernah segitu tertariknya sama cewek. Dan lo juga paling anti berantem. Tapi lihat sekarang? Lo udah banyak berubah, Lang. Gue nggak bilang kalo perubahan yang lo alamin itu buruk sih. Malah kalo menurut gue perubahan itu bagus. Lo jadi lebih peka sama lingkungan dan jadi nggak datar-datar banget sama cewek. Tapi gue cuma kesel aja, lo nggak pernah cerita apa-apa ke gue tentang semua ini.” Andre menjeda kalimatnya. Cowok itu bangkit duduk, “Gue tau kalo sebenarnya lo nyembunyiin sesuatu dari gue. Dan gue nggak akan maksa lo buat cerita. Yang terpenting lo tetep mau nganggep gue temen lo aja udah lebih dari cukup.”

Gilang menatap Andre lalu mengangguk kecil, “Thanks.”

Andre tertawa, “Feeling gue nih, Lang. lo bakal jadian sama si Vanya. Tapi nggak tau kapan."

Gilang ikutan tertawa, “Gue kan udah bilang kalo gue ngak suka sama dia.”

“Belum suka, Lang.” Andre mengoreksi, “Lo cuma belum suka aja sama dia. Nanti, kalo lo tiba-tiba ngerasa gugup pas ketemu sama Vanya, atau ngerasa salah tingkah, atau berdebar-debar, itu tandanya lo udah mulai suka sama dia. Siap-siap aja.”

“Siap-siap apa?”

Andre dan Gilang langsung menoleh.

“Eh Bunda.” Andre nyengir kuda.

“Kok kalian belum berangkat sih? Nanti kemaleman lho pulangnya.”

“Iya Bunda, ini kita juga baru mau berangkat kok.”

Bunda tersenyum lalu beralih menatap Gilang. Wanita cantik itu memperhatikan wajah putra bungsunya dengan seksama, “Lukanya sudah sembuh. Bekasnya juga sudah hilang. Alhamdulillah. Lain kali jangan diulangi lagi ya, Gilang. Atau Bunda akan kasih hukuman yang lebih berat buat kamu.”

Gilang meringis, “Iya Bunda.”

“Iya, nanti kalau kamu berantem lagi, aku nggak cuma ngadu ke kak Bagas, tapi juga ke ayah.” Tiba-tiba Arini menyahut. Wanita imut itu muncul di balik punggung Bundanya.

“Kakak bonekaaaaa.” Jerit Andre heboh saat melihat Arini berdiri di depannya. “Kakak boneka baru datang? Yah, padahal aku sama Gilang baru aja mau keluar.” Ia memasang tampang sedih yang anehnya malah terlihat menjijikkan di mata Gilang.

Arini tertawa renyah, “Nanti kalo pulang jangan lupa bawain aku martabak ya, Ndre.”

“Siap kak!”

Arini kembali tertawa.
“Yasudah berangkat sekarang gih. Nanti biar pulangnya nggak kemalaman.”

Gilang dan Andre lantas segera berangkat menuju mall setelah sebelumnya mencium tangan Bunda dan Arini terlebuh dulu.

Satu jam lebih dua cowok itu hanya keluar masuk toko tanpa berminat membeli pakaian. Dan itu membuat kesabaran Gilang habis. Ah, ia hampir lupa. Selain mirip anak TK, Andre temannya itu terkadang juga mirip dengan perempuan. Rempongnya tingkat dewa. Apalagi kalau sudah masalah belanja sesuatu yang akan dipakai. Bisa-bisa sampai mall ini tutup pun, mereka belum berhasil mendapatkan pakaian yang ingin dikenakan oleh Andre.

“Yang ini bagus sih, Lang. Tapi gue nggak suka warnanya. Gimana menurut lo?”

“Bagus kok warnanya.” Jawab Gilang sambil memijit pangkal hidung. Mulai lelah.

Glass BeadWhere stories live. Discover now