23. Tipuan Tio

7.9K 672 155
                                    

Huekk huekk

Entah sudah berapa kali Tio keluar-masuk kamar mandi. Ia memang sudah tidak demam, namun sejak subuh tadi perutnya menjadi tidak beres. Mual. Terhitung sudah tiga kali Tio memuntahkan isi perutnya, membuat tubuhnya yang masih lemas menjadi semakin lemas.

"Ini makan lagi dong mas, biar bisa minum obat."

"Percuma bunda, mual banget akunya. Pasti juga muntah lagi." Tio membekap mulutnya tidak mau menerima suapan dari Ayu.

"Gimana mau ada tenaga kalo gitu coba," Ayu hanya bisa menghela nafasnya sambil meletakkan mangkuk yang dipegangnya di atas meja. Ia membuka laci meja Tio dan mengambil botol kecil bewarna hijau dari sana.

"Sinihh perutnya bunda kasih minyak angin biar ga mual lagi." Ayu menaikkan baju yang Tio pakai sampai dada dan membaluri perut Tio dengan minyak angin, berharap dapat mengurangi mual yang anaknya rasakan.

"Masih mual?" Tanya Ayu sembari menurunkan baju Tio. Sedangkan Tio hanya mengangguk sebagai jawaban, ia lalu memutar tubuhnya menjadi tengkurap.

"Kayanya aku masuk angin deh bun, kerikin aja gausah ke dokter. Abis itu juga sembuh." Ujar Tio.

"Kok kamu tau bunda mau ajak kamu ke dokter." Heran Ayu. Pasalnya setelah ini ia memang berniat akan membawa Tio ke rumah sakit.

Tio lebih keras kepala dari Kana jika sudah berurusan dengan rumah sakit. Tio memang sering menginap di rumah sakit sampai berhari-hari karena harus menjaga Kana ketika sakit. Namun Tio tidak pernah mau menginap di rumah sakit dengan status sebagai pasien. Tio terbiasa melihat dokter ketika menyuntik tangan Kana, namun Tio tidak terbiasa untuk disuntik. Jika ada jarum suntik yang akan disuntikkan ke tubuhnya, maka Tio akan kabur dan menghindar. Ya, Tio takut disuntik.

"Nebak aja."

Ayu mendengus kemudian bangkit mencari uang logam untuk memenuhi permintaan Tio, "Bilang aja takut disuntik."

"Itu bunda tau."

"Buka bajunya."

Tio menurut, melepaskan baju yang ia kenakan dan membiarkan Ayu yang mulai melukis punggungnya. Membuat motif garis berwarna merah di punggungnya.

Sesekali Tio meringis, selembut apapun Ayu saat mengeriknya, koin tetap koin yang terbuat dari logam dan keras, "Pelan bun."

"Bunda?"

Ayu menoleh ke belakang, bukan Tio yang memanggilnya. Melainkan Kana yang berdiri di ambang pintu. Kana sudah menggunakan seragam sekolah lengkap dengan tas yang tersampir di pundak sebelah kanannya.

"Idihh pagi-pagi udah kerokan aja." Ujar Kana sembari berjalan mendekat, melihat lebih dekat punggung putih kakaknya yang kini sudah tidak sepenuhnya putih.

"Berisik," gumam Tio. Matanya terpejam, ia sadar keadaan. Tubuhnya sedang tidak bisa diajak kerja sama untuk berdebat dengan Kana. Karena berdebat dengan Kana juga membutuhkan tenaga yang cukup ekstra.

"Kamu sama ayah kan dek?" Tanya Ayu sambil membaluri seluruh bagian punggung Tio dengan minyak angin setelah selesai mengeriknya.

"Pake lagi bajunya."

Kana mengangguk lantas menyengir pada Tio yang sudah duduk sambil mengenakan kembali bajunya.

"Apa ketawa?!"

"Ciee yang sakit."

Tio hanya mendengus lalu kembali merebahkan tubuhnya dan menarik selimutnya sampai menutupi kepala, "Udah sana sekolah, nanti telat." Ujarnya di balik selimut.

I Can't [Complete] Where stories live. Discover now