Tiga Puluh Dua

233 18 0
                                    

Sudah dua minggu ini Ami meninggalkan asrama. Semenjak kejadian itu, ia jadi enggan untuk tidur di asrama. Bahkan untuk sekolah pun ia sudah tidak mau. Surat panggilan sudah ia dapatkan karena ia tidak masuk tanpa keterangan namun Ami tak perduli. Ami sudah muak dengan semuanya, muak dengan segala masalah yang terus menghampirinya bertubi-tubi.

Banyak teman-temannya yang datang ke rumah untuk membujuk Ami namun Ami tidak menggubrisnya. Bahkan saat teman-temannya datang pun ia tidak menemui mereka sama sekali. Ia keluar kamar saat perutnya merasa lapar atau haus saja, selebihnya tidak.

Mama dan Papanya sudah merayunya berkali-kali untuk berhenti berbuat seperti itu namun Ami juga tidak mempedulikannya. Dua minggu lalu, saat Ami baru saja bertengkar dengan Elsa, ia langsung pulang ke rumah tapi dia tak memberi tahu sedikit pun masalahnya pada Mama Marisa hingga membuat Mama Marisa bingung dengan sikapnya.

Ami hanya mengurung diri di dalam kamar. Kalau ia bosan, ia hanya menonton drama-drama korea yang ada di laptopnya atau hanya sekedar menonton mv maupun live streaming exo di ponselnya. Kalau ada pesan masuk di ponselnya, ia hanya membiarkannya. Ia enggan untuk membaca pesan itu bahkan untuk melihatnya pun ia tidak mau.

Entah Rifa maupun Kiki sudah sering datang ke rumah Ami namun Ami sama sekali tidak memedulikannya. Apalagi kalau ia harus melihat wajah Rifa, rasanya ia benar-benar ingin mencabik-cabik wajah pria itu walaupun ia yakini saat ini hatinya masih milik dia sepenuhnya. Keluarganya tentu saja masih menyambut kedatangan Rifa dengan hangat kalau pria itu berkunjung, mereka memang tidak mengetahui kalau sekarang bisa dibilang kalau Rifa dan Ami sudah putus. Ami ulangi, PUTUS!

Kini giliran Elsa yang mulai berkunjung di kediaman Ami. Ia memantapkan diri untuk berkunjung. Selain untuk bertemu Ami, ia juga ingin meminta maaf pada Mama Marisa perihal kecelakaan itu.

Elsa mulai memencet bel rumah itu. Selang beberapa menit kemudian, ia melihat seseorang membuka pintu. Elsa sudah was-was karena ia takut yang membuka pintu entah Ami maupun Mama Marisa, ia cuma bingung harus mengawali dengan kata apa jika langsung berhadapan dengan mereka.

"Cari siapa, non?" Elsa sedikit lega karena yang membuka pintu itu pembantu di rumah ami. "Mau jenguk non Ami, ya?"

Elsa mengangguk. "Ami nya ada?"

"Ada non, mari masuk dulu."

Elsa langsung melangkah mengikuti pembantu itu yang melangkah menuju ruang tamu.

"Silahkan duduk dulu non, bibi panggil nyonya dulu ya...," ucap pembantu itu yang dijawab dengan anggukan oleh Elsa.

Pembantu itu melangkah ke arah dapur. Sepertinya Mama Marisa tengah berada di sana. Ia mulai gelisah, bagaimana pun ia sudah lama tidak berinteraksi dengan Mama Marisa lagi. Terakhir kali mereka bertemu hanya berbicara sebentar saja.

Terlihat Mama Marisa yang mulai melangkah dari arah dapur tengah menatap Elsa dengan terkejut. Elsa langsung bangkit dari duduknya dan langsung menyalami tangan Mama Marisa. Sepertinya sudah membaik, batinnya karena melihat Mama Marisa kini sudah terlihat baik-baik saja.

Mama Marisa meraba pipi Elsa sambil menggeleng tak percaya. "Elsa...," ucapnya pelan. "Ini beneran Elsa, kan?" tanyanya.

Elsa rindu dengan belaian tangan itu. Walaupun wanita di hadapannya ini bukan mama kandungnya, namun ia sangat menyayanginya. Ia takkan pernah melupakan sikap baiknya dulu pada Elsa. Elsa menjawab dengan anggukan, dan ia sudah meneteskan air matanya lagi sekarang.

"Ya Allah Nak, Bunda rindu...," ucapnya sambil merangkul tubuh Elsa. Melihat perlakuannya semakin membuat Elsa menangis haru.

Bunda, panggilan itu kini kembali mengalun di telinganya seperti musik. Dulu, ia dan Salsa selalu memanggil Mama Marisa dengan sebutan Bunda. Bahkan gara-gara itu, Ami dan Elsa sempat bertengkar karena Ami merasa iri melihat Mamanya dipanggil Bunda oleh Elsa. Ami rasa, panggilan Bunda malah lebih mengakrabi daripada panggilan Mama. Padahal sama saja, bukan?

Begin ✔Where stories live. Discover now