Sembilan

274 60 27
                                    

Ami mengerjapkan mata pelan saat sinar matahari yang berhasil masuk karena tirai jendela yang terbuka.

Ohh, jam berapakah ini? Ia ingat kemarin ia datang ke asrama tepat jam 10 malam sehingga pintu asrama sudah ditutup dan akhirnya ia masuk lewat jendela.

Beruntung saat itu ia tidak ketinggalan absen malam, karena kalau sampai ia tertinggal absen, Ami yakin ia akan mati di tangan ibu asrama sendiri.

Oh, bukankah itu terlalu berlebihan? Ahh sudah lupakan. Yang penting sekarang Ami sudah bertengger di ranjang tidurnya dengan selimut yang entah lari kemana karena dapat terlihat Ami sangat over aktif saat tidur.

Akhirnya Ami bangkit dari tempat tidurnya lalu melihat jam di ponsel. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Ami terbelalak sebentar sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.

Pukul tujuh! Ahh aku terlambat!

Ami langsung berjingkat dari tempat tidur dan segera membasuh diri dengan gerakan cepat ala spiderman.

Setelah selesai mandi dan semacamnya, Ami langsung berlari menuju keluar. Namun ia sadar bahwa ia meninggalkan tas sekolah di kamar sehingga mau tidak mau ia harus kembali lagi meraih tas itu.

Dengan gerakan secepat kilat, ia pun berlari menuju kelas. Namun seperti yang telah Ami duga, guru itu kini sudah bertengger di depan papan tulis sambil menjelaskan satu persatu rumus Matematika yang sudah terpampang di papan berwarna putih itu.

Dengan sedikit hati-hati, ia mulai membuka pintu kelas. Dapat dipastikan seluruh mata kini menatap ke arah Ami. Mereka menatap Ami dengan tatapan seakan melihat terpidana yang hendak dihukum mati.

"Maaf Pak, saya terlambat...," ucap Ami lirih dengan suara sangat pelan, bahkan sangat-sangat pelan dan Ami rasa hanya Ami sendiri yang dapat mendengarnya.

"Jam berapa ini?" tanya guru Matematika itu, namun Ami rasa yang diucapkan guru itu bukanlah sebuah pertanyaan melainkan sindiran yang terucap secara tak langsung.

"Keluar!" serunya dengan keras yang membuat mata Ami langsung mendelik ke arahnya.

Ami tanpa ba bi bu langsung menuruti permintaan guru itu, karena sejatinya ia sering terlambat sekolah di sekolah lamanya dulu, jadi hal semacam ini sudah sangat lumrah di telinganya.

Saat dirinya baru saja membalikkan badan, kembali terdengar suara guru itu.

"Dan lari keliling lapangan basket sampai jam istirahat dimulai!!"

Heol, sontak saja pernyataan itu langsung membuat dirinya terpaku tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Bagaimana mungkin hukuman seperti itu diberikan padanya hanya karena terlambat masuk sekolah? Ini gila, ini tidak waras!

"Cepat!" teriaknya lagi, dan teriakan itu sukses membuat gendang telinga Ami seakan pecah.

Akhirnya Ami segera beranjak dari tempat itu daripada dirinya harus mendengar serentetan omelan guru pria yang terlihat lebih sadis dibanding guru wanita itu.

Ami meletakkan tas di tangga dekat lapangan basket. Ia lalu langsung mulai berlari sesuai yang diperintahkan guru matematika itu.

Dasar guru killer!

Bagaimana bisa ia harus dihukum seperti ini, lari keliling lapangan basket sampai jam istirahat, apalagi saat ini jam istirahat masih sangat lama. Mengingat ucapan guru Matematika itu sukses membuat Ami ingin sekali meninju wajahnya hingga bonyok lalu membuangnya entah ke Antartika sana.

Ahhh, hari ini sungguh menyebalkan.

Dapat terhitung Ami kini sudah melakukan hampir 50 putaran, bahkan lebih. Entahlah, Ami tidak menghitungnya.

Begin ✔Where stories live. Discover now