Dua puluh tujuh

8.6K 511 27
                                    

Indri tertegun di depan sebuah bangunan reyot. Seluruh tubuhnya lemas  memandangi dinding dinding bangunan yang sebagian temboknya sudah terkelupas juga retak di setiap tembok.

Bangunan yang tidak terlalu besar dengan tumpukan tumpukan kardus bekas yang di tata rapih dibagian samping kiri teras juga beberapa karung botol pelastik yang tertumpuk di samping kanan.

Halamannya terlihat kotor dan jorok, dedaunan menguning kering berserakan memenuhi teras.  

Dari sekilas orang  yang melihat pasti mengira rumah ini tidak berpenghuni. Indri menghirup kembali oksigen disekitarnya untuk mengisi  paru paru yang menyesak.

Sebelah tangannya tidak lepas memegangi tali tas, dan sebelah tangannya lagi entah sudah  berapa kali  naik turun mengetuk pintu, ragu ragu.

Tidak ada siapa siapa di situ selain dirinya, entah. Keadaannya tidak berubah sedikit pun seperti saat dia berkunjung ke tempat ini bersama Geisa.

Tetap dengan segala perasaan yang berkecamuk Indri mengangkat tangannya sekali lagi bersiap mengetuk tapi selalu terhenti setiap kali jemari jemarinya hampir menyentuh pintu.

Di sisi lain entah kekuatan apa yang menahannya untuk tetap mengetuk dan masuk. Namun di sisi lain entah dorongan apa yang memaksa tubuhnya untuk segera pergi.

Aku bisa," gumam Indri menarik napas kembali di barengi ketukan pelan di pintu.

Tuk... tuk...

Dua kali pintu di ketuk tidak membuat Indri mendengar seseorang menyahut dari dalam.

Dua detik... empat detik...

Baru saja Indri akan melempar ketukan ke tiga. Namun tangannya terhenti saat sebuah suara terdengar dari dalam, di susul bersamaan pintu yang di buka.

"Siapa..?" tanya seseorang dari dalam bersamaan pintu yang terbuka, mempertemukan dua orang manusia berkisar belasan tahun itu.

Indri terperangah dengan bibir yang sedikit bergetar seluruh otot tubuhnya lemas terasa akan copot.

Indri melangkahkan kaki teratur, pelan. Di hadapannya seorang wanita dengan syal hijau tua berwajah mulai menua keriput itu ikut terpaku.

"S-siapa..?" ulangnya bertanya membuka suara mencoba mencairkan suasana di sekitar.

Penglihatan Indri mulai tersamarkan akibat cairan panas yang merembes di kelopak mata.

Bibirnya bergetar perlahan seakan akan sulit untuk membuka suaranya.

Indri menjatuhkan tubuhnya perlahan berjongkok di hadapan wanita itu hingga  tas yang di pegangnya terjatuh ke lantai.

Secepat kedipan mata Indri langsung mendekap kedua lutut wanita di hadapannya dengan kedua bahu terguncang sesegukan.

"Ibu!" Indri menjerit memeluk lutut wanita yang masih diam bergeming.

Dadanya benar benar menyesak membuat lelehan demi lelehan  panas terus mengalir tanpa komando membasahi wajahnya.

"Indri?" gumam wanita itu lalu menundukan kepala perlahan, "Kamu Indri anak Ibu?"

Indri beranjak dari jongkoknya lalu mengangguk kecil sambil berhambur pada pelukan wanita itu. Membuat tubuh wanita itu ikut bergetar di dalam pelukannya.

                            ••••••••••

Siapa yang berani mengirim semua poto itu sama aku? Gumam Leon kakinya mundar mandir tidak keruan di dalam ruangan kantornya.

wanita lain ( End )Where stories live. Discover now