10

13 2 1
                                    

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.


"Ayah, aku ingin menikahinya, tolong beri kami restu." Rudi berlutut di hadapan pria tua itu. Rie yang disampingnya hanya berdiri terpaku menatap wajah prianya yang penuh kesungguhan.

"Otakmu sudah dicuci wanita ini! Sudah berapa kali kubilang. Tidak ada restu untuk wanita ini!"

Rudi menarik tangan Rie agar ia ikut berlutut memohon restu. Tapi kekasihnya itu menepis tangannya, menatapnya dengan mata berkaca-kaca "Lebih baik aku pulang. Maaf sudah mengganggu waktumu pak Direktur." Rie menyelesaikan kalimatnya, menunduk pamit dan keluar dari ruangan itu tanpa menoleh kearah Rudi meski ia mendengar namanya dipanggil berulang kali.

"Rie, tunggu!" Rudi berlari mengerjar Rie dan meninggalkan Sherak, ayahnya yang masih tersulut emosi.

Dasar anak bodoh! Batin Sherak.

"Lepaskan tanganku" Rie tak mau menatap Rudi.

"Kenapa kau pergi, kita kan sudah sepakat akan terus memohon pada ayah sampai ia merestui," Rudi merasa kesal akan sikap Rie.

"Mau sampai kapan begini terus hah?! Aku capek menghadapi keluargamu. Aku capek dipermalukan, dan aku benci melihat tatapan jijik Direktur kepadaku." Rie menangis, nada suaranya tersirat rasa penyesalan. Kemudian Rita lewat dan Rie buru-buru menghapus air matanya, ia berjalan meninggalkan Rudi.

Rudi memilih berlalu begitu saja. Ia masih percaya bahwa bawahannya itu tidak akan membuat gosip murahan.

Rita menggeleng-gelengkan kepala "sesulit itu kah minta restu? Atau si Rie itu yang tak memenuhi kriteria?" tiba-tiba pomnelnya bergetar dan pikirannya teralihkan. Ia membaca pesan masuk di ponselnya.

Kami dari kantor Polisi. Silahkan datang hari ini ke kantor pengadilan untuk pengambilan surat-surat berkendara anda yang ditilang pada tanggal 27 Juni. Terimakasih

"Astaga. Aku lupa." Rita berjalan cepat mendapatkan Esya di meja kerjanya dan langsung menariknya.

"Ada apa?" Esya jadi ikut buru-buru. Rita tidak menjawab. Ia hanya terus berjalan sambil menggandeng tangan Esya. "Hei.. kenapa sih Ta?"

"Hari ini kita harus mengambil SIM dan KTP ke pengadilan." Rita menatap geram ke Esya, sepertinya ia teringat lagi kejadian yang membawa sial itu.

Di dalam taxi, Esya hanya diam. Seharusnya dia saja yang pergi. Itu kan SIM dan KTP nya. Mengacaukan jadwal makan siangku saja! Sambil memegangi pergelangan tangannya yang lumayan sakit dicengkram Rita dari meja sampai ke luar kantor. Sesekali bibirnya manyun.

"Apa yang sedang kau pikirkan hah?" Rita memecahkan lamunannya. "Sepertinya kau sedang mengata-ngataiku."

"Hm?" Esya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak."

Asa EsyaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum