3

21 4 1
                                    

Pagi yang cerah.

Esya mengecek tugas-tugas kuliah yang mau dikumpul hari ini sambil keluar terburu-buru dari kamarnya.

"Sarapan dulu, Sya" dengan santai ibu Esya menghadangnya di pintu.

"Udah telat bu!"

Ibu Esya mengangkat bahunya dengan ekspresi tidak mau tahu. "Mana urusan ibu!"

"Loh..kok gitu?"

"Kuliah itu urusanmu. kamu itu baru urusan ibu. Sekarang sarapan dulu sana! Nanti tambah telat." Ibunya tak mau kompromi.

Esya mengomel – ngomel tanpa suara sambil mengambil sendok. Dan nasi goreng kesenangannya itu habis dilahapnya hanya dengan 5x sendok. Sambil menunjukkan piring yang sudah hampir bersih, ia meneguk air memaksa masuk semua nasi yang ada dimulutnya tanpa mengunyah.

"Silahkan berangkat nona... hati-hati di jalan ya?" Ibu Esya akhirnya bergerak dari pintu dan mempersilahkan anak semata wayangnya itu lewat.

Belum sepuluh langkah, Esya dicegat lagi.

"Hai sya." Ariata memotong cepat jalannya Esya.

"Eh, minggir sana..aku buru-buru!" Kaki Esya terpaksa terhenti.

"Kuliah ya? Bareng yuk? Sampai persimpangan aja."

"Tumben kau rajin?" ledek Esya sambil naik ke sepeda Ata. Tiba-tiba ia teringat kejadian tadi malam.

"Ekhh Ata, semalam kerja part time nggak?

"Ia. Kenapa?"

"Doubleshift ?" tanya nya lagi

"Nggak, hanya siang sampai sore saja. Memangnya kenapa, Sya?"

"Malamnya pulang ke rumah?" Tanya nya lagi dengan ekspresi ingin tahu.

"Nggak, kerumah Rio. Ada yang mau dikerjain. Kenapa sih?" Alis Ata terangkat tinggi. Dia mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Ouhh.." Esya sedikit ragu. "Bukannya semalam hari ulangtahun nya Tante ya? Kau nggak pulang di rumah merayakannya bersama Rie?" tanyanya lagi dengan senyum tipis.

Yaelah, itu toh. Intinya, semalam aku sudah izin ke Ibu."

"Ijin apa?"

"Ya ampun, kenapa tumben jadi peduli gitu, Sya?" Ata berhenti mengayuh sepeda di persimpangan jalan.

"Hanya ingin tahu saja, Nah cepat jawab!"

"Semalam itu ada tugas kelompok Tim Sastra kampus. Persiapan pertandingan untuk besok lusa melawan Tim Sastra kampusmu!" Ata menunjuk Esya dengan telunjuknya yang lentik.

Esya mengangguk pura-pura mengerti dan setengah berlari tanpa kalimat.

"Hey! Biasakan donk bilang terimakasih!" Ata kesal karena Esya meninggalkannya begitu saja.

Kampus terasa sepi. Hari senin adalah hari yang paling membosankan bagi hampir semua kaum pemalas di dunia. Berbeda dengan Esya yang penuh semangat berkobar-kobaria. Alasannya karena di hari itu saja dia dapat kelas yang sama dengan Ryan.

Ryan melihat Esya berjalan cepat memasuki gerbang kampus. Ia bangkit dari tempat duduknya dan melewati segerombol mahasiswi yang berbisik-bisik dengan mata berbinar-binar dan mengarah padanya. "Haii." Sapanya pelan.

Asa EsyaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz