8

15 2 0
                                    

Kartu tanda pengenal biru - Staff A1 - yang ada di saku kiri baju Esya membuat rasa percaya diri semakin bertambah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kartu tanda pengenal biru - Staff A1 - yang ada di saku kiri baju Esya membuat rasa percaya diri semakin bertambah. Ia sering kali lebih memilih bertanya akan hal-hal yang tidak ia ketahui kepada Rita yang sudah satu tingkat diatasnya - Staff A2 - dibanding dengan yang disebelah meja nya atau bahkan yang lebih senior dari Rita. Baginya tidak semua senior mampu menjelaskan dengan detail dan terperinci dibanding Rita. Jadi senior bukan menjamin seseorang lebih pandai, tapi mungkin lebih bijak.

Hampir setiap hari Esya dan Rita meluangkan waktu untuk istrahat siang bersama di kantin, dan itu membuat keduanya tampak seperti teman dekat.

Sesekali, lirikan mata sering mengarah ke arah Esya. Badannya yang ramping, rambutnya yang sebahu mempertegas raut wajahnya yang sangat menarik dengan lesung pipi di sebelah kiri. Terkadang Rita menegur karyawan lain yang berusaha untuk mendekati Esya dengan membawa kesenioritasan. Walaupun sebenarnya lebih banyak tindakan Rita yang tidak diperlukan, tetapi Esya merasa senang dengan itu. Dia seperti kakak sungguhan baginya.

Esya sangat menikmati pekerjaannya, menyukai teman-temannya, sampai suatu hari ada pesan yang masuk ke ponsel nya. Membuat segalanya mulai berubah.

Esya, ini ayah. Ayah sudah lama tidak mendengar kabarmu. Bisakah kita bertemu?

Esya hanya tertegun membacanya, senyum lebarnya saat bercanda dengan Rita tiba-tiba hilang.

"Sya, ada apa? Kok tiba-tiba jadi murung gitu?" Sambil menyenggol tangannya.

Esya tidak menjawab, ia hanya melipat tangannya dan membungkuk, menyembunyikan wajahnya diantara kedua lengan tangan yang disilang di atas meja. Ia ingin memejamkan matanya, tapi ia tidak bisa. Luka lama yang dipaksanya hilang dan berharap tak kembali lagi kini kembali datang mengganggu.

"Sya, kau kenapa?" Rita bingung sendiri. "Kau baik-baik saja? Atau Istirahat saja dulu di atas, sampai kau merasa baikan, bagaimana?" Rita mendekatkan wajahnya berharap temannya itu mendengarnya.

"Aku nggak apa-apa." Balasnya singkat, kemudian memasukkan ponselnya ke saku blezer. "Ayo balik ke ruangan!"

Rita hanya menganguk. Ia tahu ada yang tidak beres, tapi ia tidak bisa memaksakannya untuk bercerita dengan kondisi seperti itu.

Keesokan hari Esya tidak masuk kantor, Rita semakin curiga. Pesan yang dikirimnya kepada Esya juga tidak dibalas, telepon tidak masuk. Ia memutuskan untuk pergi mengunjunginya sehabis pulang kantor. Ini pertama kalinya ia kerumah Esya. Saat melihat tempat tinggal Esya, ada perasaan yang aneh di dalam dadanya. Iba? Bukan. Ia seperti melihat kehidupannya 5 tahun yang lalu. Perlahan ia melangkahkan kaki ke pintu rewot, sekuat tenaga menenangkan diri dari sesuatu yang mengganggu dirinya, tersenyum, dan..

toktookk. tokktookk..

Esya belum membuka pintunya. Rita kemudian menuju belakang rumah melihat Esya disitu duduk sambil melipat kaki dan tangannya, ia menyembunyikan wajahnya di antara lengan. Hal yang sama dilakukannya setelah membaca pesan masuk semalam.

Asa EsyaWhere stories live. Discover now