1

85 5 1
                                    

"Hah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hah..hahhh.." Nafas pria muda itu terengah-engah. Matanya mencari-cari sosok lain, sedangkan jauh dibelakangnya polisi dan Ayah mertuanya berusaha mengejar.

Akhirnya pria itu menemukan apa yang dicarinya. "Berikan putriku ayah!" Mohonnya masih dengan nafas terengah-engah. Matanya tak lepas dari pandangannya pada ayah dari wanita yang sesungguhya sangat dicintainya. Pria tua itu berhenti di tepi jurang, tak ada jalan lain untuk melarikan diri.

"Apa katamu? Kau pikir aku akan memberikan cucuku untuk kalian bunuh? Kau pikir aku bodoh?" Pria tua itu tetap memeluk cucunya dengan erat.

"Ayah, itu adalah putriku. Bagaimana mungkin aku bisa membunuhnya. Tolong berikan padaku." Pria itu masih tetap memohon, berharap putrinya yang baru lahir itu aman dipelukannya.

"Jangan panggil aku ayah! Kau bukan menantuku."

Pria muda itu terjepit emosi. Ia berhati-hati membuat kesepakatan. "Polisi dan mertuaku sudah mendekat! Aku bisa menyelamatkan putriku. Tolonglah berikan sekarang ayah!"

"Bagaimana dengan mertuamu? Bukankah ia ingin sekali cucuku ini mati? Putriku sudah mengorbankan nyawanya untuk mencintai lelaki pengecut sepertimu!" pria paruh baya itu tetap tidak percaya.

Pria muda itu membenarkannya "Oke, kalau begitu, tolong bantu aku ayah. Larilah ke dalam hutan" Ia melirik ke kanan dan ke kiri. "Larilah kesana ayah, ingat setelah ini katakan kepada istriku untuk pergi sejauhnya dan membuat laporan kematian kalian berdua."

"Apa kau bilang, istrimu??" Ayah pria itu tertawa sinis . "Sejak kapan ia jadi istrimu?"

"Dengar ayah, hanya dia yang ada di dalam hati ku selamanya. Percayalah padaku. Itu adalah cara terbaik agar kalian bertiga selamat. Mertuaku tidak akan pernah lagi mencari putriku." Ucap pria itu dengan putus asa. Rasanya ia ingin membakar mulutnya sendiri.

"Baiklah kalau begitu aku pergi.."

"Ayah.."

Pria paruh baya itu menoleh tajam, ia khawatir pria muda itu berubah pikiran.

"Aku ingin mencium putriku, tolonglah sekali saja. Aku belum menyentuhnya semenjak ia lahir." 

Pria tua menatapnya tajam, beberapa saat kemudian mengangguk dengan alasan iba. "Apa rencanamu?" tanyanya penasaran.

"Ayah, percayalah hanya padaku. Jangan percaya pada siapapun. Siapapun! Berikan padaku selendangnya." Kemudian pria itu mengecup kening putrinya.

Tak lama kemudian, polisi dan mertua pria muda itu datang.

"Mana mereka?" Tanya mertua pria itu dengan nafas terengah-engah.

Pria itu hanya menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk selendang putrinya. Ia bahkan tidak menoleh ke arah polisi dan sekelompok lain yang juga datang.

Polisi dari awal fokus mengejar ayah dari wanita yang sangat dicintai si pria muda karena adanya laporan dari pihak mertuanya itu, laporan palsu. "Apa kau yang mendorongnya jatuh, atau mereka yang menjatuhkan diri?" tanya seorang polisi penuh selidik.

"Mana mungkin menantuku yang mendorong mereka?" Balas mertua pria muda itu dengan nada kesal.

"Aku yang salah ayah, seharusnya aku biarkan mereka lari. Aku tidak sengaja" Pria itu masih menangis terus, sampai polisi yang lain pun percaya terhadap pengakuannya.

Mau tidak mau, polisi mengeluarkan borgolnya dan membawanya untuk diinterogasi. Mertuanya masih menatapnya tidak percaya. Kemudian pria itu mencoba melarikan diri sebelum masuk ke mobil polisi, hanya untuk meyakinkan ayahnya bahwa ia sekarang dalam perasaan kalut dan takut.

Mertua pria itu terkejut dengan apa yang terjadi dengan menantunya, dan kelihatan ia mulai terpedaya dengan aktingnya. Tapi di satu sisi, ada perasaan puas dalam hati bahwa ia tidak lagi mempunyai calon penerus dari hasil kesalahan menantunya yang bisa mencoreng silsilah keluarga ningrat mereka.

"Bukankah ini lebih baik?" Ucap mertua pria itu kepada menantunya. Pria muda itu hanya tertegun tidak percaya. "Tenang saja, sisanya nanti aku yang mengurus dikantor polisi." Ia mengambil ponselnya membuka aplikasi Whatsapp massagger nya, membalas pesan dan mengetik lagi berkali-kali. Ia tersenyum puas.

Pria muda itu kembali menangis, kali ini ia tidak berpura-pura. Ia menyadari betapa kejam dan sadis keluarga istrinya. Dan tangisnya menjadi-jadi ketika mertuanya menepuk-nepuk pundaknya.

"Sudahlah, tenang.. tenang.. Dari awal ini memang yang terbaik buat kita semua."

* * *

Ardhi, kau sekarang di kantor kan?

□ Tidak Pak. Ada yang bisa saya bantu atau saya telepon bapak saja?

□ Tidak perlu. Saya sedang berada di dalam mobil polisi bersama menantu pertama saya.

□ Kenapa Pak? Apa yang terjadi.

□ Sudahlah nanti saya ceritakan jika ada waktu. Menantu saya mungkin akan dimasukkan ke dalam sel malam ini. Besok saya harap ia sudah keluar. Bisa kan?

□ Baik Pak, akan saya usahakan. Saya segera kembali ke kantor.

□ Saya mau jawaban yang pasti!

□ Siap, Bisa Pak!

□ Lakukan apa yang perlu untuk anggotamu itu. Masalah uang, itu gampang.

□ Baik Pak.

□ Oh.. satu lagi. Lakukan penyelidikan terhadap wanita yang bernama Sani Kurniawan! Temukan dimana posisinya sekarang.

□ Baik, Pak. Saya akan menghubungi bapak jika saya sudah mendapat posisinya.

□ Tidak perlu. Yang perlu kau lakukan hanya menghilangkanya, juga semua keluarga. Semua!

□ Maaf, Pak, semua keluarganya?

□ Apa kurang jelas?

□ Siap Pak! Akan saya laksanakan.

□ Lakukan dengan bersih. Jangan lupa hapus percakapan ini.

□ Baik, Pak!

Asa EsyaWhere stories live. Discover now