Prolog

151K 9.6K 148
                                    

Hatinya seperti baja, meski pada kenyatannya seperti kaca.

Jiwanya terlihat bebas, meski pada kenyataannya terpenjara.

Terkadang dia ingin seperti angin laut yang berembus kencang menyapa layar kapal.

Terkadang dia ingin seperti air hujan yang jatuh berkali-kali menyapa bumi.

Terkadang juga dia ingin seperti burung yang terbang bebas membumbung tinggi di udara.

Hanya sekadar keinginan, tidak pernah ada kesempatan untuk mewujudkan karena dia sadar hidupnya tak akan seperti itu.

Di belakang counter kedai, si manik cokelat itu mengulum senyum, mencoba menjadi angin laut yang menyapa layar kapal. Di atas kertas dengan pensil warna itu dia mencoba menjadi burung yang terbang bebas mengangkasa di langit.

Namun, saat dia keluar dari kedai, saat dia meninggalkan kertas gambar itu. Dia kembali menelan kenyataan bahwa dia masih menjadi sosok yang terpenjara pada neraka kehidupan, terkengkang keadaan sementara angan memberontak ingin diwujudkan.

Peluh keringat, tetes air mata dengan rasa lelah merajam setiap persendiannya. Dia mencoba selalu menjadi hujan yang selalu menyapa bumi dengan kenangan-kenangan hangat, sembari menunggu porsi Tuhan untuk menghampirinya.

Jika porsi itu tidak datang hari ini, gadis itu yakin porsi itu akan datang esok atau suatu hari nanti. Yang bisa dia lakukan saat ini hanya bertahan, meski terkadang kenyataan selalu merusak rangkaian angan.

"Bibbidi-bobbidi--boo!"

Seperti mantra ibu peri, porsi itu akan segera datang. Sang pangeran datang menawarkan bantuan untuk mewujudkan segala impian.

***

Di suatu malam bunda pernah mendongeng tentang Putri Cinderella, kala itu aku berbaring di tilam empuk yang berada di kedai. Aku masih ingat betul saat itu pukul delapan malam, suara bising orang-orang bercakap, tertawa, berteriak terdengar tak begitu keras dari balik pintu. Bohlam berwarna kuning redup menjadi penerangan satu-satunya, terletak di sudut kiri tilam, di atas nakas.

Aku suka bohlam itu, ayah yang membuatnya terpasak di sebuah balok kayu yang diplistur cokelat tua, cahayanya memancar ke langit kamar. Jika aku meletakkan tanganku diatas balok, di langit kamar akan muncul siluet tanganku. Seperti malam itu, aku memain-mainkan tangan diatas balok sambil mendengarkan bunda mendongeng.

"Putri Cinderella hidup bahagia bersama pangeran di dalam istana untuk selama-lamanya."

"Nah, sudah, yuk tidur." Bunda menarik tanganku di atas balok untuk masuk ke dalam selimut tipis yang lembut.

"Aku tidak suka dengan Putri Cinderella!" cetusku yang langsung ditanggapi wajah terkejut bunda.

"Kenapa tidak suka, Sayang?"

"Menurutku, Putri Cinderella itu penipu. Dia menjadi orang lain dengan berdandan bak putri untuk memikat pangeran."

"Haish, haish, anak bunda belajar dari mana kata-kata itu, hm?" bunda menarik daguku.

"Hanya saja, aku lebih suka jika pangeran harusnya bertemu kali pertama dengan apa adanya Putri Cinderella. Dengan begitu, cinta yang dia miliki bukan karena fisik Putri Cinderella yang disulap Ibu Peri, tetapi karena sebuah ketulusan."

Bunda tersenyum, "Tetapi dari Putri Cinderella kita harus bisa belajar bahwa kita harus yakin akan porsi bahagia kita nanti. Selalu bersabar dalam setiap tekanan dan ujian, menjadi baik kepada siapa pun, termasuk orang yang pernah berbuat jahat kepada kita."

Aku mengangguk waktu itu, menangkap pesan disampaikan dari sudut pandang positif untuk menghargai bunda yang suka membacakan dongeng untukku dikala sibuknya mengurus kedai yang sedang ramai-ramainya.

"Yang pasti Sabella tidak akan menjadi Putri Cinderella, yang lemah dan mau ditindas ibu tirinya. Juga, tidak mau menjadi orang lain untuk disukai. Bella akan menjadi perempuan yang berani dan percaya diri."

Sepuluh tahun sejak ulang tahunku yang ke-tujuh belas menjadi titik balik kehidupanku. Aku yang pernah berkata tidak akan menjadi Cinderella yang lemah, nyatanya aku hanya bisa pasrah ketika istri baru ayah menguasai rumah dan menjadikanku pembantu. Bunda meninggal tepat sehari sebelum ulang tahunku yang ke-tujuh belas, kemudian ayah menikah lima tahun kemudian dengan janda anak dua, lalu meninggal tiga tahun kemudian di usiaku yang baru menginjak 25 tahun.

Dan inilah aku, Sabella si Cinderella yang bertahan hidup di neraka kehidupan.

***

Kedai CinderellaWhere stories live. Discover now