11. Hah! Yang Benar Saja!

Start from the beginning
                                    

Kemarin Tania tidak masuk selama tiga hari. Lumayan lama. Dan aku tidak datang untuk menjenguknya. Aku hanya mengucapkan semoga lekas sembuh lewat chat saja.

Lagipula kurasa hubunganku dengan Tania juga tidak seakrab itu. Dan Tania sendiri yang menyuruhku agar tidak perlu datang menjenguknya.

"Gue denger lo pas hari Kamis juga nggak masuk sekolah ya, Van?" Tania bertanya setelah mendaratkan pantatnya di kursi sampingku.

Aku mengangguk.

"Kenapa? Sakit?"

"Hmm. Cuma demam ringan."

"Oh." Tania mengangguk lalu memukul pelan bahu Dhika. "Dhik, gue sama Vanya minjem buku catatan Biologi dong. Pas hari Kamis kita kan nggak masuk."

Aku mengernyit menatap Tania. Kenapa namaku jadi ikut-ikut disebutkan? Tapi Tania yang mengerti hanya nyengir lebar.

"Nih." Ucap gadis mungil itu menyuruhku untuk segera menyalin catatan Dhika di buku. Memang kebetulan hari ini jam pertama juga waktunya pelajaran Biologi. Jadi aku hanya menurut saja dan mulai mencatat.

Bel pelajaran pertama berbunyi tepat setelah kami selesai mencatat. Aku mengikuti pelajaran dengan cukup baik hari ini. Meski tak bisa dipungkiri masih saja ada rasa was-was jika harus bertemu dengan murid-murid SMA Garuda. Kemarin aku juga bertemu lagi dengan Angel. Untungnya aku lebih bisa mengendalikan diri dan bersyukur tidak bertemu lagi dengan iblis itu.

Saat bel pulang berbunyi, aku langsung bergegas pulang. Bukan karena menurut perintah dari cowok songong sok perhatian itu. Tapi lebih kepada karena setiap hari aku memang biasa selalu langsung pulang sekolah tanpa mampir ke tempat lain. Aku masih tidak bisa jika harus bertemu dengan para iblis di sekolahku yang dulu. Aku masih menghindari mereka, dari dulu, dan mungkin sampai selama-lamanya.

Sampai di rumah kulihat jam menunjukkan angka diantara 10 dan sebelas. Masih pukul setengah sebelas pagi. Aku memutuskan untuk mengerjakan PR matematika ditemani bi Minah di ruang tamu. Pukul setengah empat ponselku berbunyi. Ada seseorang yang menelepon, tapi nomor baru. Kuputuskan untuk tidak mengangkatnya. Tapi dering ponselku terus saja berbunyi nyaring, semakin membuatku kesal. Tak lama kemudian ganti ada sms yang masuk. Kulirik layar ponselku dan kupuskan untuk membukanya. Disana terpampang jelas ada 11 missedcall dan satu pesan baru dengan nomor yang sama. Kubuka pesan itu dan langsung terkejut membaca isinya.

From : 085230xxxx
Ntar jam lima sore, gue bakal bikin perhitungan sama Gilang. Lo tau sendiri kan kalo apa yang gue omongin selalu jadi kenyataan.?Gue harap lo penasaran dan mau dateng buat nemuin temen lo yang sok jagoan itu. Kalo lo pengen tau, gue bakal eksekusi si Gilang di gudang deket sekolah.

Aku langsung tercekat setelah membaca pesan itu. Tanpa sadar tanganku gemetar. Tunggu dulu, sepertinya aku mengenali nomor yang mengirimiku pesan tersebut. Tapi siapa? Aduh, aku lupa! Sungguh, nomornya terlihat familiar. Aku.... Astaga!!! Itu... itu nomornya Thommas. Aku yakin sekali. Ya ampun... aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan? Tuhan....

Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul lima kurang seperempat sore. Aku menghubungi Gilang dengan perasaan khawatir. Dan sial, Gilang tidak mengangkat panggilanku. Tentu saja, cowok itu pasti sedang bertanding sekarang. Atau pertandingannya sudah selesai? Bagaimana ini?

Tapi kenapa aku harus khawatir padanya? Memangnya dia siapaku?
Tapi dia selalu membantuku selama ini.

Gilang juga selalu mengkhawatirkan keadaanku. Meskipun dengan caranya yang super menyebalkan.
Ya Tuhan! Aku bingung!

Akhirnya aku memutuskan untuk datang ke sekolah menemui Gilang. Kuganti bajuku dengan celana jeans warna navy, kaus t-shirt kera V warna hitam, dan jaket serta sepatu kets putih. Baiklah, sekarang aku semakin panik. Terlebih ketika mengingat ucapan Gilang tadi pagi yang mengatakan bahwa ia punya firasat tak enak.

Glass BeadWhere stories live. Discover now