Terlebih saat seseorang memasuki ruangannya lagi, memberi salam lalu menegakkan tubuhnya kembali. Ia mendadak teringat kelalaiannya di awal menghadiri kantor, memasuki ruangan pria itu terlebih dahulu sebelum menemui atasannya.

"Hyung, serius. Waktu itu aku hanya bercanda." Jungkook menghela.

Yang diajak bicara hanya melenggang lurus menuju mejanya, "Bagaimana pula kau tetap ketua divisiku."

Sebelumnya, sebenarnya hubungannya dengan Namjoon hanyalah sebatas antara penulis dan editor yang dia anggap sebagai bos. Tapi, mengetahui Jungkook pergi secara tiba-tiba membuat Namjoon menghubungi Jungkook terus-terusan selagi Jungkook yang akhirnya mendapat banyak bantuan dari Namjoon dalam menjalani berhari-hari di luar negeri.

"Oke, bagaimana jika nanti kita..." Tangan Jungkook membentuk seolah tengah memegang sesuatu yang diarahkan ke mulutnya. Dahi yang tua berkerut sebelum akhirnya paham. Namjoon tertawa tipis, karena selama dua minggu mereka bahkan belum sempat keluar bersama kecuali pada jam makan siang.

"Nanti malam, bagaimana, hyung?"

"Baiklah, tapi kau harus lihat berkas ini dulu."

Jungkook mengambil alih flashdisk yang Namjoon serahkan, menyiapkan perangkat dan membuka folder yang berada di dalamnya.

Mata Jungkook menyipit. Jemarinya membawa layar untuk naik turun melihat pekerjaan yang Namjoon berikan.

"Ini bukannya..."

"Itu cerita yang sudah bertahan di top three bulan ini."

Jungkook mengangguk selagi terus memerhatikan layar, "Hm, memang betul pantas cerita ini bertahan di sana. Kenapa?"

"Aku ingin membuat sedikit hal spesial untuk cerita itu..."

Obrolannya pun berlanjut konstan perihal pekerjaan.

***

Jungkook menuangkan soju pada gelas kosong milik Namjoon, bibir pria itu sudah bergetar mencaci dengan gumaman rendah yang tidak terdengar.

"Ck, Amerika tidak membuatku kebal terhadap alkohol ya, Jeon?" Namjoon menarik gelasnya yang sudah overload. Tangan Jungkook bahkan tidak berhenti menuangkan soju sekalipun gelasnya sudah menghilang.

Jungkook lagi-lagi menggumam, jelasnya Namjoon dengar pria itu tengah merasa gerah. "Panas..."

Mata Namjoon langsung membulat begitu Jungkook mulai melepas satu per satu kancing kemeja kusutnya. Tubuh tertua langsung mendekat panik, ditariknya segera tangan Jungkook agar berhenti, "Astaga, Jungkook! Hentikan."

Setengah tenaga Jungkook berusaha mengelak tanpa sadar, "Ugh panas, gerah!"

Namjoon terus mendesis hingga keputusannya telah bulat, "Ayo kita pulang." pikiran Namjoon menjadi salah tingkah.

Pulang katanya. Tapi ke mana ia bisa membawa Jungkook pergi? Ke rumah CEOnya? Kalau begitu bisa-bisa Jungkook akan mengamuk pagi-pagi. Karena Namjoon tahu, Jungkook tidak terlalu dekat dengan ayahnya.

"Kau tunggu di sini, aku akan membayar tagihan." Namjoon memastikan Jungkook tenang di tempat duduknya, sampai ia kembali mengingatkan, "Jangan lakukan apapun, mengerti?"

Namjoon pergi, Jungkook menyeringai dalam diam. Pikirannya rumit. Kepalanya berat sekaligus tersebar. Perlahan, Jungkook bangkit dengan langkah yang sempoyongan. Tubuhnya dibawa keluar tempat makan tanpa sadar.

Baru saja melewati pintu, pria itu langsung menengadah begitu hujan langsung terjatuh. Otomatis kakinya ditarik kembali masuk ke dalam. "Hujan..." gumamnya.

Erstwhile - HujanWhere stories live. Discover now