Interogasi Triplet

6.8K 693 33
                                    


Tampak seorang pria murung menatap keluar jendela. Tak ada sedikitpun raut bahagia dari dirinya. Senyum yang biasa terlukis di bibirnya sepertinya enggan datang. Walaupun di luar dia dingin dan cuek, tapi di lubuk hatinya dia orang yang hangat dan humble pada orang terdekatnya.

Tapi kali ini terlihat mendung bergelayut pada wajah tampannya. Lesung pipi yang biasa terlihat saat tersenyum, kini lebih suka ia sembunyikan. Lesung pipi ini jadi satu alasan membuat dia terluka.

Entah apa yang dia rasakan saat ini, kenapa begitu terpuruknya dia. Hanya karena pembahasan kecil tentang seorang perempuan, yang membuat perjalanan pulangnya begitu indah. Walaupun di bully sama keponakannya, dijatuhkan pamornya terus-terusan tapi sebuah senyum hangat beserta lesung pipinya membuat dia kembali melambung tinggi. Tapi kini semua sudah pupus. Tak ada harapan buat dia untuk menetap di sini. Tekadnya sudah bulat, dia harus pamit sekarang. Dan menyembuhkan luka hatinya.

Beranjak dari tempatnya duduk, dia menuju pintu kamarnya. Menuruni tangga menemui para tetua, yang sepertinya sedang asyik mengobrol soal rencana pertunangan adik bungsunya.

"Mah, Irie pulang ya." Ucapnya lesu.

Sang ibunda yang duduk, berdiri menghampiri putra kesayangannya.

"Pulang kemana? Ini kan udah di rumah."

"Pengin ketemu papah. Kasian papah sendirian." Ujar Irie masih tanpa ekspresi.

"Nggak ada acara balik kampung. Lu harus tetep di sini." Suara laki-laki di ujung sofa, enggan mendapat penolakan dari Irie.

"Mas Ken. Irie kangen Jepang, pengin pulang." Rengek si om Triplet.

"Tiket mahal. Tunggu gajian baru pulang." Lanjut Ayah Triplet.

"Aku punya tabungan. Cukup buat beli tiket." Elak Irie.

"Tabungan lu buat nikah. Bukan buat bolak-balik ngikutin kemauan lu."

Nikah. Sebuah kata yang enggan Irie dengar. Mimpi pernikahannya pupus dalam waktu sekejap, padahal dia baru memikirkannya satu jam secara intens.
Irie menghembuskan nafas kasar.

"Mah, pinjemin Irie duit buat pulang." Rengek Irie lagi pada sang mamah Ani.

"No!" Tolak Ken.

"Nggak boleh pulang, tadi pagi sepulang CFD bukannya lu mohon-mohon buat gantiin posisi Prana saat dia cuti?" Ken mengingatkan Irie.

Iya. Irie mengingatnya dengan jelas. Saat dia sedang bahagia menemukan sseorang yang pas menjadi bagian dari mimpinya. Tapi saat semuanya harus lenyap tak berbekas. Tak ada niatan lagi buat dia menetap dan bekerja di sini.

"Suruh Prana jangan cuti aja. Biar aku bisa pulang."

Pletak

"Patah hati jangan jadi alasan buat menghindar. Tapi jadikan motivasi untuk mempersiapkan diri agar bertemu jodoh yang lebih baik." Suport dari Opa, setelah menurunkan tongkat saktinya dari kepala sang cucu.

"HAHAHA... jadi balik kampung karena patah hati Haha!"

Plak

Tepukan keras dari sang istri mampir di lengan Ken, seketika menghentikan tawa Ken.

"Jangan ketawa keras-keras. Irie lagi sedih malah diketawain." Tutur Maylan tak suka.

Tawa Ken masih terdengar dari balik tangan yang menutupi mulutnya.

"Maaf sayang. Tapi baru denger tuh bocah patah hati. Biasanya kan dia bikin patah hati cewek. Ternyata karma berlaku buat dia hehehe." Kekeh Ken. Irie hanya memajukan bibirnya lima senti.

all about Triplet Where stories live. Discover now