Air Mata

27 12 3
                                    

"Rin, lo mau kemana, bawa jaket segala? Hemm, wangi banget lagi. Tapi tunggu, kok kaya jaketnya si.. a'ab." Segera Airin menutup mulut Amel saat mengejarnya menuju keluar ruangan di jam istirahat. Setelah melihat kelilingnya seperti tak ada yang mendengar ucapan Amel barusan, ia melepaskan tangannya dari mulut Amel.

"Buaah...! Ya ampun. Kok mulut gue lo bekep gitu sih. Emang gue salah ngomong apa?" Ucap Amel masih mengusap mulut yang di tutup oleh Airin.

"Sstt...! Pelan-pelan! Kamu gak salah kok. Aku mau ke kelas sebelas IPA1. Mau mulangin ini, ini jaketnya si Al." Ucap Airin pelan lebih dekat dengan Amel.

"O.M.G! Lo mau mulangin jaketnya si Al. Gue mulai curiga." Balasnya dengan suara sedikit tinggi.

"Iiihh! Amel, jangan kenceng-kenceng dong suaranya. Nanti aku jelasin. Tapi kamu temenin aku dulu yah. Ok, ok?"

Merekapun mulai berjalan menuju kelasnya Al yang hanya dibatasi oleh 2 ruangan kelas dan laboratorium bahasa.
"Yaudah, ayo jelasin. Gue jadi penasaran."

"Gini, sebenernya sih panjang ceritanya. Tapi intinya, dia kasih pinjam jaketnya waktu ujan deras kemaren itu. Terus, dia bilangnya bakal nerima jeket ini tunggu aku cuci dulu. Tapi harus wangi. Gimana udah wangi kan, Mel? Aku jadi gak enak nih, takut dipulangin lagi." Ucap Amel polos yang membuat Amel terkekeh dengan tingkah polos sahabatnya itu.

Mendengar ucapan polos Airin, Amel kemudian merangkul pinggang Airin dan mengacak-acak poninya.

"Lo tuh ya. Mau aja di kerjain sama tuh anak. Kalo si Al ngomong gitu, itu becanda doang tau gak sih Rin, Rin. Namanya juga si Al, taunya cuman becanda doang. Yakan gak mungkin lah dia gak bakal nerima jaketnya yang udah lo cuci. Apalagi dari cewe cantik kaya elo." Airin menjadi malu mendengar ucapan Amel. Betapa bodohnya dia terlalu melaksanakan ucapan Al.

Setibanya di depan ruangan Al, keduanya berhenti. "Udah sono kasih! Itu dia lagi make earphone. Gue nunggu di sini aja." Ucap Amel yang terdiam dekat pintu.

Sebenarnya, betapa malunya Airin untuk masuk keruangan itu mengembalikan barang yang sebenarnya bukan dipinjamnya, melainkan di pinjamkan. Sedangkan di depan ruangan saja, sudah banyak yang menatapnya entah dengan tatapan apa ia tak tahu.

Ia memberanikan dirinya untuk memasuki ruangan itu, setelah Amel terus-menerus memberikan isyarat dengan tangannya, agar dirinya masuk. Sesekali ia menatap Amel dengan tatapan meminta bantuan dan wajah yang terlihat malu.

Ini adalah kali pertamanya masuk keruang kelas ini. Ruang kelas yang tak kalah kreatifnya dengan kelas mereka. Ketika ia masuk, ruangan itu dipenuhi dengan nuansa yang penuh dengan rumus dan bahasa-bahasa latin yang menghiasi dinding ruangan itu, serta patung-patung organ tubuh manusia, yang semakin menyempurnakan ruangan itu, sebagai ruang dari anak-anak ilmu alam.

Tak sedikit dari siswa-siswi diruangan itu, yang menghentikan kegiatan mereka saat gadis cantik yang tergolong masih siswi baru disekolah itu memasuki ruangan kelas mereka.
Ada apa gerangan?

Sungguh, ia ingin sekali segera keluar dari dalam ruangan itu dan ingin sekali untuk tidak ditatap seperti saat ini.

Airin masih mencari dimana tempat duduk Al. Ternyata anak itu duduk di bangku kedua dari depan di barisan ketiga setelah masuk keruangan itu.

Al terlihat menutup matanya dengan menyandarkan kepalanya di bangku yang ia duduki dengan menggunakan earphone yang menempel di kedua telinganya.

Melihat Al yang entah tertidur atau tidak atau bahkan mingkin terlalu menikmati alunan lagu yang didengarnya, hingga ia menutup matanya, membuat Airin semakin ragu memantapkan langkahnya, hingga ia menggenggam erat jeket yang dibawanya.

Belum juga ia membangunkan Al, seseorang sudah membangunkannya terlebih dahulu. Dia adalah Rendy. banyak yang mulai menatapnya dan yang mulai memberikan pendapat-pendapat mereka. Hingga Rendy bertindak untuk membangunkan Al. Rendy menepuk pundak Al dan berkata "Woi, bangun! Ada yang nyariin lo.

Al kemudian membuka matanya dan menatap kearah siapa yang membangunkannya. Namun, ia hanya melihat Airin yang berada disampingnya. Ia terkejut. Kemudian ia mengambil posisi duduk tegak sambil melepas earphone yang menempel di telinganya.

Tanpa sepatah katapun, Airin langsung menyodorkan sesuatu yang ada di tangannya.

"Aa... loh mau mulangin ini yah? Kirain apa gitu." Diam sebentar.

" Gak usah sampe diantar kali, gue kan bisa minta langsung dari lo. Lagian yah,  yang namanya minjem itu, yang lama. Bukan cuman 2 hari kaya gini." Sambung Al dan menerima jeketnya kembali yang hanya dibalas dengan senyum oleh Airin.

"Makasih yah! Kemaren udah di pinjemin. Aku, a... aku balik dulu." Balasnya singkat. Ia semakin tak tahan dengan sekelilingnya kini.

"Ok! Makasih juga ya."

Airin kemudian membalikkan badannya dan berjalan menuju keluar dari ruangan itu. Saat ia berjalan hendak keluar, ia mendengar ocehan beberapa siswi yang ada di ruangan itu.

"Siapa sih itu? Keganjenan banget jadi cewe."

"Tau, tuh. Masih anak baru udah berani aja nyamperin orang. Nyamperinnya si Al lagi. Ih, enggak benget deh."

"Itu si anak baru kan? Kok dia berani banget kesini. Nemuin si Al lagi. Emang dia pikir dia udah yang paling cantik apa? Paling juga mau TP-TP doang. TEBAR PESONA. Uhhh...!"

"Keganjenan itu."

Mendengar ucapan-ucapan itu, membuat hati Airin seakan tersayat-sayat. Ia berpikir, tentu dirinyalah yang dimaksud mereka. Inilah yang ditakutinya dari awal.

Airin semakin tak tahan berlama-lama di dalam lagi. Ia kemudian langsung berlari keluar ruangan itu dengan memegangi kedua pipinya yang dirasanya sudah memanas tanpa mempedulikan Amel yang masih setia menunggunya di luar ruangan tadi.

Ia juga berusaha menahan sesuatu yang sudah memanas di antara matanya. Sungguh, ia tak ingin menangis. Ia tak ingin orang sampai melihatnya menangis.

Namun apa yang terjadi, air mata itu mengalir. Mengalir tanpa ia sadari. Sudah sekuat tenaga ia menahannya, namun apa. Ia merutuki dirinya. Bodoh! Kenapa kamu keluar. Kenapa kamu gak bisa tahan sedikit saja. Ucapnya dalam hati.

Ia masih berlari. Namun bukan ke ruang kelasnya. Ia justru pergi ke toilet. Disana ia menenangkan hatinya. Ia menghapus  air matanya yang ditemani oleh Amel yang ternyata mengikutinya sedari tadi. Amel bukannya tak tahu kejadian yang menimpanya di kelas Al tadi, namun ia tak ingin melawan mereka. Yang Amel pikirkan justru bagaimana menenangkan Airin.

"Rin!" Baru saja Amel menyebut namanya dengan lembut, tangis Airin semakin menjadi. Melihat itu, Amel tak tega. Kemudian ia langsung memeluk sahabat barunya itu dan menenangkannya.

"Heey. Udah, lo gak usah nangis. Lo gak usah peduliin omongan mereka. Mereka tuh taunya cuman ngomong yang gak ditau mereka pasti. Lo jangan mau nangis cuman gara-gara tuh curut-curut Papua. Jangan nangis ya. Gue jadi sedih nih." Ucap Amel.

Kemudian Airin melepas pelukannya setelah mendengar bel pertanda istirahat telah berakhir. Ia menghapus air matanya dan segera membasuh wajahnya.

Lalu mereka pergi keluar menuju ruangan. Airin berkata pada Amel untuk tidak memberitahukan hal ini pada sahabatnya yang lain. Amel mengiyakan perkataan Airin, supaya ia tak terlalu terpikir dengan kejadian barusan.

Lalu bagaimana dengan Al??
Apa dia tak mendengar ucapan gadis-gadis sekelasnya tadi? Apa dia tak melihat kejadian itu? Atau, dia hanya berpura-pura untuk tidak melihat dan mendengarnya? Atau memang ia hanya menganggap hal itu biasa saja?

(Oooowwwww....! Ayolah Al, lakukan sesuatu.)

                      °◇◇◆◇◇°

=============================

Gimana nih ceritanya guys?¿
Hehe...
Semoga suka! :)
Gak bosen-bosen nih aku ngingetin kalian buat kasih bintang ★ nya dan komentarnya juga boleh.

See you... ♥♥♥

ANIMOWhere stories live. Discover now