23. The Truth Revealed

Mulai dari awal
                                    

“Irene, tolong aku,” ia memelas padaku kemarin malam, saat ia tidak bisa lepas dari efek obat yang diminumnya. Matanya bergetar saat melihat begitu banyak memar ditubuhku, yang dihasilkannya sendiri. Baekhyun dengan cepat bangkit dari atas tubuhku, setelah ronde ketiga. Aku ingat sekali.

Aku tahu itu sulit baginya, karena bahkan setelah kembali dari kamar mandi pun, ia masih merasa panas. Aku tahu betapa laki-laki itu tidak mau melukaiku, meski nyatanya kemarin malam, ia terang-terangan melakukannya. Pada saat kami melakukannya, aku hanya melihat Baekhyun.

Aku hanya memikirkan Baekhyun,

Aku hanya mencintai Baekhyun,

Aku hanya memperdulikan Baekhyun.

Karena di setiap saat yang lain, aku hanya melihat Baekhyun yang merindukan Chanyeol, Baekhyun yang tersiksa karena tidak bisa melihat Chanyeol, dan Baekhyun yang hanya mencintai Chanyeol.

Aku cukup mengerti, betapa posisiku memuakkan diantara hubungan Chanyeol dan Baekhyun. Karena adanya aku, Baekhyun tidak bisa pergi ke dekapan Chanyeol. Karena adanya aku, Baekhyun tidak bisa melawan Seohyun. Tapi, yang aku ingin katakan adalah, itu semua salah.

Baekhyun tidak pernah, sekalipun, mencintaiku.

Laki-laki itu akan pergi ke rengkuhan Chanyeol jika ia egois, karena ia bisa. Ia bisa merebut Chanyeol dari Seohyun dalam sekali jentik jari. Namun ia tidak mau, karena apa? Karena Baekhyun tidak mau merenggut semua yang Chanyeol punya. Ia tidak mau melarikan Chanyeol dari semua tanggung jawabnya, dari keluarganya, dari reputasinya.

Itu adalah cara Baekhyun mencintai Chanyeol.

Sama seperti beginilah caraku mencintai Baekhyun.

Dan sebelum Baekhyun benar-benar bahagia, aku tidak akan pergi darinya. Aku ingin dia tahu, bahwa pernah ada seorang wanita yang mencintainya sebesar ia mencintai Chanyeol. Bahwa pernah ada satu orang yang tanpa ragu menumpahkan darah untuknya, dan tidak seperti Chanyeol yang memiliki hati Baekhyun sepenuhnya, aku tidak pernah meminta Baekhyun memberikan hatinya padaku.

Karena bisa mencintainya sebagai istrinya saja, sudah lebih dari cukup.

AUTHOR POV

Chanyeol sedang membolak-balik berkas sambil memijit pelipisnya saat seseorang dari luar mengetuk pintu ruang kerjanya. Dengan desahan malas, ia mempersilahkan orang itu masuk. Ia terkejut saat mendapati Kris yang masuk, karena asistennya itu tidak pernah mengetuk pintu.

“Kris?”

Entah hanya perasaannya saja, atau Kris terlihat begitu muram dan takut. Asistennya itu berjalan mendekat ke Chanyeol, dan berhenti tanpa berkata apa-apa.

“Ada apa, Kris?”

“Saya...” ujar Kris pelan. “Saya ingin melaporkan sesuatu pada anda, Yang Mulia.”

Alis Chanyeol mengkerut. “Apa itu?”

Kris terlihat begitu ragu, dan itu membuat Chanyeol semakin penasaran sekaligus sebal karena mood nya tidak begitu bagus. Kris mengeluarkan sebuah benda hitam kecil dari sakunya, lalu dengan gerakan terlampau pelan, ia meletakkan benda itu di meja kerja Chanyeol.

“Ini...”

“Voice recorder, Yang Mulia. Buatan Pangeran Luhan.” jawab Kris lalu menarik nafas. “Voice recorder ini memiliki alat pasangannya berupa chip... yang kemarin sore kami selipkan di jas Pangeran Baekhyun, sesuai perintah anda.”

Tenggorokan Chanyeol mengering.

“Chip yang ditanam di jas Pangeran Baekhyun akan merekam suara disekitarnya, yang bisa diputar lewat tape mini ini.” Kris menunjuk benda hitam itu lalu kembali menyatukan tangannya. “Alasan saya melaporkan ini pada anda adalah...”

[ChanBaek] Half BeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang