36. Never Ending

Mulai dari awal
                                    

"Oh ya? Kau pertama kalinya orang yang pernah mengatakan hal itu kepadaku," kataku sambil masih mengacungkan pisau ke arahnya.

Aku kuat! Aku tidak akan kalah dari dirinya! Aku harus bisa membuat Factorem terintimidasi. Inilah keahlianku selama ini, pikirku.

"Jadi," kataku. "ada berapa orang yang mencintaimu? Jangan salah paham, maksudku orang yang benar-benar mencintaimu." Kataku sambil menekankan kata-kata terakhir.

Dia terdiam sebentar sebelum menjawabku. Dan aku pikir aku berhasil membuat dirinya terpancing oleh perkataanku untuk sementara.

"Untuk apa orang-orang benar-benar mencintaiku jika aku bisa membuat mereka mencintaiku dengan mudah?"

"Hah! Dengan mudah kau bilang? Lalu untuk apa kau sampai susah-susah mengutukku hanya demi orang-orang mencintaimu!" sinisku.

"Aku sudah pernah bilang ini kepadamu sebelumnya dan akan kukatakan lagi," jeda. "kau lebih menyedihkan dariku, oh bukan, tapi dari seluruh orang di dunia ini karena kau tidak pernah mendapatkan cinta yang tulus walaupun sebentar saja. Dan bagaimana rasanya dicintai seseorang karena kau memperalat mereka? Kuyakin kau pernah merasa hampa."

Factorem terlihat sangat murka sekarang. Dia membuat barang-barang terbang dan menimpaku. Dia membuat pisauku berbalik ke arahku dan aku tidak bisa mengendalikannya.

"Aku tahu ini percuma saja membunuhmu. Tapi aku ingin sekali membuatmu diam dengan membuatmu mati sesaat."

Lalu tiba-tiba atap rumah ini terbang terhempas angin yang sangat kencang sesaat sebelum pisau itu mengenaiku. Aku terkesiap dan bisa kudengar Aiden memanggil-manggil namaku.

Aku kira ini semua ulah Factorem namun ketika aku melihat eksperesi wajahnya yang terkejut sama seperti halnya aku saat ini, aku tahu ini bukan perbuatannya.

Aku tidak tahu ini perbuatan siapa tapi yang pasti karena ini membuatku dan Aiden bisa kabur dari sana. Lalu kulihat Tyler yang menembakkan senapan ke arah Factorem dan itulah kesempatan untuk aku membawa pergi Aiden pergi dari sini.

Aiden mulai bisa berjalan walau tetap harus kubantu. Bisa kulihat mata birunya yang kembali hidup lagi. Terlihat terang dan teduh, tapi juga berapi-api.

"Kita harus segera pergi dari sini!" teriakku kepada Aiden.

"Bagaimana dengan Tyler?" tanyanya.

"Tenang saja, dia akan baik-baik saja." Selama itu bukan Factoremnya, kurasa Tyler akan baik-baik saja.

Kami berlari sambil berusaha menghalangi badai dengan lengan kami. Lalu aku melihat ke arah Aiden lagi.

Badainya! Ini adalah tanda kutukanku yang kedua! Dan Aiden sudah menunjukkan tanda kedua!

Pantas saja aku tidak asing dengan badai tiba-tiba seperti ini, ujarku dalam hati.

Ya ampun waktuku tidak lama lagi. Aku harus segera menusukkan pasak di jantungku dan Tyler juga harus segera menusukkan pasak ke jantung Factorem. Karena setiap setelah tanda kedua, tanda ketiga akan cepat muncul.

Dan kuharap tanda itu tidak muncul sebelum pasak itu menembus jantungku.

***

Aku dengan terburu-buru menyalakan mesin mobil sementara Aiden menutup pintu mobil. Aku menekan gas dengan maksimal sampai hampir tergelincir di jalan.

Immortal SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang