BAGIAN 37

9.7K 743 3
                                    

Sahabat adalah orang yang tahu semua kekuranganmu, tapi tetap memilih bersamamu ketika orang lain meninggalkanmu.

* * *

PERUBAHAN BARU

Rahman sudah dibebaskan dari penjara. Ia tak menyangka kalau yang akan menjemputnya adalah satu rombongan besar hingga harus memakai bus.

Ardi memeluknya dengan erat, begitupula dengan Marni dan Risya. Semua orang menyambutnya seakan dia adalah bagian dari keluarga yang telah lama tak pulang.

Di antara semua orang yang datang, Syifa juga berada di sana namun lebih memilih mengurus dua orang adiknya yang sibuk saling kejar-kejaran.

Rahman tersenyum diam-diam. Mereka pun segera naik ke bus dan menuju ke rumah untuk pulang.

"Setelah ini kamu tinggal dulu sama Akh Ardi dan Ukhti Risya, Ibumu tentunya masih rindu padamu," saran Firman.

"Betul itu, kalau sudah siap betul, barulah kamu masuk ke pesantren dan tinggal di sana," tambah Salman.

Rahman hanya mengangguk dan tersenyum. Aryan dan Lia berlarian mengelilingi Salman. Syifa pun mengejar mereka berdua.

"Aryan..., Lia..., sudah dulu mainnya. Nanti jatuh...," cegah Syifa.

Rasya dan Ardi terkekeh melihat Syifa yang kerepotan.

"Ukhti Syifa..., sebentar lagi akan bertambah satu nominator yang akan kamu jaga setelah Aryan dan Lia...," Rasya menunjuk pada Salwa.

Firman terkekeh. Syifa menatap Rasya dengan santai.

"Iya..., aku udah tahu kok Paman. Tenang..., Insya Allah aku pasti akan bantu Bibi Salwa jagain bayi mungilnya kalau sudah lahir," balas Syifa seraya tersenyum di balik niqob-nya.

"Terus yang jagain kita berdua siapa dong Kak?," Lia bertanya dengan wajah merana.

Syifa pun segera berlutut di hadapannya sambil tersenyum bahagia.

"Lia kan sudah besar..., sudah seharusnya Lia menjaga diri Lia sendiri. Aryan saja sudah tidak mau dijaga oleh Kakak, begitupula seharusnya dengan Lia, karena Lia harus menjadi gadis yang tangguh dan mandiri," jelas Syifa pelan-pelan.

"Lia boleh jadi seperti Kak Syifa?," tanya Lia lagi.

"Tentu..., semua orang di dunia ini punya panutan. Kakak juga punya panutan, yaitu Ummi Kakak sendiri. Lia juga boleh punya panutan, agar Lia tidak melangkah di jalan yang salah," jawab Syifa.

Lia pun mengecup pipi Syifa lalu kembali bermain bersama Aryan yang sudah asyik di kursinya sendiri. Rahman terus memperhatikan Syifa diam-diam dan tersenyum dalam hati.

"Ahh..., Abi tolong...!!!," teriak Salwa tiba-tiba.

Firman segera mendekat dan melihat kalau air ketuban Salwa sudah pecah. Daniel segera berbicara dengan sopir bus agar mereka segera ke rumah sakit terdekat.

"Tahan ya Mi..., tahan..., Abi di sini...," ujar Firman menenangkan Salwa.

"Kak Salwa tarik nafas dalam-dalam..., hembuskan..., tarik lagi..., hembuskan...," Kiana mencoba menuntunnya.

"Berdzikir Kak..., ayo...," saran Diva.

"Subhanallah..., Alhamdulillah..., Allahu..., ahh..., sakit Div...," Salwa pun menangis.

Firman terus menahan punggung Salwa agar lebih nyaman. Marni mengambilkan segelas air hangat dari termos yang dibawanya tadi.

"Minum dulu Nak..., biar lebih tenang," pinta Marni.

Salwa meminum air itu dan menghabiskannya dengan cepat. Kontraksi yang ia alami lebih cepat dari dugaan semua orang.

"Terus berdzikir Ukhti...," ujar Nilam sambil menyodorkan tissue pada Firman agar bisa menyeka keringat di kening dan wajah Salwa.

"Ayo Ukhti..., terus berjuang. Sedikit lagi tolong bertahan...," pinta Risya.

Syifa hendak membantu Bibinya, namun tanggung jawab untuk menjaga Aryan dan Lia tak bisa ia tinggalkan. Rahman pun mendekat padanya.

"Pergilah semangati Bibimu, biar saya yang jaga Aryan dan Lia," ujar Rahman.

Syifa menatapnya penuh kelegaan.

"Syukron Akh..., nanti saya segera kembali," ujar Syifa terburu-buru menghampiri Salwa.

Bus yang mereka tumpangi masuk ke area parkir rumah sakit bersalin. Perawat langsung mengambil alih Salwa untuk ditangani. Firman masuk ke ruang bersalin sementara Salman dan Daniel membantunya mengurus administrasi di meja pendaftaran.

Semua orang berdo'a untuk Salwa dan bayinya. Syifa kembali mengambil Aryan dan Lia.

"Syukron Akh Rahman..., karena telah membantu untuk menjaga adik-adik saya," ujar Syifa.

"Sama-sama...," jawab Rahman, singkat.

Pria itu buru-buru pergi meninggalkan Syifa dan mendekat pada Marni

"Ibu kok ikut gelisah?," tanya Rahman.

"Salwa itu orang yang baik, dia selalu ada untuk Kakakmu kapanpun saat dibutuhkan. Makanya Ibu ikut khawatir," jelas Marni.

Rahman tersenyum sambil merangkul Ibunya dengan hangat.

Firman terus menyemangati Salwa di sampingnya. Diva pun begitu, wanita itu tak pernah pergi dari sisi Salwa.

Waktu terus berjalan, Salwa masih berjuang sambil terus menarik nafas panjang untuk meredam rasa sakitnya. Firman menggenggam tangannya dan mengecup pipi Salwa dengan penuh cinta.

"Berdzikir sayang..., tahan rasa sakitnya..., Abi di sini bersama Ummi, " bisik Firman.

Salwa mengangguk. Dokter segera mengecek pembukaan yang sedang berlangsung.

"Sudah pembukaan delapan Bu..., ayo mulai mendorong, bayinya akan segera lahir," perintah Dokter tersebut.

"Bi..., punggung Ummi sakit, nafas Ummi sesak, Ummi nggak bisa berbaring," ujar Salwa

Firman pun dengan sigap membantu Salwa bangun dan menahan punggungnya.

"Gimana Mi? Sudah lebih baik?," tanya Firman.

Salwa hanya mengangguk dan tersenyum pada Firman. Firman menatap wajah isterinya yang begitu bercahaya, ia pun membalas senyuman itu dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Siap ya Bu..., hitungan ketiga..., satu..., dua..., tiga..., dorong!!!."

Salwa mengejan sekuat mungkin dalam satu tarikan nafasnya. Firman terus membisiki telinganya dengan do'a-do'a yang membuat hatinya tenang. Kini, perasaan Salwa benar-benar terasa hangat.

"Sekali lagi ya Bu..., hitungan ketiga..., satu..., dua..., tiga..., dorong!!!."

Salwa mengejan sekali lagi.

Dan...

Hoooeeekkk!!! Hoooeeekkk!!! Hoooeeekkk!!!

Lahirlah sang bayi yang begitu dinantikan oleh Firman dan Salwa.

"Alhamdulillah Ya Allah..., Alhamdulillah atas titipanmu yang paling berharga untuk kami...," Firman berucap syukur sambil terus memeluk Salwa.

Wajah Salwa yang basah oleh keringat pun dipandanginya tanpa rasa bosan.

"Terima kasih sayang..., Abi bangga sama Ummi, karena Ummi sudah mau berjuang untuk melahirkan anak kita dengan mempertaruhkan nyawa Ummi. Abi cinta sama Ummi," ujar Firman, tulus.

"Ummi juga cinta sama Abi," balas Salwa seraya tersenyum bahagia.

"Selamat ya Pak..., Bu..., anaknya laki-laki," ujar Dokter.

Mereka pun tersenyum. Firman mengadzani bayinya dan segera memberikannya pada Salwa agar bisa di dekap olehnya. Semua yang menunggu pun ikut merasa berbahagia dengan keluarga kecil itu.

'Allah selalu memberikan yang terbaik, bagi hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now