BAGIAN 1

23.2K 1.3K 18
                                    

Allah akan selalu menerima hamba-Nya yang benar-benar bertaubat. Manusia hanya bisa menilai, sementara Allah lah yang menentukan baik atau buruknya seorang hamba.

* * *

MENENANGKAN HATI

Salwa baru saja membuka pintu rumah pondok santriwati ketika melihat sosok seorang wanita berdiri di depan pagar rumahnya.

Wanita itu tersenyum ke arahnya. Meskipun memakai niqob, Salwa tetap tahu kalau wanita itu tersenyum. Mungkin karena ia sudah terbiasa melihat Diva memakai niqob di rumah mereka.

"Assalamu'alaikum Ukhti Salwa..., ayo kita berangkat ke masjid bersama," ajak Nilam.

"Wa'alaikum salam Ukhti...," Salwa berusaha mengingat nama wanita itu.

"Nilam..., nama saya Nilam."

"Ya..., Ukhti Nilam."

Mereka berjalan beriringan tanpa membicarakan apapun. Masjid sudah dipenuhi oleh para santri dan santriwati ketika mereka tiba. Ria dan Risya memberi tanda pada Nilam untuk duduk di dekat mereka.

Nilam menarik tangan Salwa dan mengajaknya duduk di dekat yang lainnya. Risya memberikan sebuah kitab yang akan mereka pelajari malam itu pada Salwa.

Rasya terlihat naik ke atas mimbar untuk membawakan materi.

"Di sini, santri dan santriwati senior akan selalu bergantian membawakan materi untuk para santri dan santriwati yang baru," jelas Nilam pada Salwa.

Salwa menganggukan kepalanya, pertanda bahwa ia mengerti.

"Dulu Ukhti Diva dan Ukhti Kiana sering diminta langsung oleh Abah atau Bu Nyai untuk membawakan materi," ujar Ria.

"Akh Salman juga..., mereka bertiga adalah santri dan santriwati panutan di pesantren ini," tambah Risya.

Salwa tersenyum dari balik niqob-nya. Ia tahu semua itu, ya..., itulah alasan mengapa ia ingin sekali tinggal di pesantren seperti Diva, Kiana, dan Salman. Lulus dari Al-Azhar saja sepertinya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan pengetahuan yang mereka dapatkan di tempat itu.

Semua mata mulai menatap ke arah Rasya. Firman telah menyelesaikan bacaan Qur'an-nya dengan baik, sehingga waktu untuk Rasya menyampaikan materi pun telah tiba.

"Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,” ujar Rasya, membuka awal materi.

Wa’alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh,” jawaban serentak dari seluruh santri dan santriwati.

Allahumma sholi ‘ala Muhammad, wa ‘ala ali syaidina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in, amma ba'du. Robbishrohlii shodrii wa yassir lii amrii wahlul ‘uqdatam mil lisaanii yafqohuu qoulii.”

Sejenak Rasya berhenti untuk menarik nafas.

"Iman kepada Allah Subhanahu wa ta'ala adalah inti dari ajaran Islam itu sendiri, dimana setiap muslim diwajibkan untuk bertauhid, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Dengan mengucapkan kalimat Laa illaa ha ilallah maka seseorang meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan dengan kalimat tersebut mampu memberikan manfaat yang besar bagi seseorang yang mengucapkannya," jelas Rasya.

Salwa mencatat beberapa point penting dalam buku kecil pemberian Syifa - keponakannya - sebelum ia berangkat ke Pesantren beberapa hari yang lalu.

"Seperti yang dijelaskan di dalam Al-Quran surat Ibrahim ayat 24 dan 25, a laam taro kaifa dhoroballahu matsalang kalimatan thoyyibatang kasyajarotin thoyyibatin ashluhaa tsaabituw wa far'uhaa fis-samaaa'. Tu'tiii ukulahaa kulla hiihim bi idzni robbihaa, wa yadhribullahul-amtsaala lin-naasi la'allahum yatadzakkaruun. Artinya, tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke atas langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya selalu ingat.”

Rasya kembali berhenti beberapa saat.

"Itulah kalimat ‘Laa ilaa ha ilallah’ yang akan menyelamatkan manusia baik di dunia maupun di akhirat selain itu juga memberikan banyak manfaat bagi seseorang yang mengimaninya dan selalu mengingatnya," Rasya melihat ke arah Ardi yang memberitahu bahwa waktu masih ada untuk melanjutkan.

Rasya mengangguk perlahan ke arah Ardi.

"Untuk mempertebal keimanan kita, ada beberapa hal yang bisa kita coba, Yang pertama adalah banyak-banyak mengingat Allah, karena dengan mengingat Allah maka kita akan selalu berada dalam rahmat-Nya. Yang kedua adalah instrospeksi diri, karena dengan instrospeksi diri maka kita akan mengetahui kelemahan dan kekurangan pada diri kita, lalu kita akan memperbaikinya. Yang ketiga adalah jangan sampai kita ketinggalan amalan wajib, karena dengan dengan amalan wajib itu Allah akan menambahkan iman dalam dada kita. Yang keempat yaitu perbanyak juga amalan sunnah, jika kita memperbanyak amalan sunnah maka iman dalam dada akan meningkat. Dan yang kelima adalah Tadabur Qur'an, yaitu membaca, menghayati, dan mengamalkan isi dari Al-quran," jelas Rasya.

Abah memberi tanda pada Rasya bahwa waktu Maghrib akan segera habis, dan Shalat Isya' akan segera dilaksanakan.

"Itulah beberapa hal yang bisa menjadi dasar keimanan. Semoga bisa membantu kalian semuanya dalam mempertebal keimanan dan lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Sekian pembahasan dari saya, wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," Rasya pun menutup materi malam itu.

Salwa menutup bukunya dan menyimpannya dalam tas berisi mukena. Nilam membantunya berdiri untuk segera melaksanakan Shalat Isya' berjama'ah.

Ada sedikit ketenangan yang menjalar dalam batin Salwa saat berdiri di antara barisan shaf para santriwati itu. Ia merasa hatinya yang kering kerontang mulai kembali berembun.

'Aku rindu rumah..., tapi sepertinya aku lebih merindukan Sang Pencipta. Karena aku sadar, bahwa hanya Dia-lah yang mampu menuntaskan segala perasaan yang ada di hati setiap manusia.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now