BAGIAN 33

9.4K 759 4
                                    

Siapapun itu, jika dia mengatakan kebenaran dan menunjukkan jalan yang lurus, sekalipun dia adalah anak kecil, maka dengarkanlah apa yang dia katakan. Karena bisa jadi, melalui perkataannya Allah mengirimkan hidayah untukmu.

* * *

SALING BERTAUT

Ardi memarkirkan mobilnya di area parkir madrasah, Risya membantu Marni melepas sabuk pengamannya dan turun dari mobil. Mereka berjalan menuju area pesantren setelah melewati pintu gerbang.

"Ada apa ya? Kok sore-sore begini ramai sekali di masjid?," tanya Marni.

"Ada ujian untuk santri dan santriwati Bu, jika nilai mereka bagus maka mereka akan dipilih untuk menjadi salah satu pengajar di pesantren ini seperti saya," jawab Ardi.

Salwa terlihat berjalan menuju masjid bersama Ria dan Nilam. Risya melambaikan tangannya sehingga mereka mendekat.

"Assalamu'alaikum Ukhti...," sapa Risya.

"Wa'alaikum salam...," jawab mereka serempak.

"Ada apa sehingga kalian buru-buru sekali untuk pergi ke masjid?," tanya Marni.

"Syifa akan segera maju untuk ujian, Bu Nyai dan Abah sudah menawarkannya sejak awal untuk menjadi salah satu pengajar di pesantren, tapi dia menolak dan lebih memilih ikut ujian ini agar tak ada yang merasa iri padanya," jelas Salwa.

"Alasan yang dia berikan benar sekali Ukhti, dia mengambil jalan yang benar," ujar Ardi, memberi pendapat.

"Ya saya tahu, tapi..., tetap saja saya khawatir, karena kalau dia gagal maka dia harus mengulang lagi satu tahun ke depan untuk ujian seperti ini lagi," ujar Salwa.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita lihat saja hasilnya secara langsung?," ajak Nilam.

"Ya, mari kita ke sana," balas Risya sambil menggandeng Marni.

Abah dan Bu Nyai sedang menilai peserta ujian yang sedang tampil. Firman duduk di samping Syifa - mewakili Daniel dan Diva yang tidak bisa hadir.

Kehadiran Salwa yang segera duduk di sampingnya membuat gadis itu terlihat sangat ceria. Ia memeluk Salwa seakan memeluk Diva.

Marni memperhatikannya dari tempatnya duduk bersama Risya dan Ardi. Ia tersenyum melihat bagaimana gadis itu bersikap kepada Salwa dan Firman.

Peserta ujian yang tadi dinilai oleh Abah dan Bu Nyai pun sudah selesai. Kini giliran Syifa untuk maju dan mengikuti ujian. Syifa menatap Salwa.

"Bi..., do'ain aku ya..., Bibi sudah seperti Ummi-ku sendiri, jadi do'a Bibi sama mustajabnya dengan do'a Ummi," pinta Syifa sambil mengecup pipi Salwa dengan lembut.

Salwa mengangguk seraya tersenyum bahagia pada Syifa. Gadis itu pun maju setelah mencium tangan Firman. Semua mata menatap ke arahnya.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," ujar Syifa, memulai.

"Wa'alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh," jawaban serentak dari seluruh santri dan santriwati serta para Wali yang datang.

"Allahumma sholi 'ala Muhammad, wa 'ala ali syaidina Muhammad, wa 'ala alihi wa shohbihi ajma'in, amma ba'du. Robbishrohlii shodrii wa yassir lii amrii wahlul 'uqdatam mil lisaanii yafqohuu qoulii."

Sejenak Syifa berhenti untuk memastikan bahwa dirinya sudah siap.

"Jama'ah yang shaleh dan shalehah Rahimakumullah. Sore ini saya akan membahas materi singkat yang berkaitan dengan keikhlasan," ujar Syifa perlahan.

Abah dan Bu Nyai pun segera menilai.

"Sesungguhnya manusia, siapapun dia, akan celaka jika tidak beramal dengan niat yang tulus dan hati yang ikhlas. Karena ikhlas adalah syarat mutlak diterimanya sebuah amal. Betapa banyak ayat dan hadits yang menjelaskan akan pentingnya niat yang benar dan mencela orang yang salah niatnya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat Al-Furqan ayat dua puluh tiga, wa qodimnaaa ilaa maa 'amiluu min 'amalin fa ja'alnaahu habaaa'am mantsuuroo, yang artinya mengatakan 'dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan," jelas Syifa.

Semua mendengarkannya dengan khidmat.

"Jama’ah yang shaleh dan shalehah Rahimakumullah. Para Imam terdahulu, seperti Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ibnu Madini dan yang lainnya telah bersepakat bahwa niat adalah sepertiga dari ilmu. Imam Baihaqi memberikan suatu alasan tentang niat, bahwa yang termasuk sepertiga dari ilmu itu karena perbuatan manusia senantiasa berhubungan dengan tiga unsur, yaitu hati, lisan, dan anggota badan. Diantara tiga hal tersebut, niat adalah satu yang terpenting. Bahkan terkadang niat merupakan ibadah tersendiri dan ibadah yang lain mengikut padanya. Maka dapat dikatakan bahwa niat seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya."

Abah terlihat berbisik pada Bu Nyai, seakan sedang memutuskan sesuatu. Salwa terus berharap agar Syifa tidak gagal dalam ujiannya.

"Jama’ah yang shaleh dan shalehah Rahimakumullah. Ikhlas sendiri secara lughawi atau bahasa bermakna murni, sedangkan dalam pengertian syari’at, arti dari Ikhlas terbagi menjadi empat hal, yaitu pertama adalah memurnikan tujuan hanya kepada Allah dalam setiap bentuk ketaatan. Yang kedua amalan hati yang diperuntukkan hanya kepada Allah semata bukan untuk yang lain. Yang ketiga melepaskan diri dari pandangan manusia atau makhluk dan senantiasa memandang Allah. Dan yang keempat memurnikan maksud dan tujuan untuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala," Syifa berhenti sejenak untuk mengambil nafas.

Marni mendekat pada Risya.

"Sudah berapa lama dia tinggal di sini?," bisiknya.

"Baru dua tahun Bu...," jawab Risya.

Marti terlihat keheranan.

"Jama’ah yang shaleh dan shalehah Rahimakumullah. Ikhlas adalah syarat diterimanya amal. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali hanya ketika kita ikhlas kepada-Nya. Bukankah kita pun tidak bisa menerima sesuatu jika memang sesuatu itu tidak ditujukan untuk kita? Dan barangsiapa yang ikhlas niatnya dalam suatu kebenaran maka Allah akan mencukupkan antara ia dan manusia. Dan barangsiapa yang memamerkan kebaikannya karena riya’, maka Allah akan memamerkan keburukannya. Demikianlah pentingnya niat yang benar dalam segala amal ibadah kita, dan bahayanya amal jika tidak dilandasi keikhlasan karena Allah. Sebagai renungan akhir bagi kita, Ibnu ‘Uyaynah berkata: 'apabila yang tersembunyi sesuai dengan yang nampak, maka itu adalah keadilan, sedangkan apabila yang tersembunyi itu lebih baik dari pada yang nampak, maka itu adalah keutamaan, dan apabila yang nampak lebih baik dari pada yang tersembunyi, maka itu adalah kedurhakaan'. Sekian materi tentang keikhlasan dari saya, wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh."

Syifa pun turun dari mimbar untuk memeluk Salwa dengan erat. Tepuk tangan atas penampilannya bergemuruh di seluruh bangunan masjid itu. Abah dan Bu Nyai pun bahkan tersenyum puas atas penyampaian yang Syifa lakukan dalam ujian kali itu.

'Seperti inikah sosok yang membuatmu membuka kembali hati dan berbicara denganku, Nak? Bukankah Allah memang Maha Penyayang, sehingga memberikan hidayah untukmu melalui kehadirannya?.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now