BAGIAN 24

9.6K 777 8
                                    

Jika belum bisa berbuat baik, minimal jangan menyusahkan orang lain.

* * *

KITA BUKAN SIAPA-SIAPA

Siang itu, Nilam muncul di depan Rasya yang sedang duduk bersama Firman, Ardi, dan Tio. Kemunculan Nilam ini disambut dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Assalamu'alaikum...," sapa Nilam, dingin.

"Wa'alaikum salam..., ada perlu apa Ukhti Nilam? Tumben sekali menemui kami tanpa ditemani siapapun," tanya Tio.

Nilam tersenyum dari balik niqob-nya pada Tio.

"Sebenarnya saya ke sini bukan ingin menemui kalian semua, saya hanya ada keperluan pada Akh Rasya...," jawab Nilam sambil menatap Rasya dengan tajam.

Firman dan Ardi menangkap hal tidak baik dari cara Nilam menatap Rasya. Sementara Rasya membalas tatapan Nilam dengan santai.

"Masalah apalagi yang Ukhti bawakan untuk saya?," tanya Rasya, tanpa merasa berdosa.

"Apa kamu bilang??? Saya membawakan kamu masalah??? Sadar!!! Kamu yang biang masalah!!!," balas Nilam, kesal.

Rasya berdiri dan mensejajari posisinya dengan Nilam.

"Apalagi sekarang???," Rasya masih saja santai.

"Kamu bilang apa sama para santri dan santriwati baru tentang saya??? Kenapa mereka bilang pada saya kalau kamu mengatakan bahwa saya adalah santriwati paling galak di pesantren ini??? Apa maksudmu???," tanya Nilam.

Rasya tersenyum miring, sebetulnya ia sangat gemas dengan tingkah laku Nilam selama ini. Firman, Ardi dan Tio pun memilih untuk diam dan tidak ikut campur.

"Saya nggak melakukan fitnah kok..., yang saya katakan sama mereka itu benar adanya," jawab Rasya.

"Jadi kalau semua itu benar, maka kamu mempunyai hak untuk menyebarkan hal itu pada mereka??? Kamu lupa..., kalau Akh Salman pernah menyampaikan tentang Ghibah??? Kita dilarang menggunjingkan orang lain Akh Rasya..., seburuk apapun orang itu. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia," jelas Nilam.

Rasya mendekat pada Nilam, sehingga Nilam harus mundur dua langkah ke belakang untuk menghindari Rasya.

"Memangnya kita punya ikatan kasih sayang??? Sejak kapan???," tanya Rasya, jahil.

Ardi tertawa keras tanpa bisa ditahan, Tio dan Firman berusaha sekuat mungkin agar tak tertawa untuk menghormati Nilam.

Kekesalan Nilam sudah benar-benar memuncak, ia melemparkan buku yang ada di tangannya ke wajah Rasya. Rasya terkejut dan menatap Nilam dengan tatapan tak percaya.

"Dasar laki-laki kurang ajar!!! Di mana sopan santunmu, hah??? Apa maumu??? Apa salahku padamu sehingga kamu menginjak-injak aku seperti ini???," teriak Nilam.

Firman bangkit dari kursinya dan menghalangi pandangan Nilam dari Rasya.

"Sudah Ukhti..., jangan dengarkan Akh Rasya, dia sedang bercanda...," Firman memohon.

"Bercanda??? Baiklah..., mulai hari ini kita akan saksikan, apakah yang namanya penghinaan itu bisa disebut bercanda," geram Nilam dengan kedua mata memerah karena emosi, "..., kita lihat Akh Rasya..., ketika kamu bertemu jodohmu, berdo'alah semoga sikapnya tidak jauh lebih buruk dari sikapku!!! Allah akan menunjukkan apa yang selalu kita perbuat melalui balasan yang serupa atau lebih buruk!!!," sumpah Nilam seraya menunjuk tepat di depan wajah Rasya.

Rasya hanya bisa terpaku ketika mendengar sumpah itu. Nilam pun berlalu setelah mengambil bukunya dari atas tanah.

"Akh Rasya..., cepatlah minta maaf pada Ukhti Nilam. Akh Rasya memang salah...," saran Tio.

"Betul Akh..., jangan sampai sumpah yang diucapkan oleh Ukhti Nilam benar-benar terjadi. Akh Rasya akan menanggung akibatnya seumur hidup jika tak mendapatkan maaf," tambah Ardi.

Firman menepuk pundak Rasya dengan keras.

"Pergi dan minta maaf!!!."

* * *

Rasya menunggui Nilam di depan madrasah, ketika jam pulang sekolah berakhir, akhirnya ia melihat wanita itu keluar bersama Salwa.

Nilam berhenti di tempatnya dan menatap tajam ke arah Rasya saat melihat pria itu. Salwa ikut menatap ke arah Rasya seperti yang Nilam lakukan.

"Tumben Akh Rasya berdiri di depan madrasah? Siapa yang sedang dia tunggu?," tanya Salwa.

"Saya...," jawab Nilam, datar.

"Eh? Ukhti Nilam? Ada perlu apa? Bukankah Ukhti Nilam tidak pernah akur dengan Akh Rasya?," Salwa keheranan.

"Ya..., maka dari itu dia datang ke sini untuk mengibarkan bendera peperangan dengan saya... ."

Salwa masih terpaku di tempatnya ketika Nilam berjalan menuju ke arah Rasya. Firman pun menghentikan langkah isterinya itu ketika dia berniat mendekat.

"Abi..., mereka berdua... ."

"Jangan di dekati Mi..., kali ini biarkan Akh Rasya menyelesaikan apa yang sudah dimulainya dengan salah. Semuanya tinggal tergantung Ukhti Nilam, apakah dia mau memaafkan Akh Rasya atau tidak," jelas Firman.

"Apakah tidak sebaiknya Abi menengahi mereka?," tanya Salwa.

Firman tersenyum menatap isterinya yang begitu khawatir pada keadaan Nilam.

"Kita akan menengahi kalau kondisinya memburuk," janji Firman.

Rasya menatap Nilam yang sudah berdiri di hadapannya.

"Saya minta maaf atas apa yang saya lakukan. Saya juga akan meminta maaf di depan para santri dan santriwati baru, sekaligus menjelaskan bahwa apa yang saya lakukan adalah hal yang buruk," ujar Rasya.

Nilam tetap memasang wajah datar.

"Dan tolong..., cabut sumpahmu. Saya tidak mau mendapat sesuatu yang buruk dalam hidup saya," pinta Rasya.

Nilam menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Rasya sudah menyiapkan diri untuk mendapat kemarahan lagi dari Nilam, ia sangat menyadari bahwa dirinya salah besar karena mempermalukannya di depan banyak orang.

"Ya..., saya memaafkan kesalahanmu. Lain kali, jaga mulutmu kalau bicara. Pria yang baik itu dinilai dari bagaimana caranya berbahasa yang sopan dan tidak menggunjing orang lain. Seburuk apapun itu," balas Nilam.

Wanita itu pun pergi dan meninggalkan Rasya yang masih terpaku di tempatnya.

'Semudah itu? Hanya itu jawabanmu? Semudah itu amarahmu menghilang?.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant