BAGIAN 4

14.7K 1K 17
                                    

Mempelajari sesuatu adalah hal yang baik, namun kita tetap memerlukan bimbingan agar tidak salah ketika mempelajarinya.

* * *

SEBUAH NASEHAT

Nilam terus memperhatikan Salwa yang masih saja membaca buku yang kemarin dia pinjam dari perpustakaan pesantren. Wanita itu belum pernah sedetik pun melepas perhatiannya dari buku itu kecuali pada waktu Shalat, makan, atau bekerja.

"Ukhti..., adakah hal yang ingin Ukhti tanyakan mengenai buku yang Ukhti baca?," tanya Nilam, akhirnya.

Salwa mengangkat wajahnya dan menatap Nilam.

"Ukhti serius sekali membaca buku itu..., sehingga mengabaikan saya yang sejak tadi ada di sini," sindir Nilam seraya tersenyum.

"Afwan Ukhti..., saya tidak bermaksud demikian. Hanya saja, saya sedang mencoba memahami apa yang sedang saya baca," balas Salwa.

"Ada yang mau Ukhti tanyakan?," tawar Nilam.

"Ada! Apakah Ukhti tahu tentang hukum mempertipis alis mata? Jujur saja..., saya baru tahu dan tidak mengerti," Salwa terlihat antusias.

Nilam mengambil buku yang dipegang oleh Salwa lalu menutupnya. Ia duduk di samping wanita itu dan membiarkannya bersandar pada pundaknya. Entah kenapa, akhir-akhir ini Salwa suka sekali bersandar pada pundak Nilam ketika berada di sampingnya.

"Ukhti Salwa yang shalehah..., Islam memang tidak memperbolehkan mencabut alis mata dan juga tidak membolehkan untuk mempertipisnya, karena telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau melaknat wanita yang mencabut alis matanya dan wanita yang meminta untuk dicabut alis matanya.”

"Hukumnya haram atau makruh?," tanya Salwa lagi.

"Mempertipis rambut alis mata dengan cara mencabutnya maka itu haram bahkan termasuk salah satu dosa besar karena termasuk kategori nimsh yang dilaknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika dengan cara dipotong atau dicukur maka hukumnya makruh oleh sebagian ulama dan dilarang oleh sebagian lainnya, mereka menjadikannya termasuk nimsh dan berkata bahwa nimsh itu tidak khusus dengan mencabut saja, tapi itu umum pada semua hal yang merubah rambut yang Allah tidak rela jika ada di wajah," jelas Nilam.

Salwa terus mendengarkan dengan seksama.

"Akan tetapi ada juga beberapa ulama yang melihat bahwa selayaknya bagi wanita sehingga mereka mengatakan boleh atau makruh mempertipisnya dengan cara dipotong atau dicukur hendaknya dia tidak melakukannya kecuali jika rambut itu banyak sekali di atas alis mata, sehingga sampai menutupi mata dan mengganggu penglihatannya maka tidak apa-apa dia menghilangkannya. Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu segalanya," tambah Nilam.

"Jadi..., kita memang tidak boleh ya mencabut alis atau mempertipisnya...," Salwa membuat kesimpulan.

Nilam mencubit kedua pipi Salwa dengan gemas.

"Ukhti..., tidak perlu cemas. Meskipun kita sebagai muslimah dilarang mencukur atau mencabut alis mata, kecantikan kita tetap tidak akan berkurang. Karena kecantikan yang sesungguhnya itu berasal dari hati...," Nilam menunjuk ke arah dada Salwa.

Salwa pun menyentuh dadanya secara refleks.

"Jika hati kita baik, maka kecantikan kita akan terpancar melalui sikap dan perbuatan. Namun jika hati kita buruk, maka kecantikan kita takkan pernah terlihat meskipun kita merias diri dengan berlian yang penuh dengan kilau," jelas Nilam.

Salwa merasa ada yang mencelos dari dalam dadanya ketika mendengar penjelasan itu. Ia kembali teringat masa lalu, di mana seharusnya Diva tak pernah memaafkannya atas apa yang telah ia lakukan.

"Ukhti..., jangan tersinggung ya..., saya tidak bermaksud membahas masa lalu Ukhti. Masa lalu, biarkan saja dia lewat, karena masa depan akan selalu menanti kita setiap saat. Ayo..., kita sama-sama memperbaiki diri," ajak Nilam.

Adzan Dzuhur pun berkumandang, mereka pun bergegas mengambil air wudhu sebelum pergi ke masjid.

'Allah akan selalu menuntun hamba-Nya yang bersungguh-sungguh ingin memperbaiki diri dan hati. Allah takkan pernah meninggalkan hamba-Nya dalam lubang kenistaan.'

* * *

Tio baru saja keluar dari rumah pondoknya ketika berpapasan dengan Firman di halaman depan rumah pondok santri. Mereka saling menatap satu sama lain.

"Assalamu'alaikum Akh Firman...," sapa Tio seraya tersenyum.

"Wa'alaikum salam Akh Tio...," balas Firman, seadanya.

Tio menangkap sesuatu yang disembunyikan oleh Firman dari cara pria itu menjawab pertanyaannya.

"Apakah ada yang salah Akh Firman?," tanya Tio.

Firman menatap Tio untuk beberapa saat. Ia pun menghela nafasnya.

"Saya masih ingat betul, lima tahun yang lalu Akh Tio pernah berbuat onar di pesantren ini. Akh Tio mengintip ke dalam rumah pondok salah satu santriwati," ujar Firman.

Tio tersenyum sambil mengenang hal tersebut.

"Saya juga ingat Akh..., saat itu, saya hanya seorang laki-laki yang belum mengerti bahwa kehormatan seorang Akhwat adalah tanggung jawab seorang Ikhwan untuk dijaga. Saya benar-benar menyesalinya," ujar Tio.

Firman tak menaangkap kebohongan dalam perkataan Tio. Mereka duduk bersama di kursi bawah pohon mangga.

"Apa yang membuat Akh Tio menyesali perbuatan itu?," tanya Firman.

"Ukhti Diva dan Ukhti Kiana..., merekalah alasan saya menyesali apa yang telah saya perbuat," jawab Tio, jujur.

Firman menatapnya dengan terkejut. Tio tertawa melihat ekspresi Firman.

"Jangan salah paham dulu Akh..., Ukhti Diva dan Ukhti Kiana memang alasan saya menyesali perbuatan saya. Itu semua berawal dari cara mereka menyelamatkan saya dan Akh Salman ketika Akh Odi akan memfitnah kami berdua. Saya tidak habis pikir, kenapa masih ada Akhwat yang mau menyelamatkan saya, padahal saya sudah berbuat sangat kurang ajar karena tidak menghargai kehormatan mereka," jelas Tio.

Firman akhirnya mengerti apa yang Tio maksud.

"Mungkin, saya tidak bisa membalas budi secara langsung kepada Ukhti Diva ataupun Ukhti Kiana setelah mereka menyelamatkan nama baik saya dan Akh Salman dari fitnah yang keji. Tapi..., saat ini, selain mengubah sudut pandang saya dan juga kelakuan saya, setidaknya..., saya bisa membantu mereka untuk membimbing Ukhti Salwa selama berada di sini," tambah Tio.

Firman - sekali lagi - menatapnya dengan serius.

"Kamu tahu apa tentang Ukhti Salwa?," tanya Firman.

Lagi-lagi, Tio tersenyum.

"Saya tahu semuanya..., tentang dia," jawabnya, singkat.

Sore itu, akhirnya menjadi awal dari sebuah kesepakatan. Bahwa tidak ada satu pun dari mereka berdua yang akan mengabaikan kehadiran Salwa.

'Allah itu adil. Saat kamu tersesat, Dia akan mengirimkan orang-orang terpilih untuk menuntunmu kembali ke jalan-Nya.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang