BAGIAN 2

17.2K 1.1K 13
                                    

Mulut yang baik adalah mulut yang selalu mengeluarkan suara tasbih. Menyebut nama Allah dan selalu mengingat Allah.

* * *

MENCOBA

Masjid Agung, pukul 3 sore

Flashback On

"Yakin, kamu mau membiarkan Salwa tinggal bersama kita?," tanya Isma, pada Diva secara diam-diam.

"Bu..., biar bagaimana pun, Salwa itu Kakakku, aku tidak mungkin menelantarkannya," jawab Diva, dengan suara sepelan mungkin.

"Hati-hati saja, dia pernah hampir membunuhmu dan Syifa hanya karena ingin memiliki Daniel! Ibu tidak akan membantumu jika perempuan itu kembali berbuat jahat padamu!," tegas Isma.

Flashback Off

Sebuah sentuhan lembut di pundak Salwa membuatnya tersentak dari lamunan beberapa bulan yang lalu, ketika dirinya baru saja keluar dari penjara.

Tangan lembut itu tertawa pelan saat melihat ekspresi Salwa yang terkejut dari balik niqob-nya.

"Ukhti melamun? Siapa yang lagi dilamunin?," tanya Ria.

Salwa membalas sentuhan tangan itu dan menggenggamnya seraya tersenyum.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Ukhti, saya hanya memikirkan hal sepele," jawab Salwa.

"Hal sepele bisa jadi perkara besar kalau tidak dipecahkan...," ujar Risya yang sedang menyapu di dalam masjid.

"Saya tidak tahu cara memecahkannya Ukhti..., saya belum tahu," balas Salwa.

"Bagaimana mau dipecahkan, kalau Ukhti Salwa terus berdiam diri dan menyimpannya sendiri? Kami tidak bisa baca pikiran..., maka dari itu Ukhti Salwa harus mengatakannya pada kami," saran Ria.

Risya mendekat dan duduk di sisi kanan Salwa, sementara Ria sudah duduk sejak tadi di sisi kirinya.

"Ayo cerita...," bujuk Risya dengan manis.

Salwa terkekeh sesaat ketika melihat tingkah dua orang santriwati di sampingnya. Ia pun menarik nafas pelan-pelan.

"Sebenarnya, saya berbohong ketika mengatakan pada Abah dan Bu Nyai mengenai alasan saya yang memutuskan untuk tinggal di sini," ujar Salwa, jujur.

Ria dan Risya pun saling menatap satu sama lain selama beberapa saat.

"Kalau bukan itu alasan Ukhti Salwa tinggal di sini, lalu apa alasan sebenarnya?," tanya Ria, hati-hati.

Salwa menundukkan kepalanya dan menatap lantai masjid untuk menahan perasaan malunya.

"Saya hanya merasa tidak enak pada Ibu mertua Diva..., beliau terus mencurigai saya, seakan saya akan mengulangi lagi kesalahan saya di masa lalu. Akhirnya..., saya memutuskan keluar dari rumah mereka dengan cara seperti ini," jawab Salwa dengan jelas.

Risya merangkul pundak Salwa dengan lembut.

"Ukhti..., sekarang Ukhti tidak perlu merasa tidak enak pada kami. Kami tahu, kebohongan bukanlah awal yang baik untuk memulai hidup yang baru. Tapi bukan berarti Ukhti tidak bisa memperbaiki diri, justru dengan begini, Ukhti akan semakin mantap untuk berjalan di jalan yang Allah ridhai," jelas Risya.

"Benar Ukhti..., Insya Allah, kami akan selalu ada di sini untuk menemani dan membimbing Ukhti," tambah Ria.

Salwa tersenyum bahagia mendengar apa yang dikatakan oleh Ria dan Risya. Ia pun merasa lega untuk sesaat.

"Ayo..., kita berwudhu sebelum Shalat Ashar," ajak Risya.

Terkadang, yang akan menuntun kita bukanlah orang-orang terdekat. Bisa jadi, teman pun akan mampu untuk menuntun di jalan yang benar.

* * *

Firman POV

Aku terbangun dari tidur siangku ketika kudengar suara beberapa orang santriwati yang masuk ke dalam masjid. Tak perlu mengintip, dari suara mereka pun aku sudah tahu kalau itu adalah Ria dan Risya.

Aku hendak kembali melanjutkan tidur siangku, namun aku membatalkannya ketika mendengar Ria bertanya pada seseorang. Aku menunggu, kupikir Risya-lah yang sedang melamun, tapi ternyata bukan.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Ukhti, saya hanya memikirkan hal sepele," jawabnya.

"Suara siapa itu? Aku baru mendengarnya...," batinku sendiri.

"Hal sepele bisa jadi perkara besar kalau tidak dipecahkan."

"Itu suara Risya..., lalu dengan siapa Ria berbicara sebenarnya?," aku begitu penasaran.

"Saya tidak tahu cara memecahkannya Ukhti..., saya belum tahu," balas suara itu lagi.

"Bagaimana mau dipecahkan, kalau Ukhti Salwa terus berdiam diri dan menyimpannya sendiri? Kami tidak bisa baca pikiran..., maka dari itu Ukhti Salwa harus mengatakannya pada kami."

Ternyata..., itu suara Salwa - Kakak sepupu Diva. Aku tak berniat menguping, namun ketika Salwa mengatakan bahwa ia berbohong tentang alasannya kepada Abah dan Bu Nyai, maka aku pun kembali mendengarkan dengan seksama pembicaraan mereka.

Risya dan Ria berusaha membujuk Salwa untuk bercerita.

"Saya hanya merasa tidak enak pada Ibu mertua Diva..., beliau terus mencurigai saya, seakan saya akan mengulangi lagi kesalahan saya di masa lalu. Akhirnya..., saya memutuskan keluar dari rumah mereka dengan cara seperti ini," itulah penjelasan Salwa yang sesungguhnya.

Aku menangkap suara penyesalan dalam setiap kata-katanya. Empat tahun berada di dalam penjara tentunya membuat dia merasa sangat berbeda dengan orang-orang di sekitarnya setelah bebas.

Waktu adzan Ashar hampir tiba, aku mendengar Risya dan Ria mengajak Salwa untuk berwudhu. Aku tak melanjutkan tidur siangku, dan beranjak menuju ujung tirai pembatas masjid yang menghalangi kami sejak awal, sehingga mereka tak tahu keberadaanku.

Baru saja aku akan menyingkap ujung tirai, mataku pun menangkap seraut wajah seorang wanita yang baru saja melepas niqob-nya.

Entah mengapa, aku yang seharusnya segera menghindari apa yang kulihat, malah terpaku di tempatku berdiri tanpa mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang terukir bak pualam.

"Subhanallah...," bisikku, lirih.

Wanita itu tak menyadari keberadaanku, karena sosok diriku masih tersembunyi di balik tirai.

"Ukhti Salwa..., ayo..., kami berdua sudah selesai berwudhu," panggil Risya pada wanita itu.

Dia tersenyum, ke arah tempat Risya berada. Aku masih juga berdiri di tempatku seakan tak mampu berpaling untuk menghindari keindahan wajahnya.

"Iya..., tunggu sebentar Ukhti," jawabnya.

Dia pun pergi. Aku pun segera menutup kedua mataku saat menyadari apa yang telah aku perbuat.

'Ya Allah..., apakah aku sudah membuat kesalahan karena tak berpaling ketika melihat wajahnya? Lalu mengapa dadaku bergemuruh hebat seperti ini sekarang?.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now