BAGIAN 13

11.6K 858 3
                                    

Ketika kita terjatuh, maka saat itulah kita harus melompat lebih tinggi lagi.

* * *

RENUNGAN

Rasya melihat Ardi yang sedang sibuk membaca kitab sejak pagi. Di rumah pondok yang mereka tempati, kini hanya ada tiga orang yang tinggal. Setelah Salman menikah dengan Kiana, yang tersisa hanya Firman, Rasya, dan Ardi.

Kini..., Firman juga telah menikah dengan Salwa, jadi yang tersisa adalah Rasya, Ardi, dan Tio - yang pindah ke rumah pondok mereka setelah Firman tak lagi tinggal di sana.

Harum aroma nasi goreng dari dapur membuat Rasya semakin kelaparan.

"Akh Tio..., masaknya masih lama?," tanya Rasya.

Tio hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu dari arah dapur.

"Kalau mau makan yang cepat tersaji di meja, kamu lebih baik telepon delivery order saja Akh...," sindir Ardi.

Rasya memasang wajah kesalnya.

"Delivery order..., terus kamu yang mau bayar???," balas Rasya.

"Enak saja..., perutmu yang diisi, kok aku yang harus bayar...," jawab Ardi.

"Sudah..., sudah..., kalian kalau nggak ribut merasa ada kurang ya?," sindir Tio.

"Kalau saya nggak ribut, berarti saya sedang dalam masa puber Akh...," jawab Ardi seraya tersenyum-senyum tak berdosa.

"Puber??? Di usiamu yang sudah tiga puluh tahun itu???," Rasya kembali menyindir.

"Memangnya kenapa kalau usiaku tiga puluh??? Toh, Allah nggak pernah membuat larangan puber dalam Al-Qur'an...," balas Ardi.

Tio berhenti makan hingga membuat Rasya dan Ardi menatapnya.

"Akh..., Allah memang tidak pernah melarang manusia untuk puber, tapi Allah memerintahkan untuk kepada kita untuk menahan diri. Puber itu adalah masa ketika seseorang mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa puber dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur delapan hingga sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia lima belas hingga enam belas tahun. Tapi tidak menutup kemungkinan, bahwa seseorang bisa mengalami masa puber di usia tiga puluh atau empat puluh tahunan. Intinya..., kapanpun masa puber itu terjadi, maka kita harus bisa mengendalikan dan menahan diri agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan, misalnya, berzina," terang Tio.

"Nah..., makanya..., jangan suka sembarangan lihat-lihat Akhwat, kamu...," Rasya menunjuk pada Ardi.

Ardi melemparnya dengan serbet yang sudah jelas ditangkap dengan sigap oleh Rasya.

"Apa urusannya sama lihat-lihat Akhwat?," tanya Ardi.

"Ada Akh..., zina itu bukan hanya tentang hubungan diluar nikah, tapi ada zina yang lain. Contohnya zina mata. Kalau Akh Ardi sering melihat Akhwat yang bukan mahrom Akh Ardi, itu tandanya kedua mata Akh Ardi sedang berzina karena melihat sesuatu yang tidak halal di mata Allah," jawab Tio.

Ardi terdiam.

"Menundukkan pandangan di tengah bertebarnya kerusakan di sekitar kita memang bukan soal mudah. Keimananlah yang kemudian menjadi solusi terhadap apa-apa yang dilihat oleh mata. Di dalam Islam ada jenis maksiat yang disebut dengan ‘zina mata’ atau lahadhat. Lahadhat itu, pandangan kepada hal-hal, yang menuju kemaksiatan. Lahadhat bukan hanya sekadar memandang, tetapi diikuti dengan pandangan selanjutnya. Pandangan mata adalah sumber itijah arau orientasi kemuliaan, juga sekaligus perantara nafsu syahwat."

Rasya terus memakan nasi gorengnya, sementara Ardi memperhatikan dengan baik apa yang Tio katakan.

"Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam bersabda 'Pandangan adalah panah beracun dari panah-pandah Iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari keelokkan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan mewariskan dalam hatinya manisnya iman sampai hari kiamat'. Jadi..., mulai sekarang, Akh Ardi ataupun Akh Rasya harus berhati-hati menjaga kedua mata kalian, agar tidak menatap sesuatu yang tidak halal di mata Allah," jelas Tio.

Ardi menganggukan kepalanya, pertanda bahwa ia mengerti.

"Aku sih nggak pernah lihat-lihat Akhwat..., tuh..., Akh Ardi yang sering," tunjuk Rasya.

"Sok tahu kamu Akh...," ujar Ardi, mengelak.

"Memangnya siapa Akhwat yang sering Akh Ardi perhatikan?," tanya Tio.

"Itu..., santriwati paling galak di pesantren ini," Rasya mengedip-ngedipkan mata kanannya.

Ardi tersedak.

"Bukan!!! Masa aku suka sama Ukhti Nilam...," balas Ardi.

"Aku nggak menyebut nama Ukhti Nilam kok," ujar Rasya.

"Santriwati yang paling galak di pesantren ini ya cuma Ukhti Nilam..., memang ada yang lain?," tanya Ardi.

Tio terkekeh.

"Bagaimana kalau Akh Ardi menikah saja dengan Akhwat yang memang Akh Ardi suka? Menikah itu bisa menjadi jalan untuk mencegah zina, terutama zina mata Akh...," saran Tio.

Ardi mendelik.

"Nyatanya menikah tidak semudah bicara Akh Tio...," jawab Ardi.

Rasya dan Tio tak mampu menahan tawa mereka saat melihat ekspresi Ardi yang seakan-akan menyerah.

'Karena sudah jelas, bukan aku yang dia inginkan.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now